2. Amigdala

2.2K 138 1
                                    

Normal nya  kalau sedang bahagia, manusia cenderung banyak tersenyum, jadi lebih bersemangat melakukan kegiatan apapun. Positive vibes, dan biasanya akan jauh lebih ramah dari biasanya. Itu juga yang sedang Feeana rasakan sekarang, sejak bangun tidur pagi tadi, ia fikir tubuhnya seperti Ringan, seolah sebuah beban besar terangkat begitu saja dalam semalam.

  Merindukan En, memang salah satu beban berat yang ia pikul. Tidak terbayang bagaimana ia melewati hari-hari nya selama ini, dengan tetap baik-baik saja didepan orangtua, dan rekan kerja. Saat ini rasanya fee ingin berteriak kencang, seraya mengucap syukur kepada tuhan, karena moment yg ditunggu-tunggu, ternyata datang lebih cepat.

  Pertama kali bertemu lagi setelah sekian lama, Fee benar-benar terkesima dengan sosok Putra kecilnya. En tumbuh dengan baik, wajah tampan papanya benar-benar menurun pada En, hanya saja fee benar-benar menyesali, tidak ada dirinya dalam setiap proses tumbuh kembang sang anak.

  Banyak cerita yang terjadi dalam semalam, usai  mama ririn turun kebawah, tak lama kemudian Fee juga ikut menyusul. Sesampainya di ruang tamu, matanya terpaku menatap wajah kecil tampan yang tengah duduk diantara orang-orang dewasa disekitarnya.

"En..." Ucap Fee lirih, sudut bibirnya terangkat, en yang lebih dulu merasakan kehadiran sang mama, buru-buru bangkit, dan berlari kencang, menyusul sang mama.

  Fee tak kuasa lagi, ia rengkuh tubuh gembul En dalam gendongan. "Mama.." ujar En, Pria kecil itu tiba-tiba  menangis kencang, kerinduan keduanya tumpah malam ini.

Isak En terdengar pilu, fee sibuk mengelus lembut punggung kecil En. Pertemuan pertama itu, sontak menjadi tontonan orang-orang dewasa diruangan ini. Suara mama ririn yang tadi tegas dan sedikit emosional, kini bungkam. Dan ikut meneteskan air mata, ya setelah hari itu, Fee bahkan tidak pernah lagi tersenyum lembut seperti ini.

"Loh, anak mama kok nangis ini, kan udah ketemu mama." Goda Fee pada en yang malah makin kencang menangis.

"En kangen mama." Ujarnya lirih dalam pelukan Fee, en makin kencang memeluk tubuhnya.

"Kalau kangen mama , sini dong liatin mukanya, mama pengen lihat gantengnya."

En menggeleng lemah , belum ingin menunjukkan wajahnya "malu, matanya en bengkak kayak ikan fugu."

Fee tersenyum geli, ada-ada saja en ini "ayo dong mama kangen En, mama mau lihat ikan fugu kesayangan mama."

  Setelah sedikit dibujuk, En pun berakhir mengangkat wajahnya, memang tampan luar biasa. Fee tak lupa mengecup wajah putranya berkali-kali, sampai-sampai en protes. Tapi fee malah makin gemas melihat tingkah nya yang menolak halus perbuatan sang mama. Tapi biar begitu, en benar-benar tidak mau lepas dari pelukan fee, butuh kekuatan extra untuk membujuk fee, agar mau menyapa kelurganya yang lain.

   Seperti janji Pram tadi malam, En akan tinggal sementara bersama Fee, dan pagi-pagi buta, en bahkan masih tertidur dalam gendongan papanya. Pram mengantarkan En, beserta koper sepertinya perlengkapan En.
 
"Ini baju-baju en, dan juga perlengkapan en sudah ada didalam koper ini, saya enggak bisa menentukan kapan saya pulang, bisa saja sampai seminggu saya berada dijepang, dan selama disana, saya minta ke kamu, pantau makanan en.." ucap Pram menyerahkan koper milik En. Interaksi kali ini, hanya bisa dilakukan di teras rumah keluarga fee, dikarenakan mama Ririn masih belum bisa menerima Pram.

  " Dan Dia enggak bisa makan cokelat, alerginya bisa kambuh, lo Enggak perlu ngasih tau bagian ini ke gue, gue orang yang ngandung en, gue tau betul anak gue, meskipun kami sudah lama enggak ketemu." Sela Fee sebelum Pram kembali mencecarnya.

  "Bagus deh kalau kamu tau, oh ya soal uang."

  "Simpen aja uang lo buat nafkahin pacar lo itu, gue masih mampu untuk biayain anak kandung gue." Fee kembali membalasnya dengan kalimat sarkas. Belum sepenuhnya memaafkan perbuatan  pram yang dulu, bahkan saat tadi malam Pram dan fee masih sempat berdebat kecil.

Marry Me Again [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang