"Cinta tidak terlihat dengan mata, tetapi dengan hati." William Shakespeare.
Beberapa jam sebelum nya.
Pram menatap Tajam Lisa diseberang nya, meski yang ditatap tidak membalas hal serupa, tak ayal pram kemudian menyadari ketidak beresan pada Lisa, lelaki itu mulai Menginterogasi.
"Aku enggak Mas" kilah Lisa, tapi enggan membalas Tatapan pram.
"Kalau enggak ada Apa-apa kenapa mata kamu bengkak?." Pram terus mencecar, Sementara Lisa mulai tak nyaman. Sebab ia tahu itu bukan ungkapan Kekhawatiran Pram sebagai Lelaki.
"Aku cuma Lagi kangen Ibu ." Bohongnya, Pram ingin kembali bersuara, tapi urung mengingat Diluar ada Fee dan En yang masih menunggu.
"Nanti kalau aku ada waktu luang, kita ke makam ibu." Sungguh lisa hanya bisa tersenyum manis, apa ini termasuk perhatian?, Batin Lisa bertanya-tanya, sementara Pram pamit menyusul Fee dan En didepan.
Lisa memandangi punggung tegak itu dengan perasaan berbunga-bunga, Sayang pram tidak melihat , kalaupun ia tahu bagaimana kembang api tengah meletus didada Lisa, Pria itu Akankah Perduli?, bayang-bayang Semalam kembali terkuak. Lisa begitu khawatir bila fee kembali Mencuri Perhatian Pram. Dia tidak ingin kehilangan Pram, sisi Jahat dalam dirinya Timbul, ingin menguasai Pram seutuhnya, ingin bersama Pram selamanya. Lisa kembali menitikkan air mata, Feeana haruskah Ia menyingkirkan perempuan itu?
Disisi lain setelah penjemputan paksa Fee juga En, Keduanya masih membisu, hilang kata-kata semestinya Terucap, hanya ada Feeana yang memandang Dunia dari balik kaca Mobil, seolah-olah Disana lebih menarik, Juga Hanya ada Pramesta yang fokus berkendara, dan En yang terlelap.
Di ufuk barat, Matahari mulai sedikit-sedikit menghilang, tenggelam dalam selimut Awan, menyisakan bias abu-abu di udara, sepertinya jakarta akan diguyur hujan. Sementara Perjalanan masih jauh menuju kediaman Fee. Sekumpulan presipitasi bergerak perlahan, seperti mengejar ketertinggalan. Lambat laun, warna gelap itu seolah-olah tepat berada di atap mobil. Sementara tak lama setelah itu, titik air mulai turun , Terasa seperti detik jarum jam.
Titik air makin turun lebat, suara klakson nyalang berdering di persinggahan lampu merah, ada yang tak sabar menunggu hingga hijaunya datang, ada yang mulai gelisah tubuh basah kuyup, didalam penantian itu, Pramesta membawa keputusan Paling tepat, sebab Kabar bahagia akan datang setelahnya.
"Enggak papa kan An, Kita mampir dulu, Hujan Lebat banget, aku takut kita kenapa-kenapa dijalan. " Ujar Pram , tampangnya tidak sekusut tadi, Sudah kembali manusiawi.
"Ya ." Fee mengangguk ala kadarnya, Merasa was-was sebab untuk pertama kali ia dibawa ke hotel dalam keadaan single begini.
Hotel dibarat Jakarta ini, milik keluarga Pramesta, Mewah tidak lupa terbersit setiap kali menginjakkan kaki di tempat elit begini. Fee mengikuti kemana kaki pram melangkah, Rupanya pram membawa mereka ke lantai 20, tempat Paling tinggi, dan private khusus milik lelaki itu. Ruangan didalamnya tidak berubah banyak, atau masih seperti dulu seingat Fee. Ada Dua kamar pribadi, jacuzzi, balkon , dan lain lain.
Fee masuk membawa En kedalam kamar Kedua, dan menidurkan putranya di kasur empuk itu, Namun baru saja hendak bangkit, En malah terbangun Fee urung ke kamar mandi.
"Selamat Sore Nak." Sapa fee mencium Dahi anaknya dengan sayang. Tapi, En malah meminta dipeluk, Duh manja sekali En Ini terhadap Sang mama, sungguh berbanding terbalik saat En bersama Papa, Anak itu tidak banyak neko-neko, mungkin karena mereka tidak sedekat itu, secara batiniyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me Again [Tamat]
FanfictionFeeana membenci pernikahan, semenjak lelaki yang ia cintai mengobrak-abrik kebahagiaan pernikahan mereka. Lelaki itu adalah mantan suaminya , Pramesta . pria yang sama sekali tidak ingin ia temui lagi. Namun disisi lain ada Endraw ,anak semata waya...