Mencari Kebenaran

353 46 3
                                    

Keesokan harinya setelah kejadian. Silvanna melakukan rapat dadakan yang sangat rahasia, rapat kali ini menyangkut kejadian tragis tepatnya saat festival kemarin. Rapat rahasia itu hanya di hadiri oleh tiga orang. Tigreal, Divus, dan Silvanna.

"Anda yakin bahwa puppet tidak mengalami kerusakan baik itu di dalamnya?" Tanya Silvanna kepada Divus.

"Saya yakin sekali yang mulia. Saya sudah mengecek semuanya satu persatu, tetapi tidak satupun mesin yang rusak. Bahkan jika di kendalikan oleh sihir, pasti saya dapat langsung merasakannya." Jelas Divus panjang lebar.

Tigreal angkat bicara. "Mungkin benar apa yang dikatakan oleh tuan Divus, tidak satupun kejanggalan pada puppet. Bahkan jika di cocokan oleh makhluk aneh yang tiba-tiba muncul... Hasilnya negatif."

Silvanna menghela nafas berat sambil memijit keningnya yang terasa sangat pusing. Saat ini dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa melindungi banyak warga, banyak sekali pertumpahan darah diluar sana. Bebannya begitu berat, tetapi dia tidak boleh memperlihatkan sisi lemahnya.

"Hah.... Berapa banyak korban jiwa?" Tanya Silvanna tanpa menoleh.

Tigreal membenarkan posisi duduknya sebelum menjawab. "Hampir... 200 korban jiwa..."

Silvanna menjabak dirinya sendiri, dia harus kuat, dia tidak boleh menangis. Silvanna menghirup nafas dalam-dalam lalu di hembuskan secara perlahan, dia lakukan itu berulang kali untuk menenangkan dirinya.

"Kita harus segera melaksanakan upacara penghormatan." Ucap Silvanna lalu berdiri dari duduknya. "Tuan Divus... Saya minta tolong sekali lagi."

Divus ikut berdiri, dia mengangguk lalu sedikit membungkuk untuk penghormatan. "As you wish, my lady."

...

Di tengah kota Lumina, semua orang berkumpul menghadap istana Moniyan. Suara tangisan membanjiri tempat tersebut, banyak orang beramai-ramai meminta perlindungan, ada pula yang marah karena membiarkan benda aneh untuk melindungi mereka berujung mala petaka.

Guinevere, Granger, Gusion, Lesley, dan Harley. Ikut meramaikan tempat itu, mereka memilih untuk berada di tempat paling belakang untuk menghindari kerumunan.

"Jangan paksakan dirimu, Granger. Sudah bagus kau berbaring saja di rumah." Celoteh Guinevere.

"Aku sudah terbiasa berjalan dengan kondisi seperti ini. Lagi pula, aku juga ingin mendoakan para korban." Balas Granger.

Divus menampakan diri di balkon istana bersama dengan Silvanna. Pria itu memejamkan kedua matanya sambil mengucapkan beberapa mantra.

Melihat Divus membuat Guinevere teringat dengan orang misterius berjubah putih yang hampir membunuh Granger. Jika di perhatikan, tinggi mereka terlihat sama, pakaiannya pun juga hampir mirip. Tapi Guinevere tidak punya bukti kuat, dia tidak mungkin sembarang menuduh.

Setelah selesai berdoa, Divus mengeluarkan cahaya berwarna keemasan dan di tembakan keatas langit. Membuat langit terlihat berlubang dan menyinari kota Lumina. "Semoga Lord of Light memberkati kita semua."

Guinevere menghela nafas lelah. Saat ini dirinya merasa tak nyaman, kepalanya masih terus memikirkan keadaan keluarganya yang masih tak kunjung pulang. Ketakutan dan kekhawatiran telah bersatu dalam dirinya,

Granger langsung peka apa yang sedang dirasakan gadis di sampingnya, dia memegang tangan Guinevere guna untuk menenangkan sang gadis.

Guinevere tersenyum kecut. "Terima kasih... Granger..."

Tiba-tiba suara teriakan memanggil nama Guinevere membuat gadis itu spontan menoleh. "Kimmy?!"

"Gweeen!! Ya ampun kau masih hidup!" Seru Kimmy lalu berlari dan langsung memeluk sahabatnya.

Jangan Ikuti Aku! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang