Malam itu waktu menunjukan pukul satu malam, hari telah berganti. Granger telah kembali dari tugas berpatroli di luar kediaman Baroque, sebelum kembali untuk beristirahat. Pria muda itu memastikan kembali keamanan sekitar area yang sekiranya dekat dengan kamar Guinevere.
Perhatiannya teralihkan dengan suara yang berasal dari dapur. Granger sudah siap dengan pistolnya, dia mengendap-endap menuju dapur lalu mengintip.
Terdapat sosok perempuan dengan surai abu-abu memakai dress yang panjangnya sampai selutut dengan warna coklat. Granger mengenalinya, pria itu kembali memasukan pistolnya ke dalam saku dan memasuki dapur.
"Michelle." Panggil Granger.
Perempuan itu berbalik, wajahnya tak menunjukan ada keterkejutan dengan kehadiran Granger. "Oh, tuan Granger. Habis berpatroli?"
"Begitulah." Jawab Granger, lalu melontarkan pertanyaan. "Tidak bisa tidur? Atau terbangun?"
Michelle mengulas senyum tipis. "Terbangun, dan kalau sudah bangun jadi sulit untuk tidur lagi." Ucapnya sambil mengambil dua cangkir, "mau kopi atau teh?"
"Teh saja." Granger sedikit mendongak melihat kompor yang menyala dengan termos di atasnya. Dapat disimpulkan bahwa Michelle berniat untuk membuat minuman hangat untuk dirinya sendiri.
"Ketika tuan Gusion pergi. Apakah kau yang mengantar nona Guinevere ke kamar?"
"Begitulah." Sebetulnya Guinevere lah yang menyuruh Granger untuk mengikutinya sampai ke kamar, namun pria itu memilih untuk tutup mulut dari pada melihat peralatan dapur melayang ke wajahnya.
Michelle menyeduhkan air panas ke dalam cangkir dan mengaduknya, lalu memberikan segelas teh untuk Granger.
"Pasti lelah ya terus mendampinginya. Tapi melihat kalian lebih akur dari sebelumnya, aku jadi tak perlu khawatir lagi." Ucap Michelle sebelum menyeruput tehnya.
Granger terdiam sebentar. "Lagi pula... Nanti dia tidak akan memerlukan aku lagi. Ada pria yang jauh lebih kuat untuk menjaganya." Tatapan pria itu terlihat lesu.
Michelle meratapi dalam diam. Gadis itu tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh pengawal dari majikannya, begitupun dengan Guinevere. Sudah bertahun-tahun Michelle menjadi pelayan setia, dia sudah sangat mengenal Guinevere.
Saat ini Guinevere tidaklah bahagia, walaupun gadis Baroque itu bersembunyi dengan senyum manis.
"Tuan Granger." Panggil Michelle.
Granger menoleh dan menyahut. "Ya?"
"... Terima kasih sudah menjaga nona Guinevere, aku harap.. Aku dapat melihat senyuman tulusnya untuk terakhir kali..." Ucapnya dengan nada rendah, Michelle tersenyum kecil sambil melihat pantulan wajahnya dari teh.
Gadis itu kembali minum sampai habis lalu meletakannya di tempat cucian piring. "Kalau begitu, aku duluan ya. Jangan lupa cuci gelasnya."
Michelle beranjak pergi meninggalkan Granger sendirian di dapur. Pria itu terdiam tanpa memikirkan ucapan terakhir dari Michelle, matanya melirik kearah satu cangkir yang berada di cucian piring. "Setidaknya cucilah bekasmu juga."
...
Keesokan harinya, Guinevere menatap dirinya di pantulan cermin. Bayang-bayang mimpi semalam terus terpikirkan lantaran aura mencekam menusuk rasa kekhawatiran pada dirinya,
Semalam dia tidur dengan nyenyak, entah itu mimpi atau apa menurutnya. Dia merasakan niat membunuh yang begitu besar tepat berada di dekatnya.
Guinevere segera mengkesampingkan itu, setelah dirasa sudah rapih. Kedua kakinya melangkah menuju gudang penyimpanan, gadis itu menaiki tiap anak tangga dan sesampai diatas. Dia mendapati sang adam tengah berbaring diatas kasur dengan mata tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ikuti Aku! (END)
Fanfiction"Aku tidak butuh budak dingin macam dia!" Keputusan orang tuanya membuat Guinevere pusing setengah mati, rasanya belum cukup menjodohkannya dengan pria dari keluarga Paxley. Kini mereka menyewa seorang pemain biola terburuk untuk menjaganya! Apakah...