Part. 3 | 40DWW 🪄

158 13 8
                                    

"Berhenti!" teriak laki-laki dengan wajah sedikit terluka, perlahan ia melangkah memasuki kelas mendekati gadis berkacamata yang bersiap lompat. "Jangan!"

Tiba-tiba seseorang berjubah hitam tersenyum miring, lalu berdiri di belakang laki-laki itu.

"Biarkan dia mati," bisik orang itu.

Cho yang mendengar itu seketika menegang. "Siapa kamu?"

Orang berjubah itu lalu muncul di hadapan Cho. "Biarkan dia mati atau lo yang mati?"

Cho menghiraukan ucapan gadis berjubah itu dan langsung bergegas menarik tangan gadis berkacamata itu.

"Biarkan aku mati," ujar gadis itu membuat Cho terkejut. "Aku mau mati."

"Nggak, kamu nggak boleh mati. Liat mata Cho, jangan liat ke bawah."

Gadis berjubah itu tersenyum miring. "Jangan menghalangi kematiannya."

"Cho, tolong selamatkan dia, siapapun kamu."

"Lo salah meminta bantuan gue."

Gadis berjubah itu mengangkat satu jarinya, mendorong tubuh Cho hingga menabrak tembok dan menjatuhkannya gadis itu. Terdengar suara yang sangat keras di bawah sana.

Gadis berjubah hitam itu mendekati Cho dan berdiri di hadapannya. "Lupain semua yang lo lihat dan pergi sekarang."

Setelah mendengar itu gadis berjubah hitam menghilang dan Cho bangkit berdiri dengan tatapan kosong, melangkah menuju UKS. Hingga panggilan seseorang membangunkan dirinya, tiba-tiba ia sudah di UKS.

"Cho," panggil Lena berlari tergesa-gesa dengan dahinya yang sudah berkeringat. Gadis berambut sebahu itu berlari dari kantin bawah ke lantai empat. "Cho, kamu di mana?"

Saat sebelum menaiki anak tangga berikut. Gadis itu berhenti di tengah, seraya mengatur napasnya. Agar meredakan sedikit kelelahan.

Lena sangat khawatir dengan keadaan Cho sekarang. Pasalnya salah satu teman sekelasnya mengatakan, jika ia melihat Cho bersama geng Rion.

Sungguh, Lena sangat muak dengan perbuatan kasar kakak kelasnya pada Cho. Namun, apa daya ia tidak bisa melakukan apapun, selain membantu mengobati luka Cho. Dengan langkah begitu cepat, Helena mencari ruang UKS.

"Cho," panggil Lena lagi dengan raut wajah yang amat khawatir. "Lo ke mana aja? Gue cariin."

Laki-laki yang tengah terduduk di pinggir ranjang itu tersenyum tipis ke arah pintu, hingga menimbulkan kedua matanya yang menyipit.

"Cho baru abis dari kantin mau makan, tapi makanannya tumpah semua," ucap laki-laki itu seraya menutup kotak p3k.

"Tumpah? Kok bisa tumpah? Emang beli apa, Cho?" tanya Lena.

"Cho beli susu kotak sama roti susu."
Lena membantu Cho meletakkan kembali kotak p3k itu di lemari.

"Ini pasti karena Kak Rion. Lo harus ngomong sama Bu Sofi--wali kelas kita. Sampe kapan Cho mau dibully begini?"

Laki-laki itu tidak berniat untuk melaporkan sama sekali. Cho tidak ingin masalah seperti ini menjadi panjang karena dirinya. Yang sangat ia takutnya hal ini akan berdampak pada Bundanya. Jika Ayah tahu, akan berakibat fatal. Lagipula Cho tidak ingin membuat Rion kelasnya itu semakin marah padanya.

"Sampai Kak Rion lulus, Lena. Cho nggak apa-apa, kok. Udah biasa juga sama Ayah. Yang penting Lena nggak kenapa-napa," tutur Cho lembut.

Kemudian Cho mengeluarkan Moo-boneka sapi kecil yang sering dibawa ke mana-mana. "Untung, Moo nggak rusak. Cho buatnya susah."

"Cho, gue khawatir sama lo," tutur Lena netranya mulai berkaca-kaca. Gadis itu memegang wajah Cho mengarahkan kiri dan kanan. Luka kemarin saja belum sembuh total sekarang ada lagi.

"Lena jangan khawatir sama Cho. Beneran, Cho nggak apa-apa. Luka dikit aja, kok." Kemudian laki-laki itu beralih pada boneka sapi kecil itu. "Nih, Lena liat, Moo aja nggak nangis. Masa Lena udah besar nangis, sih? Udah, ya."

Lena memukul lengan Cho cukup keras.

"Cho, gue nggak bercanda. Plis, jangan ajak bercanda. Gue mau nangis gara-gara lo," balas Lena terkekeh kecil.

Cho yang melihat sahabatnya tertawa membuatnya senang. "Senyum kaya gitu Lena. Jangan nangis lagi ya, Cho sedih juga jadinya."

"Jangan ngejek gue."

Cho mengangkat boneka kecil sapi itu. Lalu berusaha menghibur Lena.

"Moo, kamu bilang apa? Oh, Lena cantik, ya? Ini bener Moo, Lena emang cantik banget," ucap Cho mengarahkan Moo ke telinga. Seakan boneka itu membisikkan sesuatu.

Lena yang terduduk di sebelah Cho tersenyum lebar. "Moo lo bohong kan? Beneran gue cantik? Nggak percaya gue."

"Moo nggak pernah bohong, Lena. Percaya, deh sama Moo."

Lena terkekeh geli. "Iya, deh. Percaya sama Moo."

Cho benar-benar definisi manusia baik, bahkan terlalu baik. Tahun lalu saat mereka masih sekelas tepatnya kelas sepuluh MIPA 1. Cho mulai dibully, karena pakaian yang paling rapi dan boneka sapi kecil yang biasa di bawa itu, mulai diketahui banyak orang. Mulai saat itu Cho mulai dibully entah itu secara verbal juga fisik.

"Cho jangan ke kelas dulu. Kalo udah mendingan, baru balik ke kelas."

Cho menggeleng kecil. "Cho, nggak apa-apa." Laki-laki itu melirik jam tangannya. "Udah mau bel sebentar lagi. Cho ke kelas aja."

Lena membantu Cho menuruni ranjang. "Cho, beneran nggak apa-apa? Kalo masih sakit, nggak apa-apa."

Cho tersenyum lebar. "Cho, anak kuat, kok. Soalnya minum susu terus, jadi nggak bakal sakit."

Lena mulai membantu Cho berjalan memegang lengan sebelah kanan. 'Pelan-pelan Cho."

"Nggak apa-apa, Cho bisa jalan sendiri, kok," ucap Cho melepaskan tangan Lena.

"Pelan aja Cho, telat dikit nggak apa-apa."

Cho yang tengah sibuk memainkan boneka sapi kecilnya sembari jalan di sebelah Lena. Mendadak ia merasakan sesuatu. Langkahnya terhenti, Cho merasa di koridor ini mendadak berangin dan dingin. Sekumpulan asap hitam yang berbentuk menyerupai seorang gadis dengan gaun hitam lengkap dengan tudung melewatinya dengan sangat cepat. Cho yang menyadari itu, berusaha melihat wajahnya. Namun, yang ia lihat hanya hitam saja, seperti kosong tidak ada apapun di bagian wajah.

"A-apa itu? Apa tadi malaikat maut?" ucap Cho.

"Kenapa jadi mendadak dingin, ya? Kok jadi merinding," tutur Lena. Gadis itu menoleh, mendapati Cho yang berada di beberapa langkah di belakangnya. "Cho, ayo cepat."

Buru-buru Cho berlari mengejar Lena dan Rei. "Cho, lihat asap hitam," ujar Cho membuat Lena terkejut.

"Asap hitam?"

"Asap hitam?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tbc.





Terima kasih banyak udah baca cerita ini. (人 •͈ᴗ•͈)

Jangan lupa vote, komen dan share cerita ini supaya semakin banyak orang bisa terhibur dengan cerita ini. (◍•ᴗ•◍)


Nantikan part berikutnya. (≧▽≦)

See you. (。•̀ᴗ-)✧

Written by riasheria
4/2/22

40 Days With WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang