Part. 20 | 40DWW 🪄

52 6 0
                                    

Neza melangkah masuk lift diikuti Cho di belakangnya. Gadis itu menekan tombol lantai 10 menuju kamar Arda. Neza berdiri dekat tombol lift dan Cho sebelahnya. Pintu lift terbuka tepat di lantai 3 seseorang pria paruh baya muncul dan berdiri di pojok belakang.

Beberapa menit awal dalam lift itu tidak ada suara apapun. Cho yang merasa aneh dengan laki-laki tadi mengumpulkan keberanian untuk melirik sedikit. Cho rasa laki-laki itu sedang memperhatikan Neza dan terus melihat ke arah kaki Neza.

Cho membuka jaketnya, kemudian mengikat di pinggang Neza.

"Lo kenapa?" tanya Neza.

Cho berbisik, "Princess dilihatin bapak itu."

Sontak Neza melempar tatapan tajam pada laki-laki itu. Menarik tangan Cho untuk bertukar tempat.

"Prin-"

"Apa yang lo liat?!" bentak Neza. "Lo suka kaki gue, hah?!"

"Saya nggak liat apa-apa," jawab pria paruh baya itu masih melirik kaki Neza yang mulus.

Bhak.

Dengan cepat Neza menonjok bagian pipi pria paruh baya itu dengan sangat keras. Cho yang melihat itu terkejut tidak sadar mulutnya kini terbuka setengah.

"Saya laporkan kamu!" ancam pria paruh baya itu.

"Lapor!" balas Neza lalu memperlihatkan matanya dengan bola mata yang hitam. "Pergi! Atau gue ambil bola mata lo."

Tepat saat itu pintu lift terbuka di lantai 6 dan laki-laki itu berlari ketakutan.

"Kak Prin-"

"Nggak apa-apa." Neza melepaskan jaket dari pinggang nya memberikan pada Cho. "Sapi, jangan takut sama manusia kaya tadi. Seharusnya lo nggak perlu tutup kaki gue pake jaket. Mata dia aja yang nggak bisa dijaga. Lebih baik lo lawan daripada lo takut."

"Maaf, Kak Prin-maksudnya Prin. Cho nggak bisa bantu."

"Gue bisa sendiri."

Suara dentingan menandakan mereka sudah sampai di lantai 10. Neza keluar diikuti Cho di belakangnya. Gadis itu melangkahkan kaki menuju kamar milik Arda yang terletak cukup jauh dari lift.

"Ada acara apa Princess? Kak Arda ulang tahun?" tanya Cho sambil mengekori Neza yang terhenti di salah satu pintu di pojok.

"Nanti lo bakal tau." Neza pun menekan beberapa digit angka sebelum membuka pintu itu.

Cho mengangguk paham seraya membetulkan tasnya. Neza membuka pintu apart Arda perlahan. Sorot mata Neza terhenti pada pemandangan di hadapan itu. Tanpa di sangka Arda dan kekasihnya tengah bercumbu mesra di sofa tepat di hadapan Neza.

"Arda, kenapa mesti pas gue dateng?!" omel Neza membuat dua itu terkejut.

"Loh, Kak Arda ngapain?" tanya Cho polos. "Kok-"

"Tutup mata." Neza langsung menarik tangan Cho ke belakangnya.

"Kenapa Kak Prin?" tanya Cho lagi.

"Pokoknya jangan liat."

Cho mengangguk kecil.

"Arda sialan! Lo ngapain pacaran sekarang?!" omel Neza memperhatikan mereka yang tengah memperbaiki pakaiannya.

"Anjir! Ganggu aja lo!" umpat laki-laki itu sambil berdiri.

"Gue pikir, lo dateng sore," jawab Arda terkekeh kecil.

"Sayang aku pamit dulu ya," potong laki-laki itu mengecup dahi kekasihnya. Kemudian beralih pada Neza. "Siapa tuh? Mainan baru?"

"Sialan! Balik lo!" balas Neza kemudian menarik tangan Cho mengikutinya dan terduduk di sofa depan.

Laki-laki itu melihat Cho sekilas, kemudian tersenyum miring. "Tipe lo berubah drastis, Nez."

"Vin, jangan sampe lo gue gampar!" Neza menatap tajam pada laki-laki tinggi bernama Kevin itu.

"Nggak berani deh gue, kalo berurusan sama cewe Rion," canda Kevin tertawa kecil. Lalu beralih pada Arda. "Sayang, nanti aku telpon."

Arda mengangguk kecil. "Hati-hati."


Setelah itu Kevin pun beranjak pergi. "Bye."

Arda mengikat rambutnya, lalu menuju dapur. "Minumnya bebas aja ya."

"Iya, Kak Arda," sahut Cho kemudian melepaskan tasnya dan meletakkan di belakang.

"Gue pikir lo bakal ganti yang baru, Da," ujar Neza menyandarkan punggungnya.

Arda terkekeh geli. "Ya gitu, dia masih lumayan. Sayang, kalo dibuang," jawab Arda seraya meletakkan secangkir kopi depan Cho.

"Makasih, Kak Arda," tutur Cho tersenyum tipis kemudian meraih kopi itu dan meneguk sedikit.

"Jeri, sori banget soal tadi," ujar Arda yang terduduk di depan Neza dan Cho.

"Jadi, Cho mau diajarin yang kaya tadi?" tanya Cho dengan wajah polosnya.

Saat itu juga Arda terkekeh geli, Neza memukul lengan Cho. "Stupid! Bukan itu."

Cho mengerjap. "Terus tadi mereka ngapain?"

Sungguh Neza kesal kalau Cho mulai bertanya hal bodoh seperti ini. Ternyata Cho memang selugu ini. Orang bodoh mana yang mau diajarkan cara berciuman.

Neza menyugar rambutnya kesal. "Itu ... adegan dewasa. L-lo nggak boleh lakuin itu."

Arda hanya tertawa geli memperhatikan Neza yang mulai tersulut emosi karena sikap polos manusia itu.

"Tapi, semalem Kak Prin juga begitu sama Cho," balas Cho.

"Nez? Lo ngapain semalem?" tanya Arda memajukan sedikit tubuhnya. "Lo nggak-"

"Gue nggak ngapa-ngapain, Da. Gue nggak cium-cium kan?" potong Neza.

"Sedikit, sih," sahut Cho mendapat tatapan maut dari Neza. "T-tapi abis itu nggak ada apa-apa."

"Neza lo liar banget," canda Arda. "Hati-hati lo."

"Sialan!" umpat Neza membuat Arda kembali terkekeh geli.

"Iya sori-sori gue salah. Jadi, Jericho ini mau belajar bela diri?" tanya Arda.

Cho yang tengah mengesap kopi itu, langsung meletakkan kembali cangkir kopinya. "Kata Prin gitu."

"Untuk hari ini lo tolong ajarin, Da. Nanti selanjutnya biar gue bantu dia," tutur Neza.

"Oke, ayo ikut gue," kata Arda sebelum bangkit berdiri dan diikuti Neza dan Cho.

Mereka menuju suatu ruangan yang dijadikan Gym. Apartemen mewah ini berukuran besar dan memiliki banyak ruangan. Sudah menjadi rumah kedua bagi Neza, karena ia sangat jarang pulang ke rumah. Bahkan satu bulan bisa tiga kali pulang, itupun jika ada tugas atau sesuatu yang mendesak.

Gym pribadinya itu memiliki beberapa alat fitness yang cukup untuk berolahraga di apart ini. Mulai dari dumbbell, sepeda statis, ab Roller, pull up bar, tali skipping, punch mitt dan samsak tinju. Jendela kaca yang besar, memperlihatkan pemandangan gedung-gedung tinggi dan tempat duduk panjang di sisi ruangan dekat pintu.

"Pertama gue mau tanya lo udah pernah ke Gym belum?" tanya Arda.

Cho menggeleng kecil. "Belum, Cho biasanya olahraga jogging keliling halaman depan."

"Lo umur berapa, sih? Imut banget ngomongnya," balas Arda memperhatikan tingkah Cho yang menggemaskan. Rasanya ingin mencubit pipi tapi dari belakangnya Neza menatap tajam pada Arda.

"Akhir bulan ini, 17 tahun, Kak Arda."

Arda mengusap gemas puncak kepala Cho. "Ya ampun, muda banget. Gue udah nenek, lo masih kaya bayi."

Neza yang sebelumnya terduduk di belakang Arda. Sontak mendekati Cho pura-pura merapikan sedikit rambut sepupunya itu.

"Berantakan," ujar Neza sedikit menjinjit menyisir rambut Cho dengan tangannya. "Nggak usah senyum."

Cho menunduk sedikit kepalanya. "Makasih, Princess."

Arda tersenyum tipis sembari memperhatikan Neza yang tiba-tiba bertingkah aneh. Dugaannya sementara sahabatnya ini mulai jatuh hati dengan manusia. Arda sangat gemas melihat mereka berdua. Sayangnya, dua makhluk itu tidak bisa disatukan.

"Sapi, nih ganti baju dulu. Pakaiannya udah ada di kamar mandi," tutur Neza menunjukkan letak kamar mandinya.

"Makasih Prin," jawab Cho kemudian menuju kamar mandi.

Neza kembali terduduk di tempat duduk itu dan diikuti Arda. "Nez, si Jericho manusia pertama yang energinya sepositif itu. Gimana udah ada kemajuan belum?"

Neza melirik sekilas. "Lo liat masih hitam gini?" memperlihatkan kalungnya itu. "Gue udah minta wish list dia. Lagi coba gue kabulin."

Arda mengangguk beberapa kali. "Gue rasa lo mulai suka sama manusia itu. Bukan karna seneng-seneng aja, kan?"

"Buat apa gue suka sama manusia?"

"Kalo semisal lo berperan jadi pacarnya? Gue nggak yakin lo bakal ngomong gini."

"Ck, masih ada yang lebih penting dari ini."

"Jangan sampe lo suka sama dia. Inget peran lo."

Neza mengangguk paham. "Iya Kak Arda. Gimana kabar Ayah gue?"

"Buat saat ini aman, Nez."

Neza menghela napas panjang, menyugar rambutnya kemudian bersandar ke tembok. Sejujurnya Neza terkadang memikirkan apakah Maminya akan tega membunuh Ayahnya. Walaupun ia sangat mencintai manusia itu. Neza benar-benar tidak bisa melakukan apapun, selain minta tolong pada Arda.

Setelah selesai Cho pun kembali dari kamar mandi dengan kaos hitam dan celana training hitam yang Neza belikan kemarin.

Arda bangkit berdiri. "Ayo, kita mulai pemanasannya."

"Iya, Kak," sahut Cho.

Arda mulai pemanasan dengan beberapa cara yang biasa dilakukannya sebelum olahraga. Cho memperhatikan tiap gerakan yang diperagakan Arda dengan baik.

Neza terduduk di bawah bersandar pada tembok seraya memperhatikan Cho. Sungguh Neza juga ingin latihan, tapi ia masih harus menjaga energi. Padahal sudah lama tidak berolahraga lagi.

Setelah selesai melakukan pemanasan dan istirahat sebentar. Arda menunjukkan teknik bela diri untuk self defense atau pertahanan diri dengan teknik dasar dalam boxing. Arda mulai dengan teknik jab straight atau jab cross.

"Nah, titik kelemahannya itu di bagian dagu, hidung, tenggorokan sama liver. Cara tangannya segini, jangan dibawah. Nanti lo kena tonjok," jelas Arda seraya memperhatikan teknik dasar itu.

Cho mengangguk paham sambil mengikuti teknik itu.

"Jeri, lo liat tangan gue. Kekuatannya bukan di tangan tapi bahu sama pinggang harus ikut. Gini nih," lanjut Arda.

Bhak.

40 Days With WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang