Setelah kejadian di sekolah tadi, Cho jadi merasa bersalah pada Lena. Apalagi saat istirahat juga Lena tidak bicara apapun. Cho melanjutkan mengerjakan beberapa latihan soal untuk ulangan harian. Belum lagi kejadian mengejutkan saat Cho tahu, ternyata Nia selama ini melakukan kecurangan.
Padahal yang Cho tahu Nia adalah anak pendiam yang dikenal rajin dan pintar. Sejak kelas 10 Nia selalu lima besar. Nia dan Cho sama-sama lima besar dari kelas sepuluh. Ternyata Nia juga mengincar kelas 12 MIPA 1 juga agar lebih mudah ikut SNMPTN. Sudah menjadi budaya di sekolah ini, kalau yang mengikuti SNMPTN hanya yang di MIPA 1 dan IPS 1 saja.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk. Terlihat Neza muncul dengan baju lengan pendek crop dan celana pendek.
"Kak Prin, belum tidur?"
"Belum. Udah, lo belajar aja." Neza mengarah pada ranjang Cho dan terduduk di sana.
"Kak Prin, nggak belajar buat ulangan? Udah catat materi tadi belum?"
"Belajar nggak guna buat gue, sapi," balas Neza santai seraya melipat kedua tangannya depan dada memperhatikan Cho.
"Kalo nanti Kak Prin, nggak bisa jawab gimana?"
"Bisa, udah lo belajar yang bener. Katanya mau rangking satu, ya udah belajar aja. Jangan peduliin gue."
Cho mengangguk kecil seraya melempar senyuman. "Makasih ya Kak Princess."
"Iya-iya. Lo jangan senyum gitu. Udah liat buku lo."
Cho kembali fokus mengerjakan soal itu. Dari samping Neza memperhatikan wajah laki-laki itu. Dilihat-lihat Cho terlihat tampan, kalau saja Cho dilatih bela diri dan bisa mandiri. Pasti banyak gadis yang menyukainya. Tanpa disadari Neza tersenyum tipis. Pantas saja Lena menyukainya dan menyuruh mengganti model rambut sampai pakaian. Dia tahu kalau Cho polos dan tampan.
Sorotan mata Neza terhenti pada boneka sapi yang cukup besar dan satu yang berukuran sedang. "Lo suka banget sama sapi? Sampe ada dua boneka."
Cho menoleh sekilas, tersenyum tipis. "Menurut Cho, sapi itu lucu banget. Boneka yang gede itu hadiah ayah waktu itu, kalau yang satunya itu dari Lena."
"Lena? Lo deket banget kayanya."
"Cho udah dekat cukup lama, Kak Prin."
"Terus yang biasa yg lo bawa?"
"Itu dibuat sama Bunda dua tahun lalu."
Neza mengangguk kecil. "Oh."
Setelah dipikir-pikir punya boneka itu tidak buruk. Kenapa manusia sialan itu membully Cho hanya karena ini? Dasar manusia bodoh. Cho juga tidak bodoh, ia termasuk lima besar sejak kelas sepuluh dan cukup tampan untuk umurnya yang masih muda.
"Lo harus belajar bela diri sama naik motor," ujar Neza tiba-tiba membuat Cho langsung menoleh. "Lo harus bisa jaga diri dan mandiri."
"Maksudnya Kak Prin? Cho-"
"Kan waktu itu gue sempet bilang, mulai besok gue bakal ajarin lo naik motor. Nanti lo bisa coba dari motor gigi dulu dan temen gue yang ajarin lo boxing."
"Jangan Kak Prin, Cho takut. Bahaya banget."
"Ngapain takut? Nggak bakal buat lo mati."
"Tapi, Kak Prin-"
"Apa yang buat lo nggak takut?"
"Dipeluk sama Bunda."
"Nggak terima permintaan itu."
"Dulu kalo Cho takut, dipeluk sama Bunda. Tapi semenjak SMP udah nggak pernah lagi."
Neza bangkit berdiri, melangkah menuju Cho yang terduduk di kursi depannya. Gadis itu memeluk leher Cho seraya mengusap belakang kepala laki-laki itu. Cho pun terdiam, pipinya terasa panas. Rasanya nyaman seperti pelukan Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days With Witch
Teen Fiction~ Teenfict, fantasy, drama ~ Neza terpaksa mengikuti perintah sang Ibu menyamar menjadi manusia selama 40 hari demi menyelamatkan Ayahnya yang sekarat. Pertemuannya dengan Cho merubah segalanya. Salah satu korban bully itu memiliki sifat berbanding...