Berbeda dengan hari sebelumnya, hari ini Neza memutuskan untuk berangkat sekolah lebih dulu dari Cho. Gadis itu berangkat dengan motor sportnya. Lelaki dengan boneka sapi itu berangkat dengan mobil bersama sopirnya.
Neza merasa ini adalah batasan akhir seluruh alur tugas yang dia lakukan. Cho sudah mengetahui bahwa dirinya bukanlah sepupunya yang sudah meninggal itu. Neza yakin seratu persen Cho pasti sangat kebingunan dengan apa yang terjadi.
Namun, Neza hanya bisa berpura-pura, jika kejadian malam itu tidak pernah terjadi. Gadis itu hanya bisa berharap agar lelaki itu tidak bertanya apapun soal itu. Kini Neza terduduk sendiri di kelas seraya memandangi awan di luar jendela.
"Cho, gue ... sialan. Gue benar-benar benci ini semua," gumam Neza, lalu menghela napas dan meletakkan kepalanya di meja.
Baru saja Neza membaringkan kepalanya di meja, tiba-tiba seseorang gadis dengan rambut kuncir kuda menghampiri Neza. Gadis itu mengetuk pelan meja Neza. "Lo Neza?" tanyanya.
Neza mengangkat kepalanya. "Hm, gue. Kenapa?"
"Lo tau Kak Gisel, kan? Dia ketua cheerleader sekolah kita. Kata Kak Gisel, abis istirahat pertama lo ke kelas MIPA 1 di lantai tiga," ujar gadis itu dengan senyuman tipis.
"Buat apaan?"
Gadis dengan kuncir kuda itu mengangkat bahunya. "Tapi, katanya ada keperluan ekskul."
"Ekskul? Gue?"
"Iya, lo cocok jadi tim cheerleader sekolah kita. Lo cantik, tinggi juga."
Neza memutar bola matanya. "Ya, thanks."
"Iya, sama-sama, Nez. Btw, jangan lupa."
"Ya," balas Neza malas.
Setelah gadis itu melangkah pergi, Neza kembali membaringkan kepala di atas meja dan memejamkan matanya. Kali ini Neza merasakan seseorang masuk kelasnya. Saat merasakan hentakan langkah kaki, Neza mengubah posisi kepalanya menghadap jendela.
Cho yang baru saja masuk kelas sorot matanya terus tertuju pada gadis yang tengah tertidur di meja itu. Lelaki itu berusaha melangkah pelan agar tidak mengganggu Neza. Cho duduk di kursi sebelah sepupunya.
"Apa Prin marah sama Cho?" gumam Cho pada dirinya sendiri. Kemudian dia menghela napas.
Rasanya Cho ingin bertanya banyak hal pada Neza tentang kejadian malam tadi. Namun, sepertinya Neza tidak ingin diganggu. Lagipula gadis ini masih tertidur nyenyak.
Cho bangkit berdiri dari kursi, tiba-tiba Lena datang dengan senyuman lebar yang terukir di sana. "Cho, lo mau ke kantin nggak? Gue belum sempet sarapan tadi."
"Iya, boleh, Len. Ayo." Cho melangkah pelan dan menarik tangan Lena menjauh agar Neza tidak terganggu.
Lena terdiam sejenak dan menghentikan langkahnya. "Cho, kenapa?"
"Nggak apa-apa, Len. Kasian Prin lagi tidur."
Lena menatap kesal ke arah Neza yang terlihat tidak terganggu dengan perbincangan mereka. "Oh, oke. Oh iya, btw gimana kalo besok Cho jemput Lena? Biar kita bisa berangkat sekolah bareng."
"Hm ... Cho, usahain ya. Kalo dibolehin sama Ayah bawa motor, nanti Cho jemput Lena."
Lena tersenyum lebar pada Cho. "Makasih, ya, Cho."
"Lena, kita ke kantin sekarang, yuk."
"Oke, Cho."
Cho melirik sekilas ke arah Neza, kemudian menarik tangan Lena dan melangkah keluar kelas. Beberapa detik setelahnya, Neza mengangkat sedikit kepalanya dan mengarah ke arah pintu. "Sapi, asal lo tau. Gue benci perasaan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days With Witch
Teen Fiction~ Teenfict, fantasy, drama ~ Neza terpaksa mengikuti perintah sang Ibu menyamar menjadi manusia selama 40 hari demi menyelamatkan Ayahnya yang sekarat. Pertemuannya dengan Cho merubah segalanya. Salah satu korban bully itu memiliki sifat berbanding...