Part. 23 | 40DWW 🪄

55 6 0
                                    

Lena mendelik saat melihat seseorang dengan motor sport berwarna hitam putih itu turun. Bahkan gadis itu hingga menepuk pipi kirinya cukup keras. Jika ini semua hanya mimpi. Cho membuka kaca helmnya memperlihatkan senyuman manis di sana.

"Lena, kenapa diem aja? Ayo," ajak Cho memberikan helm pada Lena. "Cho, agak aneh, ya?"

Lena menggeleng cepat, dengan sorot mata yang tertuju pada temannya itu. Oh, sungguh Cho terlihat sangat berbeda, dia sangat keren. "Cho, sejak kapan lo punya motor?"

"Ini hadiah dari Princess," jawab Cho sontak membuat raut wajah Lena mendadak datar. "Bagus, kan Len?"

Lena buru-buru memakai helm itu, kemudian menaiki motor itu. "Iya, bagus."

Cho menyalakan mesin motor dan melajukan motor itu dengan kecepatan sedang. Lena pun memeluk pinggang Cho, laki-laki itu malah melepaskan tangan Lena. "Lo nggak takut, kalo gue jatuh, Cho?"

"Cho, bawa motornya pelan, kok."

Namun, Lena kembali memeluk Cho. "Gue takut jatuh, nggak apa-apa, kan Cho?"

"Hm ... nggak apa-apa."

Entah, rasanya Cho kurang nyaman saat Lena memeluknya. Padahal saat Neza yang melakukan hal yang sama, Cho tidak merasa seperti ini.

"Cho," panggil Lena. "Keluarga Neza itu sekaya apa? Sampe kasi Cho hadiah motor gede gini."

"Hm, Cho nggak tau sekaya apa. Kayanya lebih dari Ayah Cho."

"Bentar, kok gue nggak tau, Cho bisa bawa motor?"

"Sebenarnya Cho udah lama bisanya. Karna sering antar Bibi ke pasar, tapi nggak dibolehin Ayah."

"Oh, tapi sekarang udah dibolehin sama Ayahnya Cho?"

"Belum, Cho belum kasi tau."

"Kalo Cho bawa motor ke sekolah pasti bakal banyak yang suka sama Cho."

"Cho mesti izin sama Princess dulu."

"Ini buat lo kan, Cho? Kenapa mesti izin? Dia nggak ikhlas banget."

"Karena ini hadiah dari Princess."

"Cho, bisa nggak, depan gue lo jangan panggil Neza pake Princess? Gue nggak suka."

"Maaf, Lena."

"Nggak apa-apa."

Dari jarak yang cukup jauh, Rion bersama Neza mengikuti Cho dan Lena. Lelaki itu sudah mengikuti dari rumah Cho. Entah apa lagi yang direncanakan Neza. Rion yang sudah senang karena di ajak jalan oleh Neza, malah harus jadi penguntit sekarang. Padahal Rion sudah memimpikan makan malam yang romantis dengan gadis yang tengah diboncengnya ini.

"Richelle, mesti banget kita ngikutin mereka?" tanya Rion seraya melirik pada spion yang memperlihatkan Neza tengah memperhatikan tiap gerak-gerik Lena. "Lo udah kaya orang jahat gini? Gue ngeri, dikira begal."

Lihat saja Neza sudah pakai hitam-hitam dari ujung kaki sampai helm. Bahkan gadis itu memakai sarung tangan hitam. "Sssttt ... Diem. Ikut aja."

"Terus kita jalannya gimana?"

Neza memukul pelan pundak Rion. "Nanti lo bisa minta bayaran apapun."

Senyuman terbit dari bibir Rion. "Beneran lo? Kalo gue minta kita pacaran berarti bisa, ya?"

Gadis itu mencubit pinggang Rion, hingga lelaki itu meringis sakit. "Nggak, itu nggak termasuk."

"Lho, katanya apapun? Kan lo nggak bilang ada yang terkecuali."

40 Days With WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang