Neza terus menelepon Rion, namun tidak dijawab juga. Lelaki itu kabur dari rumah dan hampir tengah malam Rion belum juga pulang. Arda memintanya untuk membantu cari Rion. Seraya menoleh kiri kanan mencari keberadaan Rion, Neza masih setia menempelkan ponsel di sebelah telinganya.
Sorotan matanya terhenti melihat seseorang terduduk di pinggir jalan sambil menundukkan kepalanya. Neza menghampiri lelaki itu, kemudian terduduk di sebelahnya. Terdengar samar-samar suara isak tangis.
"Bocah! Lo ngapain di pinggir jalan?" tanya Neza sontak membuat Lelaki itu mengangkat sedikit kepalanya. "Lo nangis? Muka lo merah gitu. Siapa yang buat lo nangis?"
Rion menengadah menampilkan senyuman miring. "Richelle, gue pikir lo nggak bakal datang. Gue nggak tau harus telpon siapa lagi."
"Kita duduk di sana aja."
Neza mengajak Rion untuk menuju kursi di dekat taman itu. Namun, saat itu juga Rion menarik tangan Neza dan memeluknya. Lelaki itu menangis di bahu Neza sembari memeluk pinggang ramping Neza.
"Rion ...." tutur Neza terhenti saat mendengar isakan tangis Rion. Gadis itu mengusap kepala dan punggung lelaki itu.
Neza benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi hingga Rion yang katanya paling kuat karena jago berantem malah tiba-tiba menangis seperti ini. Entahlah, Neza merasa cukup kasian. Rion dan Cho sama-sama membuatnya kesal karena tangisan mereka.
"Lo sama kaya sapi. Nangisnya," tutur Neza setelah beberapa menit mereka terdiam. "Apa lo karna dipukulin juga?"
Rion masih menangis dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Neza. "Kalo sama, sini gue obatin. Mumpung gue lagi baik."
Rion mengangkat kepalanya dan terlihat wajahnya memerah dengan air mata yang terus mengalir. "Hati gue yang sakit, apa lo bisa obatin?"
Kalau soal perasaan tentu Neza tidak bisa menyembuhkan. Walaupun dihipnotis pun akan tetap kembali seperti semula. Neza menggeleng "Mendingan kita duduk dulu." Neza menarik tangan Rion untuk duduk di kursi panjang dekat taman.
Rion meletakkan kepalanya di bahu Neza. "Apa gue harus hidup begini terus? Gue nggak bisa. Apa gue mati aja?"
"Lo pikir mati bisa selesaiin masalah? Gue masih butuh lo, matinya nanti aja," balas Neza membuat Rion sedikit senang.
"Gue benci di rumah. Rumah yang katanya tempat paling aman, tapi kenapa rasanya sesak? Gue mau ketemu Mama," tutur Rion menutupi wajahnya yang kembali menangis.
Neza mengusap pelan rambut Rion. "Gue nggak bisa jawab. Tapi, gue ngerti perasaan lo. Kadang yang menurut kita paling aman, sebenarnya itu yang paling berbahaya."
"Gue nggak suka dibanding sama Abang gue. Padahal dia bukan kandung, tapi selalu dia nomor satu," lanjut Rion mulai kesal saat mengingat kejadian tadi. Sungguh membuat Rion muak. "Gue juga anaknya, tapi gue diperlakukan bukan anak kandungnya."
Neza sejenak tertegun mendengar perkataan Rion tadi. Jika dipikir-pikir situasi yang dialami Rion sedikit mirip dengan Neza dan Ibunya. Ternyata manusia juga begitu, awalnya Neza pikir hanya Ibunya saja.
"Richelle, gue mesti gimana? Gue benci mereka," lanjut Rion seraya memandang wajah Neza dari samping. "Apa gue harus mati dulu? Baru Ayah gue peduli sama gue."
Neza melirik sekilas pada Rion. "Kesempatan hidup manusia cuma sekali. Inget bocah, semua masalah ada jalan keluarnya. Udah belum nangisnya? Malu dilihat orang."
Rion kembali terduduk tegap. "Sori Richelle, gue jadi curhat gini." Sembari menghapus air matanya.
Neza mengangguk kecil. Lalu bangkit berdiri. "Udah, kan? Sekarang pulang."
Rion menahan pergelangan tangan Neza. "Gue nginep sama lo, boleh nggak?" tanya Rion. Sontak Neza langsung menghempaskan tangan Rion. "Gue nggak mau pulang."
"Menurut lo gimana?" tanya Neza seraya menyilangkan tangan depan dada.
"Boleh."
"Nggak, sana pulang! Gue nggak mau nambah orang." Neza beranjak pergi.
Buru-buru Rion mengikuti Neza. "Richelle," mohon Rion mengikuti langkah Neza. "Richelle, gue mohon."
"Nggak, bocah!"
Tidak ingin berlama-lama Neza langsung berlari kecil menjauh dari Rion. Cepat-cepat Rion menuju pada motornya dan melajukan motornya mengikuti Neza.
***
Gadis itu menyilang tangan depan dada sambil memperhatikan tingkah lelaki yang tengah mengelilingi seisi kamarnya. Kemudian laki-laki itu terduduk di sisi ranjang milik Neza.
"Jadi, ini kamar calon pacar gue?" tanya Rion tersenyum tipis pada Neza. "Beda ya sama auranya. Ini cerah, kalo itu agak gelap."
Neza menatap Rion malas. "Kalo lo nggak diem, gue tendang lo keluar."
"Galak banget, cantik. BTW, kamar Cho di mana?" tanya Rion terduduk di sebelah Neza. "Lo berdua kan deket banget."
"Depan kamar ini. Mendingan lo di kamar Cho, di sana kasurnya lebih gede," ujar Neza.
"Nggak, ah. Mendingan gue tidur sama lo," balas Rion asal terkekeh geli.
"Lo masih kecil. Gue nggak tertarik tidur sama lo."
"Lo nggak inget waktu itu kita kissing? Padahal lo suka banget. Nggak mungkin lo nolak, kalo gue cium sekarang, ya kan?"
Neza bangkit berdiri. "Ck, terserah lo, deh."
"Walaupun gue sering ke bar, gue nggak pernah sampe having sex. Gue masih bersih, tau nggak? Lagian kan tidur aja, lo nggak percaya sama gue?" Rion menahan tangan Neza.
"Manusia itu suka lewatin batas. Gue nggak tertarik."
Rion terkekeh kecil. "Lo itu spesial buat gue, Richelle. Gue nggak akan berani rusakin lo karena lo berarti. Lo tau, tingkat rasa sayang gue meningkat terus tiap detiknya." Lelaki itu meraih kedua tangan Neza seraya sedikit menengadah.
"Seharusnya lo nggak boleh suka sama gue."
"Awalnya gue emang tertarik karena fisik lo yang menurut gue beda dari cewe lain. Tapi, setelah gue kenal lo, gue tertarik sama sifat lo. Lo itu baik dengan cara lo sendiri. Kalo gue Cho, gue bener-bener bersyukur punya sepupu kaya lo. Bahkan, lo buat gue berubah jadi lebih baik," tutur Rion lembut.
"Lo nyatain perasaan lo sama gue sekarang?"
"Ya, gitulah. Lo mau nggak jadi pacar gue?"
Tanpa diketahui seseorang tengah mendengar percakapan mereka karena pintunya tidak tertutup dengan rapat.
***
Waktu sudah lewat tengah malam. Neza berbaring di kasur dan Rion di bawah. Karena Neza tidak bisa tidur dia memutuskan untuk keluar. Neza menyuruh Rion di kasur dan ia beranjak ke ruang tengah.
Setelah itu Neza ditelepon Arda karena Kevin khawatir dengan keadaan Rion. Kevin mengatakan kalau Rion ditanya Leo-kakak Rion. Cukup lama Neza dan Arda berbincang tentang masalah yang dialami Rion.
"Sialan, bisa-bisanya gue ngurus dua manusia sekaligus. Sejujurnya Rion nggak terlalu penting, tapi gue yakin dia bakal dibutuhin suatu saat," ujar Neza kemudian meletakkan ponselnya di atas meja.
Mendengar suara hentakan kaki dari belakang, sontak Neza menoleh. Ternyata Cho turun menuju dapur.
"Sapi, lo mau makan atau minum sesuatu? Mau gue buatin?" tawar Neza ramah.
"Cho, bisa sendiri," tolak Cho tanpa melihat ke arah Neza. Langsung melesat ke dapur.
Neza bangkit berdiri dan mengikuti Cho ke dapur. "Lo mau minum susu? Gue buatin aja. Lo kan masih sakit."
"Nggak usah. Cho sendiri aja." Cho mengambil gelas.
"Sapi, gue aja." Neza langsung mengambil kotak susu dari dalam kulkas. "Sini, gelas."
Cho yang hendak memberikan gelas pada Neza, malah terjatuh dan pecah berantakan. Tidak sengaja beling itu mengenai kaki Neza, namun gadis itu tidak merasakan apapun.
"Cho, nggak sengaja Prin. Maaf." Baru saja Cho hendak membereskan pecahan gelas. Neza menarik tangan Cho.
"Jangan. Biar gue aja, lo duduk di sana."
"Cho, aja Kak."
"Sapi, diem. Lo luka, gue juga."
Cho terdiam, lalu berdiri sedikit menjauh. Neza mulai merendahkan tubuhnya untuk mengambil beberapa pecahan itu, sampai tangan terluka dan banyak darah mengalir.
Cho yang melihat itu langsung mendekati Neza dan menarik tangan Neza. "Prin, lepas dulu. Tangan berdarah begini. Cho obatin dulu."
"Nggak sakit, sapi. Nggak apa-apa, kok."
"Jangan, Princess. Nanti infeksi gimana?" Cho langsung menarik tangan Neza menuju wastafel di situ dan menyalakan kran. "Prin, tunggu di sini. Cho ambil kotak obat."
Neza mengangguk kecil. Setelah Cho beranjak pergi, buru-buru Neza menggunakan sihirnya. Neza membersihkan pecahan kecil dan membuang ke dalam tempat sampah di dekat sana. Cho berlari kecil mendekati Neza.
Cho menarik tangan Neza pelan, memintanya untuk terduduk di kursi meja makan. "Pasti perih ya, Prin? Maaf, Cho bener-bener nggak sengaja."
Neza menepuk pelan puncak kepala Cho dengan senyuman manisnya merekah. "Tenang aja, Jerrico sayang. Ini nggak sakit sama sekali. Tapi, lo nggak ada luka atau kena beling, kan?"
Sejenak Cho terdiam mendengar perkataan Neza tadi. Sungguh yang memanggilnya sayang hanya Bunda dan sekarang Neza pun memanggilnya begitu. Cho bingung dengan perasaannya pada Neza, apakah hanya sekedar rasa sayang antar saudara atau lebih dari itu.
"Kenapa ada yang sakit?" tanya Neza lagi seraya menunduk melihat keadaan kaki Cho. "Mana?"
"Cho, nggak luka sama sekali. Tapi, Princess yang luka." Cho menunjuk pada kaki Neza. "Kakinya angkat sedikit nggak apa-apa ya, Prin?"
Neza mengangkat kakinya dan meletakkan di atas paha Cho. Lelaki itu mulai mengobati luka di sana, menyemprot dengan cairan agar tidak infeksi. Setelah itu diberi salep dan terakhir diplester.
"Udah selesai, Prin."
"Thank you, sapi." Neza menurunkan kakinya. Kemudian kembali berdiri. "Lo mau minum susu, kan?"
"Cho, aja. Kaki Princess kan masih sakit," tolak Cho mengikuti Neza yang sekarang tengah menuangkan susu ke gelas. "Cho ngerepotin Prin terus. Padahal Prin lagi sakit."
"Kata siapa gue direpotin? Kalo lo seneng, gue juga sama. Lagian gue beneran, nggak apa-apa, sapi." Neza memasukkan kembali kotak susu itu ke dalam kulkas. "Kalo udah selesai minum. Langsung tidur."
"Prin, mau ke mana?" Cho menahan pergelangan tangan Neza saat hendak pergi.
"Tidur, Cho. Cepetan minum, abis itu masuk kamar."
"Prin, tunggu."
"Kenapa?"
"Cho, tau Kak Rion ada di kamar Prin. Jangan tidur berdua. Princess, tidur sama Cho aja."
Mendengar itu rasanya Neza ingin tertawa. Padahal Neza dan Rion tidja tidur seranjang. Apakah sekarang Cho sedang cemburu dengannya? Melihat Cho berbicara malu-malu begitu, membuat Neza gemas.
"Kenapa gue harus tidur bareng, Cho?" tanya Neza mendekati Cho.
"Wa-waktu itu ... Prin ngajak tidur bareng, kan? Ya udah, sekarang aja."
"Kapan?"
"Waktu pas Prin-"
"Waktu itu pas mabuk? Apa yang gue bilang nggak bener. Jangan lo anggap serius ya, sapi. Lagian cewe cowo nggak boleh sekamar."
"Cho, nggak mau Prin satu kamar sama Kak Rion. Kenapa Prin mau tidur sekamar sama Kak Rion yang bukan siapa-siapa?"
"Kenapa? Lo takut gue diapa-apain? Dia itu udah kaya ade gue. Tenang, Cho. Gua nggak akan diapa-apain." Neza pun menepuk pelan puncak kepala Cho dan melangkah pergi.
"Nerezza!" panggil Cho tiba-tiba sontak Neza menoleh.
Sungguh ini kali pertama Cho memanggil namanya. Sejak itu detak jantung Neza berdebar kencang. Neza mengerjap seraya menyentuh dadanya merasakan debaran ini.
Laki-laki itu berlari kecil dan langsung memeluk pinggang ramping Neza begitu erat. Sungguh Neza belum pernah merasakan seperti ini. Apakah ini benar-benar yang dinamakan jatuh hati. Pelukan hangat Cho sangat berbeda dan rasanya nyaman.
"Cho, mau dekat terus sama Princess."
Neza terdiam tidak bisa mengatakan apapun.
"Kalo kita bukan sepupu? Apa Princess mau pacaran sama Cho? Cho, bingung sama perasaan Cho sekarang. Cho, nggak tau ini rasa sayang karna kita saudara atau lebih. Cho mau deket sama Prin, biar Cho bisa tau perasaan apa ini."
Neza sedikit tersentak dengan penuturan Cho barusan. Ternyata apa yang dirasakan Cho sama dengan apa yang Neza rasakan. Mereka merasakan sesuatu yang sangat membingungkan.
"Kalo boleh jujur, Cho suka dipeluk Princess. Walaupun Prin omelin Cho, itu juga Cho suka." Cho menengadah menatap wajah Neza tersenyum manis. "Prin, selalu cantik."
Sungguh aneh, mendadak pipi Neza terasa panas. Tidak mungkin dirinya malu dengan manusia seperti Cho. Sungguh membuatnya malu dipuji Cho begini."Sapi, lo masih terlalu muda buat pacaran. Pikir masa depan lo, bukan pacaran. Dan jangan suka sama gue."
Cho melepaskan pelukannya. "Jadi, itu alasan Prin sama Kak Rion pacaran? Karena umurnya. Apa Prin suka sama cowo lebih tua?"
"Nggak. Mendingan sekarang lo balik ke kamar."
"Prin tidur di kamar Cho aja, plis."
"Iya-iya. Lo abisin susunya dulu, baru ke kamar."
Tbc.
Vote, komen dan share cerita ini yaa (。•̀ᴗ-)✧
See you next part (人 •͈ᴗ•͈)
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days With Witch
Teen Fiction~ Teenfict, fantasy, drama ~ Neza terpaksa mengikuti perintah sang Ibu menyamar menjadi manusia selama 40 hari demi menyelamatkan Ayahnya yang sekarat. Pertemuannya dengan Cho merubah segalanya. Salah satu korban bully itu memiliki sifat berbanding...