Bel pulang sekolah berdering nyaring seperti biasa. Disambut dengan helaan napas setelah belajar hingga sore hari, namun ada juga yang bersorak gembira karena ingin cepat pulang dan bisa main. Berbeda dengan laki-laki berambut mangkuk itu masih sibuk mencatat materi pelajaran akhir itu.
"Kak Prin, bentar lagi ya Kak. Udah mau selesai, kok," ujar Cho sembari mencatat.
Neza yang terduduk di atas meja itu, memutar bola matanya. Sungguh hari pertama yang cukup melelahkan. Belajar dari pagi sampai sore, belum lagi istirahat hanya sebentar walaupun dua kali. Ah, sungguh membuatnya kelelahan, untunglah Neza tidak sekolah seperti manusia ini.
"Ck, lo udah ngomong gitu lima kali. Kayanya tuh guru mesti dikasi pelajaran biar nggak ngasih catatan seenak jidat. Lo ada buku kan, kenapa mesti catat sih?!" balas Neza sedikit kesal. "Ribet."
"Pelajaran apa Kak Prin?"
"Hah? Maksud lo?"
Cho berhenti menulis dan menoleh pada Neza. "Tadi kata Kak Prin, gurunya mau dikasi pelajaran? Bukannya Guru yang kasi pelajaran, Kak?"
Neza langsung turun dari meja. "Sapi, lo suka bikin orang kesel ya?! Maksud gue gurunya ditegur kek atau diapain kek."
Laki-laki itu hanya mengangguk kecil, kembali melanjutkan menulis itu. "Ini udah terakhir, Kak Prin."
"Terserah, deh."
Baru saja Neza ingin ke luar kelas. Seorang gadis dengan kepang dua itu datang dan langsung melewatinya.
"Chocho," panggil Lena.
"Ck, dia masih berani ke sini? Dasar manusia," tutur Neza pelan kemudian menunggu Cho di depan kelas, sembari melihat beberapa siswa tengah bermain voli.
Neza bersandar pada dinding pendek itu, seraya melihat pemandangan matahari yang sangat terlihat sangat orange. Gadis cukup kagum dengan kehidupan manusia, mereka bisa melihat matahari sangat cantik. Berbeda dengan di dunia penyihir tidak ada matahari hanya cahaya putih dari bulan.
Sejujurnya Neza cukup tertarik menjadi manusia. Namun, manusia sangat lemah dan mereka sangat mudah tergoda juga jahat. Walaupun penyihir jahat, tapi menurut Neza manusia lebih jahat. Berdasarkan pengalamannya membunuh beberapa manusia hanya karena keuntungan satu pihak, bahkan tidak memandang keluarga. Sungguh mengerikan.
"Untunglah gue cuma punya darah manusia setengah," batin Neza.
"Neza, lo nggak mau pulang?" tanya Lena. "Ayo."
"Ya," jawab Neza singkat.
Lena dan Cho berjalan beriringan sembari mengobrol santai seperti yang mereka lakukan setiap harinya. Neza mengikuti mereka dari belakang seperti bodyguard dua anak kecil.
Setelah menuruni anak tangga yang cukup banyak dari lantai dua. Mereka bertiga melangkah melewati koridor deretan ruang guru dan ruang BK. Tanpa di sadari terdengar suara teriakan seseorang mengarah padanya.
Bola voli mengarah pada Cho begitu cepat dan kencang. Saat itu juga, gadis itu langsung menangkisnya begitu cepat, bahkan beberapa murid di sana langsung terkagum melihat pukulannya yang sangat bagus.
"Astaga, Cho-" tanya Lena terpotong.
Namun, Cho malah berbalik pada Neza dengan raut wajah khawatir.
"Kak Prin," panggil Cho berbalik diikuti dengan Lena di belakangnya. "Kak Princess, nggak apa-apa, Kak?"
Lena yang mendengar kata princess itu terkejut. Bagaimana bisa Cho memanggil sepupunya itu princess, apa karena murid baru itu sangat cantik? Lena benar-benar kesal sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days With Witch
Teen Fiction~ Teenfict, fantasy, drama ~ Neza terpaksa mengikuti perintah sang Ibu menyamar menjadi manusia selama 40 hari demi menyelamatkan Ayahnya yang sekarat. Pertemuannya dengan Cho merubah segalanya. Salah satu korban bully itu memiliki sifat berbanding...