Part. 22 | 40DWW 🪄

50 6 0
                                    

"Gue nggak apa-apa, cantik," tutur Rion kesekian kalinya.

Padahal dalam perjalanan ke UKS tadi lelaki itu sudah mengatakan bahwa ia tidak terluka sedikit pun. Bukannya seharusnya Dika yang diobati. Neza ini makin hari, makin membuatnya suka.

"Seharusnya tuh si Dika bangsat, yang diobati, kenapa gue?" lanjut Rion.

"Duduk," perintah Neza. Namun, lelaki itu malah terdiam tampak bingung. "Kenapa?"

"Lo segitu khawatirnya sama gue?" goda Rion. "Khawatir calon pacarnya kenapa-napa ya?"

Neza menarik mendorong tubuh Rion agar terduduk di bangkar. Lelaki itu terkejut dan tidak sengaja menarik tangan Neza hingga gadis itu hampir menindih tubuhnya. Mereka saling bertatapan beberapa detik, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Beberapa detik setelah itu, Neza hendak bangun, namun Rion malah menarik pinggang Neza.

"Lepas!"

"Gue mau coba ini lagi, boleh?" tanya Rion seraya mengusap pelan bibir Neza. "Yang waktu itu sempet berhenti."

"Lo tau, mabuk nggak?"

"Gue lebih suka lo mabuk. Lo keliatan menggemaskan."

Neza menarik tangan Rion dan terikat di pinggangnya. Sungguh rasanya Neza ingin memakai sihirnya untuk menutup mulut bocah di hadapannya ini.

"Setelah lo jadi pacar gue dan lo bisa baik sama sepupu gue."

Rion terduduk. "Ck, ya udah. Kita pacaran sekarang aja."

Bhak.

"Sakit," ringis Rion mengusap lengannya. "Bercanda, Richelle cantik."

Neza menarik sebelah tangan Rion, menggulung hoddie itu. Terlihat beberapa memar, gadis itu melirik lelaki itu. "Lo hobi berantem?"

Buru-buru Rion menutupi kembali dengan hoddie. "Ya, namanya juga laki. Itung-itung latihan buat jagain cewe gue."

"Lo sama kaya Cho. Kenapa bully dia? Lo nggak kasian sama dia?"

"Gue butuh pelampiasan."

Neza menekan bagian memar kencang hingga Rion mengaduh kesakitan. "Sakit? Rasanya dibully lebih dari ini."

"Akh, l-lepas."

Neza melepaskan genggamannya itu. "Cho juga sering dipukulin si Putra. Tapi, dia nggak lampasin ke orang lain."

"Maaf."

"Telat, tapi gue terima maaf lo."

"Gue bakal minta maaf sama Cho."

Neza kembali menarik tangan Rion dan menggulung kembali bagian lengan hoddie itu. "Tutup mata lo."

"Kenapa mesti tutup mata?"

"Lo mau ikutin apa gue bikin tambah memar?" perintah Neza membuat Rion tidak bisa menolak.

"O-oke, bentar."

"Lama." Sontak Neza menutup mata Rion dengan telapak tangannya dan tangan sebelahnya lagi mengeluarkan sihir untuk menyembuhkan memar itu. "Berenti berantem nggak jelas."

Rion tersenyum tipis menanggapi perkataan Neza barusan. "Lo khawatir sama gue? Gue jadi makin suka."

"Ck, terserah lo." Setelah selesai Neza mengambil perban dan membalut bagian memar itu agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Udah."

"Thanks ya," ujar Rion.

"Lain kali lo nggak perlu bantu gue. Nggak ada yang bisa bunuh gue," tutur Neza sebelum beranjak pergi keluar UKS.

40 Days With WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang