Entah sudah berapa kali Cho terus menelan ludah. Sungguh ia takut sekarang, suasana terasa hening tidak ada satu kata pun keluar dari bibir pria paruh baya ataupun wanita berpakaian seksi di sebelah kanannya.
Terdengar suara dentingan sendok menggelegar hingga membuat Cho dan Ibu tirinya terkejut. Ayahnya sudah menampilkan wajah marah, refleks Cho menunduk. Seraya memainkan jari jemarinya.
"Kenapa kamu kabur?!" Suara pria paruh baya itu terdengar dingin.
"Ayah..." ujar Cho pelan pelan-pelan mengangkat wajahnya.
"Buat apa kamu pergi mencari wanita murahan itu?!" teriak Putra dengan nada lebih tinggi.
"Ayah ... Cho-"
"Lebih baik kamu hukum lagi, sayang. Anak bodoh ini, nggak akan kapok," sahut Angela yang sibuk makan seraya melirik sekilas.
Mendengar hal itu Cho langsung berlutut di hadapan sang Ayah. Seraya menggosok telapak tangannya. Memohon ampun.
"A-ayah, Cho mohon. Ja-jangan pukul lagi, sakit, Yah."
Putra melayangkan tangannya, menampa pipi Cho begitu kencang. Hingga laki-laki itu terduduk.
"Jangan buat Ayah marah, Cho!"
Cho meringis kesakitan. Perlahan Cho mencoba berdiri. "Cho cuma mau ketemu Bunda. Ayah janji mau temuin Bunda sama Cho tapi sampai sekarang enggak."
"Cho!"
Bunyi tamparan kedua lebih kencang, hingga terasa sangat panas dan sedikit perih.
"A-ayah ... sakit."
"Anak bodoh!" hardik Putra sebelum meninggalkan Cho yang masih tersungkur di lantai.
Angela hanya memandangi sejenak dengan senyuman miring yang ia tunjukan.
"Anak bodoh. Apa yang kamu harapkan dari Winda? Kamu udah dikasi sekolah bagus, makanan enak. Masih kurang apa? Bodoh!"
"Ibu-"
"Ck, saya nggak mau punya anak bodoh seperti kamu. Jangan panggil Ibu, kalau nggak ada Putra. Ingat itu," tutur Angela dan berlalu meninggalkan Cho sendiri.
"Ibu ... Ayah." Cho hanya bisa melihat suara hentak sepatu hak tinggi itu, semakin menjauh. "Bunda, s-sakit."
Pengalaman indah yang terukir bersama sang Ibu, kini hanya mimpi untuk Cho dan kesakitan yang didapatkannya. Cho hanya ingin Bunda di sampingnya. Sungguh ini sangat menyakitkan.
Cho terus ditekan untuk menjadi seorang yang jenius. Ia bersekolah juga mengikut les hanya demi menyenangkan hati Ayah. Cho tidak pernah merasakan kebahagiaan, bahkan ia lupa perasaan seperti apa itu.
"Cho kangen Bunda, apa bunda nggak kangen Cho? Cho mau ketemu Bunda."
Perlahan genangan air tumpah membasahi pipi. Cepat-cepat Cho menghapus, sungguh sulit menahan rasa sakit untuk tidak menangis. Laki-laki itu membaringkan tubuhnya dan tertidur.
***
Neza memejamkan matanya, mulai fokus dengan buku tua berwarna coklat yang tidak terlihat tulisan apapun. Selama satu tahun Neza sudah berusaha untuk membuka kunci buku itu agar terlihat tulisan itu. Namun, usahanya belum membuahkan hasil.
Neza mengerahkan seluruh energi dalam tubuh sembari menyebutkan beberapa kalimat, ia mendorong pelan tangan ke arah buku itu. Tanpa ia sadari, Neza terlalu menyalurkan energi yang begitu besar. Hingga menyebabkan ledakan yang tidak bisa dihindari. Neza terpental menabrak tembok dan terjatuh. Seluruh barang dalam ruangan itu berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days With Witch
Teen Fiction~ Teenfict, fantasy, drama ~ Neza terpaksa mengikuti perintah sang Ibu menyamar menjadi manusia selama 40 hari demi menyelamatkan Ayahnya yang sekarat. Pertemuannya dengan Cho merubah segalanya. Salah satu korban bully itu memiliki sifat berbanding...