Sinar matahari menembus kaca jendela membuat Neza mulai terganggu. Gadis itu kembali menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Neza yang masih sangat mengantuk, tiba-tiba perutnya terasa mual. Buru-buru gadis itu loncat dari tempat tidur dan menuju kamar mandi.
Neza memuntahkan cairan di wastafel, lalu menyalakan kran air. Sungguh perutnya sangat mual. Padahal ia tidak pernah muntah seperti ini, kecuali jika ia terpaksa memuntahkan makanan manusia. Neza yang sibuk memegang rambutnya, tiba-tiba seseorang datang dan membantu memegang rambut panjangnya itu.
“Kak Prin, masih mual?” tanya Cho seraya memijit pelan tengkuk leher Neza. “Cho, udah bawain sarapan buat Kak Princess.”
“Jangan liat muka gue! Gue lagi jelek.”
Cho tersenyum tipis. “Iya, maaf, Kak Prin. Cho nggak liat.” Laki-laki itu langsung memalingkan wajahnya.
Huek.
Huek.
Setelah dirasa sudah tidak muntah, Neza mematikan kran air. “Udah, lepas.”
“Bentar Kak Prin.” Cho keluar kamar mandi itu mengambil sesuatu di atas meja belajar Neza.
Kemudian Cho datang kembali dengan karet rambut di tangannya. “Cho, ikatin ya.”
Tanpa menjawab pertanyaan Cho, Neza mengangguk kecil. Dengan hati-hati Cho menangkup seluruh helai rambut Neza, merapikan sedikit. Kemudian mengikatnya dua kali.
“Udah, ayo sarapan. Kak Prin, aku bantu jalan ya,” ucap Cho hendak memegang lengan Neza. Dengan cepat Neza menepis tangan Cho.
“Gue bisa sendiri, minggir!” balas Neza keluar kamar mandi menuju ranjangnya.
Gadis itu naik ranjang dan kembali merebahkan tubuhnya. Cho menarik kursi di sebelah tempat tidur dan terduduk di sana.
“Sarapan dulu, Kak Prin.”
“Gue nggak lapar. Lo udah sarapan?”
“Cho, udah dari tadi Kak Prin. Sekarang udah jam sepuluh. Tadi Cho mau bangunin, tapi liat Kak Prin capek banget. Akhirnya Cho nunggu Kak Prin bangun aja.”
“Gue mau istirahat. Lo keluar sekarang, bawa sama tuh makanan.” Lalu berbalik membelakangi Cho.
Cho menghela napas panjang, sembari memperhatikan punggung Neza. Sebenarnya setelah kejadian semalam, Cho ingin menjaga jarak dengan sepupunya ini. Tapi, perasaan khawatirnya mengalahkan niatnya itu. Sungguh Cho sangat khawatir pada Neza. Apalagi sejak semalam Neza tidak makan sama sekali.
Laki-laki itu bangkit dari tempat duduk itu, kemudian terduduk di sisi ranjang. Cho menepuk pundak Neza pelan. “Semalam Kak Prin nggak makan. Pulang juga nggak makan, kalo nggak sarapan nanti sakit.”
Perlahan Neza berbalik menatap Cho sejenak. Neza merasa kalau selama ini dia salah menilai manusia. Cho sangat berbeda dengan laki-laki yang pernah Neza temui.
Kemudian Cho membantu Neza duduk, dia mengambil bantal besar di sebelah Neza. Lalu diletakkan di punggung Neza untuk bersandar.
“Thanks,” tutur Neza tanpa melihat Cho.
Cho tersenyum tipis. Lalu meraih piring berisi dua potong roti isi. Laki-laki itu menyuapi Neza.
“Gue bukan anak kecil,” ujar Neza. “Gue nggak—“
Mendadak ucapan Neza terhenti saat Cho mendekati wajahnya. Laki-laki itu menarik selimut agar menutupi bagian dadanya. Walaupun Cho lugu, ia tahu memperlakukan perempuan. Bundanya selalu mengatakan untuk menjaga perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days With Witch
Teen Fiction~ Teenfict, fantasy, drama ~ Neza terpaksa mengikuti perintah sang Ibu menyamar menjadi manusia selama 40 hari demi menyelamatkan Ayahnya yang sekarat. Pertemuannya dengan Cho merubah segalanya. Salah satu korban bully itu memiliki sifat berbanding...