Part. 24 | 40DWW 🪄

33 7 0
                                    

Dua lelaki itu saling melempar tatapan, kala melihat dua gadis yang tengah memakan ice cream sambil terduduk membelakangi satu sama lain. Padahal malam ini cukup dingin, karena dua gadis di hadapan Cho dan Rion. Suasana di sini terasa sedikit panas.

"Kak Rion, mereka kapan baikannya?" tanya Cho menoleh pada Rion yang berada di sebelahnya. "Mereka makan es krim sampe banyak gitu. Otaknya nggak dingin juga."

Rion tidak sadar kalau Neza sudah menghabiskan lima cone ice cream rasa matcha. Padahal awalnya gadis itu menolak. "Nggak sadar gue." Rion terkekeh kecil.

"Kak Rion, apa kita bantuin sesuatu aja?" tanya Cho sambil berpikir mencari solusi untuk dua gadis itu.

"Paling bentar lagi. Lo tau kan, cewe gimana? Nanti juga baik lagi," balas Rion santai kemudian berdiri sebelah Neza. "Richelle, mau es krim lagi?"

"Nggak," jawab Neza singkat. Disambut Rion yang mengangguk kecil dengan senyuman tipis.

Neza itu membuat Rion gemas. Kalau mode biasa Neza terlihat galak, namun jika sedang mabuk dan kesal. Dia malah terlihat menggemaskan. Rasanya Rion ingin sekali mencubit pipinya.

Sorot mata Neza langsung merubah arah pada dua orang di sebelahnya. Cho dan Lena. Gadis itu benar-benar membuatnya geram. Dia berbohong pada Cho, tapi lelaki itu malah tidak bereaksi apapun. Marah sedikitpun tidak ada.

"Berdiri lo!" perintah Neza yang memecahkan keheningan diantara dua pasangan itu. "Cepet!"

"Apa, sih? Gue duduk duluan!" balas Lena kesal. "Dasar gila!"

"Sepupu gue mau duduk." Neza bangkit berdiri dan menarik tangan Cho. Kemudian terduduk di tempat Neza. "Duduk sini."

Lena menarik lengan Cho agar duduk mendekatinya. "Gue masih mau cerita, Cho."

"Lepas tangan lo!" omel Neza.

Rion yang sedari tadi di sebelah Neza hanya menggeleng kecil sambil memperhatikan tingkah adik kelasnya itu.

"Bodo amat," umpat Lena sambil menjulurkan lidahnya. Kemudian kembali menarik tangan Cho.

"Yuk, duduk di sana," ajak Rion seraya merangkul pundak Neza. "Atau mau pulang?"

Neza yang masih makan es krim itu cepat-cepat menghabiskannya. Dengan wajah sedikit kesal, membuat Cho tidak enak hati. "Princess, nggak apa-apa?"

"Gue nggak-" ucapan Neza terpotong tiba-tiba oleh Rion.

"Lo panggil cewe gue apa? Princess? Lawak lo?" potong Rion kesal.

"Maaf, Kak Rion, tapi dari awal emang-" ujar Cho terpotong.

"Cho, bukannya gue udah bilang. Jangan pernah panggil begitu depan gue?" Lena menyahut dengan wajah yang kesal. "Emang nggak bisa panggil biasa aja?"

"Berenti panggil cewe gue pake Princess!" bentak Rion seraya menggenggam tangan Neza. "Panggil pake nama, kan bisa."

"Pokoknya gue nggak mau, Cho panggil panggil Princess ke Neza," sahut Lena sambil bangkit berdiri menunjuk ada Neza.

Cho hanya terdiam memperhatikan Lena yang kini membelakanginya. Rion juga sama.

"Lo berdua apaan, sih? Emang nggak boleh gue dipanggil gitu sama sepupu gue?" tanya Neza mulai kesal.

"Nggak."

"Nggak."

Rion dan Lena menjawab bersamaan.


"Ribet banget lo berdua!" omel Neza pada Rion dan Lena. Kemudian beralih pada Cho. "Ajak temen lo pulang."

Lalu Neza memukul pundak Rion. "Heh bocah! lo udah gede ngambek nggak jelas! Ayo pulang."

Rion mengusap lengannya. "Awh, sakit cantik."

Cho bangkit berdiri menarik tangan Lena. "Prin, hati-hati, ya."

"Awas ya lo!" ancam Rion kemudian tangannya ditarik Neza dan mereka beranjak pergi dari sana.

Sungguh Rion benar-benar kesal dibuat Cho. Padahal dirinya ingin mencoba berbuat baik pada sepupu dari calon pacarnya itu. Sejujurnya Rion begitu tidak bisa dibilang cemburu, hanya saja. Ia juga ingin punya nama panggilan.


Dari kejauhan Rion terus menatap ke arah Cho yang tengah memberikan helm pada Lena. Dalam hati masing-masing saling melempar umpatan baik Rion dan Lena.

Sejak memasuki area parkiran motor, Rion tidak mengeluarkan satu kata apapun. Hingga Neza berinisiatif membuka pembicaraan.

"Lo kenapa?" tanya Neza membantu Rion memakai helmnya. Membuat lelaki itu terdiam menatap gadis dihadapannya itu. "Sama sepupu gue aja lo cemburu. Apalagi cowo lain."

"Gue juga mau ada panggilan sayang," tutur Rion sedikit manja. "Masa dia ada, gue nggak ada."

Neza menutup kaca helm Rion. "Ck, lo belum jadi pacar gue."

Seketika Rion cemberut. Sungguh membuatnya kesal. "Ayo, jadian, cantik." Kemudian membuka kaca helmnya. "Lo nggak mungkin nolak gue, kan?"

Neza memakai helm. "Jangan terlalu percaya diri, bocah. Lo belum jadi pacar gue, udah cemburu aja. Gimana nanti?"

"Gue? Nggak mungkin, gue cemburu sama sepupu lo itu."

"Gue banyak kenalan cowo di club. Lo beneran nggak cemburu nanti?"

Rion mengerjap. "Y-ya, nggak lah. Lagian lo bakal jadi pacar gue nanti."

Neza tersenyum tipis. "Iya, terserah. Ayo pulang."

Rion terdiam sebentar. Lalu menaiki motornya. "Iya, gue cemburu."

Neza yang berada di sebelahnya terkekeh kecil. "Ck, gue tau. Lo ngapain cemburu sama Cho?"

"Ya, gue agak iri aja, dia deket sama lo terus. Pake embel-embel princess segala."

"Gue tinggal bareng sama dia. Ya, deket terus, dong."

"Kalo gitu, kita tinggal bareng aja," jawab Rion asal membuat Neza kembali memukul lengannya dan kali ini cukup kencang. "Sakit, cantik."

Neza pun naik dan terduduk memeluk Rion dari belakang. "Ayo, cepetan. Mendung mau ujan. Lo mau sakit?"

Rion menarik tangan Neza agar lebih deket dengannya. "Kalo gitu, gue terima, deh. Bebas, Cho mau panggil cewe gue pake Princess atau apalah."

Manusia satu ini memang membuat Neza jengkel. Kadang dia baik, kadang membuatnya naik darah. Umur saja lebih tua dari Cho, aslinya sama saja dengan Cho. Dasar bocah!


***


Malam ini terasa lebih sejuk, angin yang menerpa helm keduanya cukup kencang. Ditambah beberapa tetes hujan yang mulai berjatuhan. Selama perjalanan Neza jadi memikirkan beberapa hal. Ia rasa ada bagian dirinya yang berubah semenjak dekat dengan Cho.

Bahkan Neza bingung apakah perasaan ini normal. Neza tahu tugasnya adalah menjaga Cho dan mewujudkan harapan Cho. Namun, rasanya saat Cho berdekatan dengan gadis lain, Neza merasakan ada sesuatu yang membuatnya kesal.

Apakah ia mulai menyukai Cho?

Neza sangat anti dengan namanya cinta atau kasih sayang. Ia sangat membenci hal itu. Entah akan menjadi seperti apa nantinya. Apakah hal seperti itu diperlukan atau tidak.

Rion melirik spion terlihat Neza yang bersandar di belakangnya. Senyuman terbit di balik helmnya full face itu. Gadis bernama Neza ini benar-benar membuat Rion semakin suka di tiap detiknya. Lelaki itu harap Neza bisa selalu bersamanya nanti.

"Udah sampai, cantik," ujar Rion perlahan menghentikan laju motornya tepat di depan pintu. "Tidur nyenyak banget."

"Thanks, ya," jawab Neza menuruni motor seraya memberikan helm. "Lo bawa jas ujan, nggak?"

"Lupa gue."

"Ck, dasar bocah! Kalo lo mati nanti gue ditanyain."

Rion terkekeh kecil. "Gampang, nanti gue beli aja."

"Bagus. Udah sana pulang."

"Bentar cantik, ada yang lupa."

"Apa?"

"Hati gue, kelupaan lo bawa."

Neza menatap datar lelaki di depannya itu. "Bocah, mending lo balik."

Lelaki itu tertawa kecil, lalu menggaruk tengkuknya. Baru kali ini Rion menggombal tapi gadis itu malah memasang muka malas. Neza ini memang beda.

"Lo emang beda dari yang lain. Coba kalo cewe lagi, udah pada salting."

"Thanks. Sekarang lo pulang. Pulang ke rumah. Jangan nyusahin orang!"

Rion terkekeh geli. "Iya-iya, cantik." Lelaki itu pun menyalakan mesin motor. "Bye, cantik."

Padahal niat hati Rion akan pernah ke club bersama beberapa temannya. Tapi, karena Neza mengatakan itu Rion akan pulang walaupun di rumah sepi.

"Thanks, Richelle."

Tidak berniat membalas, gadis itu langsung beranjak pergi. Berbeda dengan Rion yang masih setia terdiam di sana. Setelah beberapa saat, lelaki itu pun pergi.

Neza melewati ruang tengah, tanpa memedulikan Angel yang memanggil namanya. Gadis itu pergi ke kamarnya dan membanting dirinya di kasur. Ia memegang kalung, memeriksa keadaan Cho.

"Bunganya sama sekali belum ada yang berubah? Apa gue lakuin kesalahan?" tutur Neza pada dirinya sendiri.

Seraya menatap langit-langit kamar, Neza menghela napas panjang. "Gue harap, bisa cepat selesai. Gue nggak mau sampai Ayah kenapa-napa." Neza memejamkan matanya perlahan, berusaha menenangkan pikirannya.

Tiba-tiba kalungnya terasa sangat panas. Sontak Neza terbangun duduk memegang dadanya yang mulai terasa terbakar.

"Akh, Cho ... Lo kenapa lagi?"










Tbc.


Terima kasih yaa udah lanjut baca. Maaf banget karna part ini sedikit. (⁠人⁠ ⁠•͈⁠ᴗ⁠•͈⁠)

Vote, komen dan share cerita ini yaa (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

See u next part. (⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)


40 Days With WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang