Air hujan mulai bercampur dengan cairan merah. Tubuh lelaki itu seketika tumbang tepat dan menabrak tembok. Entah, sudah berapa kali Cho minta maaf pada lelaki itu. Tapi, tidak dipedulikan. Lelaki itu dengan topi dan masker itu merendahkan tubuhnya depan Cho sembari menarik jaketnya. Kemudian melayangkan bogeman keras.
Bhak.
Bhak.
Bhak.
"Bangsat!" teriak lelaki itu semakin menggila.
Setelah beberapa kali bogeman itu menghantam sebelah pipinya. Cho hanya bisa meringis kesakitan memegang perutnya. Akhirnya ia tumbang dan terjatuh ke tanah.
Lelaki itu tersenyum miring. Menarik rambut Cho ke samping. "Lo pikir, karna lo kaya. Lo bisa injak keluarga gue, hah?!"
Cho menengadah seraya menahan perih pada pipi dan ujung bibirnya. "A-apa yang keluarga Cho lakuin?" napas Cho tidak beraturan. "Cho bener-bener nggak tau."
Alih-alih menjawab pertanyaan polos Cho. Lelaki itu langsung mendorong kepala Cho hingga membuat Cho terkapar di sana. Lelaki itu mendecak kesal. Kemudian bangkit berdiri dan meletakkan kaki di depan dada Cho.
"Kepolosan lo ini, bikin gue muak, bangsat!" hardik lelaki itu menekan dada Cho begitu keras.
Akh.
"Kalo Ayah lo nggak mau tanggung jawab. Lo bakal mati, bila perlu seluruh keluarga lo mati! Gue nggak akan tinggal diam," lanjut lelaki itu sebelum menendang pinggang Cho.
Belum puas dengan melihat Cho sudah terkapar tidak berdaya. Lelaki itu meminta dua temannya untuk membantu Cho berdiri di hadapannya."Lo itu cupu, pengecut, tolol! Cuma bisa nangis doang. Pantesan lo butuh tuh cewe buat jagain lo!"
Cho menunduk menahan sakit di hampir sekujur tubuhnya. Jika dipikir-pikir perkataan orang ini ada benarnya. Cho mengangkat sedikit kepalanya perlahan. "Cho ... bisa lindungi dia," tutur Cho pelan.
Lelaki itu menangkup wajah Cho, memandangi wajah Cho sejenak. Kemudian tertawa terbahak-bahak. "Lo bisa apa? Bisa nangis iya."
Seketika Cho merapatkan mulutnya. Itu memang benar, tapi saat ini Cho sedang berusaha menjadi yang lebih baik. Dirinya juga diajarkan naik motor dan bela diri. Sehina itukah dirinya. Cho benar-benar merasa seperti beban.
Lelaki itu menarik sedikit maskernya ke bawah. "Ah, bangsat! Jujur gue muak liat muka lo. Lo emang cocok dibully. Kenapa gue baru tau, kalo lo anaknya? Apa gue bunuh lo aja sekarang?" ucap lelaki itu membuat Cho menelan ludah susah payah.
"Ap-apapun yang A-ayah Cho lakuin. Cho ... minta maaf."
"Lo pikir dengan begitu Ibu gue hidup lagi?! Lo kasi gue ratusan juta juga nggak guna!" sentak Lelaki itu dengan netranya yang berkaca-kaca.
"Cho ... mohon maaf."
Lelaki itu kembali meninju perut Cho. Kemudian memerintahkan dua orang itu untuk menghabisi Cho. "Lo berdua urus dia. Terserah mau lo diapain."
Lelaki itu melangkah lebar ke arah pada motor sport berwarna merah. Terlihat ia menarik sebelah ujung bibir, saat menoleh pada Cho yang ditendang dan diinjak oleh orang suruhannya itu. Lelaki itu menyalakan mesin motor dan melaju pergi.
Cho yang sudah tersungkur di tanah. Dia hanya bisa pasrah menahan badannya yang terus diinjak. Perlahan penglihatannya mulai menggelap, tiba-tiba Cho melihat langkah kaki panjang.
Salah satu yang sedang menginjak Cho, ditarik Neza mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari gadis berambut hitam panjang yang digerai begitu saja. Seorang gadis berambut sedang, langsung menendang satu orang temannya itu.
Bhak.
Bhak.
Pertengkaran hebat berlangsung sekitar sepuluh menit bersamaan dengan lebatnya hujan kala itu. Satu orang yang dipukul berhasil kabur dengan motornya. Neza masih tidak puas dengan pukulan sejak tadi. Entah, rasanya dalam dadanya terasa sangat sakit dan perih.
Neza menarik baju laki-laki itu dan mendorong kencang ke tembok. Saat itu juga kedua bola mata Neza berubah tampilan menjadi warna hitam sempurna. Kukunya pun mulai bermunculan. Arda yang melihat Cho terkapar lemah langsung menghampiri lelaki itu.
"Siapa yang nyuruh lo?!" teriak Neza dengan matanya yang melotot membuat orang itu mendadak merinding. "Lo mau jawab gue congkel mata lo dan gue patahin kaki tangan lo?!"
Lelaki itu hanya menggeleng cepat tidak berniat menjawab pertanyaan gadis itu. Neza mendecak kesal, kemudian mendekati wajah pada sebelah telinga orang itu. "Kenapa? Lo takut? Sekarang lo pilih, mau gue cekik atau gue lempar ke jalan dan dilindas truk?" lanjut Neza.
"Siapa lo? Gu-gue nggak takut," jawab lelaki itu terbata-bata.
Tanpa berlama-lama Neza mencekik orang itu ke atas hingga kakinya bergantung. "Le-lepas ... gue disuruh te-temen sekolah dia. Gue nggak kenal."
"Nez, lepas!" teriak Arda saat melihat Neza akan membunuh orang itu. "Lo mau mati!"
Napas Neza naik turun, amarah masih belum terkendali. Bagaimana bisa manusia sejahat ini. Sungguh kalau dirinya tidak dalam tugas, manusia ini sudah dia bunuh dengan satu kali tusukan.
Neza menoleh pada Cho yang tengah disembuhkan oleh Arda. Gadis itu mengambil napas dalam dan menghembuskan kasar. Ia menjatuhkan lelaki itu, terjatuh tepat di depannya. Detik itu Neza kembali berubah menjadi manusia lagi.
"Kali ini lo selamat. Awas kalo kita ketemu lagi," tutur Neza dengan tatapan tajam. Buru-buru orang itu berlari pergi.
Neza mendekati Cho yang masih pingsan. Gadis itu langsung menyembuhkan Cho dengan kekuatan yang sudah terkikis tadi. Setelah beberapa saat Cho yang kembali membuka matanya perlahan.
"Cho, tahan bentar. Jangan mati, sialan!" ujar Neza dengan mata yang mulai dipenuhi air yang perlahan mulai tumpah.
"Nez, biar gue bantu," tawar Arda membantu Neza menyembuhkan Cho.
"Nggak. Nanti energi lo abis. Gue bisa, kok, Da."
"Nez, tapi muka lo mulai berkerut."
Kulit wajah Neza yang mulai berkerut itu pertanda kalau energinya semakin menipis dan bisa kembali menjadi penyihir asli. Setelah beberapa menit Cho kembali membuka matanya.
Neza menepuk pelan pipi Cho. "Cho, lo denger suara gue? Masih sakit?"
"Prin, Cho nggak apa-apa," balas Cho tersenyum manis menahan sakit di bibirnya terasa perih.
Neza membalas senyuman Cho, gadis itu menjatuhkan bokongnya ke tanah dan terduduk miring. "Bagus. Lo nggak lemah. Thanks, sapi."
Cho bangkit terduduk perlahan. Detik itu juga pandangan Neza semakin buram, tubuhnya melemah terjatuh tepat di dada Cho. Sontak lelaki itu membeku dan menoleh pada gadis depannya itu.
"Prin, prin. Princess, kamu kenapa?" Wajah Cho mendadak panik, ia menoleh pada Arda. "Kak Arda, Princess...."
"Ne-neza astaga!"
"Ke-kenapa, Kak?"
Benar dugaan Arda. Neza melemah dan langsung tidak sadarkan diri. Dengan cepat Arda menarik tangan Neza.
"Cho, lo balik duluan. Lo bisa pulang sendiri, kan?"
"B-bisa Kak."
Cho membantu Arda memapah tubuh Neza. Kemudian memberhentikan taksi. "Cho, lo hati-hati. Lo nggak usah khawatir, Neza nggak apa-apa."
Cho mengangguk paham seraya membukakan pintu taksi itu. "Kak Arda, kalo terjadi sesuatu. Jangan lupa kabari Cho."
"Pasti. Jangan nyusahin lagi," jawab Arda sebelum menutup pintu mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days With Witch
Novela Juvenil~ Teenfict, fantasy, drama ~ Neza terpaksa mengikuti perintah sang Ibu menyamar menjadi manusia selama 40 hari demi menyelamatkan Ayahnya yang sekarat. Pertemuannya dengan Cho merubah segalanya. Salah satu korban bully itu memiliki sifat berbanding...