11 | Yes I'm Acha

42K 5.2K 108
                                    

H E L L O !👋

~ H A P P Y R E A D I N G ~

***

1. Buat semua peran berpihak pada si cantik Acha.

2. Pacaran sama si ganteng.

3. Hidup bahagia.

Acha tersenyum senang seakan baru saja menyelesaikan sebuah tugas yang susahnya minta ampun, padahal dirinya hanya sedang membuat daftar catatan tentang apa yang harus dia lakukan untuk menyelesaikan misi singkat nya.

"Btw, kok Bibi Jang gak bilang ya kalo misalkan gu-maksudnya si Mili itu bukan nya Tu-weh anjir lah! Bapak nya si Mili kan juga Tuan Dizon karena Kakak Bapaknya si Alisya. Ah, bego banget sih lo otak! Tapi ngomong-ngomong, kok Bibi Jang bilang Maxime Kakak Mili tapi gak bilang kalau Alisya itu saudari nya Mili?"

Dengan wajah serius, Acha mengusap dagunya sebelum akhirnya, dirinya menjitak keningnya sendiri. "Bego banget sih lo, Cha! Bibi Jang pasti tau kalo si Mili sama si Ali itu kemusuhan makanya Bibi Jang gak sebut nama si Ali."

"Ngemeng-ngemeng, si ganteng apa kabar nya ya? Pasti buruk sih, soalnya ditinggal cewek secantik dan sesempurna Acha sih."

Di sisi lain, tepatnya disebuah ruang kelas yang ada di gedung ZNK HIGH SCHOOL, empat orang pemuda terlihat sedang duduk diam-diaman dikursi masing-masing yang memang saling berdekatan. Mereka ingin membuka suara, namun aura menyeramkan disekeliling nya berhasil mematahkan keberanian mereka.

Seorang lelaki dengan baju seragam yang kancing nya terbuka semua itu menyenggol teman disamping nya, "Cok! Ini kenapa Pak Bos sama Mas kulkas pada diem-dieman sih? Mereka gak tau apa kalo mulut laknat gue pengen nyerocos."

Teman disamping nya dengan seragam yang tak kalah urakan itu mengangguk setuju, "Tau dih njir. Padahal gue pengen konser ini," Decak nya dengan nada pelan.

"Mulai ngomong duluan gih!" Si lelaki berbaju seragam tanpa dikancingkan menyuruh temannya itu yang bernama Legenda.

Legenda menggeleng ribut, mana berani dia berbicara disaat suasana mencekam. "Gak ah! Lo aja napah, lo kan bencana jadi pasti berani!"

"Apa hubungannya anjir?!"

Si lelaki dengan baju seragam tanpa dikancingkan itu mendelik kesal, namanya Erosi. Karena keduanya sama-sama tak berani membuka suara, mereka pun memilih diam hingga kedatangan seseorang berhasil membuat kedua lelaki itu tersenyum lega.

"SELAMAT PAGI MENJELANG SIANGGG!!! GEMPA TAMVAN DATENG NIH!" Lelaki berwajah serupa dengan Erosi datang dan langsung berteriak.

"MALEMMM!! ANAK BENCANA!!" Erosi ikut berteriak seakan nyawa nya yang tadi sempat diambang mulai kembali lagi.

"NGACA!!"

Ketiga lelaki sefrekuensi itu tertawa terbahak-bahak tanpa menyadari ada dua pasang mata yang menatap mereka dengan tajam seakan siap memangsa didetik berikutnya. Terbukti, karena kini, sebuah gunting melayang dan berhenti diatas meja juga berhasil menghancurkan gelas diatas meja.

Dengan kompak, ketiga lelaki itu meneguk susah payah salivanya bahkan keringat dingin mulai terlihat menetes. "M-maaf, Bos." Ucap Legenda seraya menunduk takut.

"Mulut kalian kayaknya emang harus gue jahit," Desis Maxime dengan nada intimidasi nya.

Jatung ketiga lelaki itu serasa lompat dari tempatnya yang membuat ketiganya langsung bersujud karena mereka tahu kalau Maxime tidak pernah bermain-main dengan ucapan nya. Maxime itu bukan tipe orang yang hanya mengancam karena apa yang dia ucapkan pasti akan terbukti tak lama kemudian.

"Sumpah, Bos. Kita gak sengaja, tolong maafin kita Bos." Pinta Erosi dengan wajah melasnya.

Maxime bangkit dari duduknya lalu menatap ketiga sahabatnya itu satu persatu, "Gue masih berduka. Bisa ngertiin gue gak? Gak usah ribet, cukup kalian diam. Kalau gak mau diam, pergi dan jangan datang kehadapan gue."

Tanpa membuka suara lagi, Maxime segera pergi meninggalkan ketiga lelaki itu yang semakin merasa bersalah. Mereka tahu kalau Maxime baru saja kehilangan Adik nya, tapi kan mereka hanya ingin menghibur Maxime dengan candaan mereka. Namun Maxime malah salah mengartikan.

Setelah kepergian Maxime, pemuda yang sejak awal hanya diam ikut bangkit dan berlalu pergi begitu saja. Kembali ke Maxime, pemuda itu memilih pergi ke rooftop sekolah dan berdiri didekat pembatas. Tangannya meraih pemantik api, lalu menyalakan ujung benda bernikotin itu.

Asap dari benda bernikotin itu terlihat mengudara dan memudar saat angin membawanya pergi. Maxime bukan lelaki yang suka merokok, dirinya hanya akan merokok diwaktu tertentu. Seperti saat sedang banyak masalah dan juga banyak pikiran. Helaan napas kasar terdengar dari bibir seksi nya itu.

"Al, maafin Abang. Harusnya Abang gak dateng terlambat hari itu dan kamu tetap bisa tersenyum sepanjang hari bersama Abang, Mamah, dan juga Papah. Kamu kenapa pergi duluan sih, Al?" Gumam Maxime dengan tatapan sendu nya.

Hingga tak lama, sebuah tangan putih halus melingkar dipinggang nya. Tanpa melihat pun, Maxime sudah sangat tahu siapa seseorang yang berani memeluknya tanpa izin. Maxime hanya diam membiarkan gadis itu terus memeluknya dari belakang hingga suara lembut gadis itu terdengar.

"Jangan menyalahkan diri sendiri terus, Honey. Ini semua sudah takdir Tuhan dan kita sebagai manusia hanya bisa pasrah dengan takdir buruk yang tiba-tiba merenggut secercah cahaya di kehidupan kita," Ucap gadis itu seraya mengeratkan pelukan nya pada perut Maxime.

"Kamu harus ingat, kalau sekarang Al sudah tidak lagi merasakan sakit. Semua sakitnya hilang dan Al bisa hidup bahagia di sisi Tuhan. Al sudah pergi membawa kebahagiaan untuk dirinya sendiri meski orang disekeliling nya harus merasakan kesedihan yang teramat," Sambung gadis bernama Aurel itu dengan nada lembut seperti biasanya.

Maxime mengangguk pelan dan segera melepaskan lilitan tangan Aurel pada pinggang nya, Maxime berbalik menatap Aurel dengan raut datar yang menjadi khas nya dalam beberapa hari ini. Tepatnya setelah sang Adik gugur, semua ekspresi diwajah Maxime pun ikut pergi bersama jiwa sang Adik.

"Terima kasih, Aurel. Gue harap, lo tau batasan."

Setelah berucap demikian, Maxime segera pergi meninggalkan Aurel yang mengepalkan tangan nya dengan erat juga matanya yang berkilat penuh kebencian. "Lo itu udah mati, tapi kenapa tetap menyebalkan sih?!"

Sambil menghentak-hentakan kakinya, Aurel berlalu pergi meninggalkan rooftop tanpa tahu kalau ada yang memperhatikan nya sejak tadi. Seseorang itu keluar dari persembunyian nya lalu menatap dingin pada pintu rooftop yang tertutup kembali.

"Andai Alisya gak meminta gue buat terus setia, udah dari lama gue memilih mundur, Max. Lo terlalu sulit gue gapai, gue cape tapi gue udah janji sama mendiang sahabat gue." Gumam nya dengan pandangan yang tetap dingin menatap lurus kedepan.

Rhaline Gavesha Omair, sebuah nama yang Acha kenal sebagai sosok antagonis didalam kisah Blossom. Namun di dunia nyata, Rhaline adalah sosok gadis berhati baik tapi selalu bersikap dingin juga tertutup. Rhaline juga yang menjadi idola seorang Acha, karena peran Rhaline juga Acha mau membaca novel Blossom sampai tamat.

Hembusan napas kasar terdengar sebelum akhirnya, Rhaline memilih pergi meninggalkan area rooftop.

***

Yes I'm Acha (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang