Aku memang memiliki bakat menari dan menyanyi. Dan aku menyukainya. Tapi tidak jika dipaksa.
"Ayolahh Geaaa.. Menarilah bersama kami. Pleaaseee."
"Kan sudah kubilang tadi. Aku tidak mau Laura! Kau sendiri yang setuju aku tidak perlu ikut menari kali ini. Kenapa sekarang kau tiba-tiba meneleponku dan berubah pikiran?" Jawabku, kesal.
"K-kaami kekurangan satu anggota Ge. Jadi, aku mohon kau ikut ya..."
Aku menarik nafasku dalam-dalam dan mempertimbangkan permintaan Laura.
"Oke. Aku ikut."
"Yeeeaaayyy.. Thankyou anak cantik, baik, tidak sombong, dan.."
"Sudah. Sudah. Aku mau istirahat. Bye."
Aku menutup telfonnya. Malam-malam begini bukannya memikirkan tugas dan mempersiapkan peralatan sekolah, si Laura malah sibuk dengan menari. Dasar anak itu. Giliran soal frater saja dia bersemangat.
Sebenarnya aku sama sekali tidak keberatan untuk membantu Pater Hedi. Tapi kejadian 2 tahun lalu membuatku muak dan tidak ingin berhubungan lagi dengan yang namanya frater.
Aduh. Kenapa juga aku memikirkan hal tidak penting seperti itu. Membuang-buang waktu saja.
Tapi, entah mengapa aku merasa badanku sangat pegal. Padahal selama ini aku terbiasa jalan kaki sepulang sekolah. Ahh... Sudah. Lebih baik aku tidur saja.
***
Tring tring tring tring
Aku tersentak lalu mematikan jam waker yang terus saja berbunyi. Kulihat, jam menunjukkan pukul 06:30.
Gawat! Aku terlambat!
Aku bergegas ke kamar mandi. Tapi tidak berniat untuk mandi. Cuci muka saja. Dari pada dihukum pak satpam dan Ketos caper itu.
Dengan cepat aku menggosokkan sabun muka ke wajahku dan bilas dengan air hingga bersih. Lalu menyikat gigi secepat kilat dan akhirnya keluar dari kamar mandi.
Aku berhenti sejenak sambil mengeringkan wajah dengan handuk dan melihat ke arah meja makan. Tapi di situ hanya ada Ibu seorang yang sedang sarapan.
"Bu, Ayah belum bangun?" Tanyaku, heran.
"Lah... Sudah berangkat malah. Tadi Ibu kira kau sudah berangkat lebih dahulu. Karena kau tidak menjawab saat Ibu membangunkan mu tadi. Itu sebabnya Ibu menyuruh Ayah untuk berangkat lebih dulu."
"Mampus aku!" Jawabku sambil menepuk jidat.
Aku bergegas ke kamar dan secepat mungkin memakai seragam putih abu-abu lalu mengenakan ikat pinggang dan dasi dengan rapih.
Pakaian seragam sudah aku kenakan. Sekarang tinggal tas sekolah. Untung saja buku pelajaran telah aku siapkan semalam. Sehingga, tak perlu menghabiskan waktu lebih lama untuk mengaturnya.
Rambutku dibiarkan terurai karena jika aku mengikatnya, nanti berbekas seperti ada lekukan di bagian bawah rambut. Aku tidak menyukai itu.
Semuanya sudah beres aku pun keluar dari kamar dan bermaksud untuk memberitahu Ibu bahwa aku tidak sempat sarapan. Karena jam 07:40 gerbang sekolah akan ditutup.
"Ge... Ini Ibu buatkan bekal untukmu. Kamu tidak sempat sarapan kan?"
"Waahh... Aku baru saja ingin memberitahu Ibu soal itu. Ibuku memang sangat pengertian. Thanks Mommy." Jawabku sambil memeluk Ibu.
"Iya sama-sama sayang."
Aku menerima bekal tersebut, lalu memasukkannya ke dalam tas.
Aku berjalan mengambil sepatu dari dalam rak lalu memakainya. Sepatuku tidak bertali jadi bisa langsung dipakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERCAYA ITU PENJARA
RomanceFrater, jubahmu bukanlah penghalang bagiku untuk mencintaimu. 🚫no plagiat #OriginalStory Kisah dan tokoh dalam cerita ini tidak dibuat untuk menyinggung pihak manapun. Pict From Pinterest Memori peringkat: #1 Frater #1 Katolik #1 Biara