Senyum Lebih Lebar

4 1 0
                                    

"Ehhh pak! Pak! Pak! Tungguu!" Gea berteriak sambil berlari. Baru saja dia sampai di depan gerbang, pak satpam langsung menutupnya.

"Tunggu apanya, orang udah waktunya tutup gerbang kok. Nih kalau buka mata lebar-lebar, sekarang jam berapa hayoo." Ungkap pak satpam sambil menunjukkan jam tangannya kepada Gea.

Jam tangan pak satpam menunjukkan pukul 07:10. Aku dan Alfred terlambat 10 menit. Aku menepuk jidat dan menyesali kelalaian yang tanpa sadar aku lakukan.

"Bagus... Hari ini kita tidak masuk les seni." Ungkap Alfred dengan ekspresi datar.

"Maaf..." Gea memasang wajah tak bersalah dan penuh belas kasihan.

"Iyaa, dimaafin. Tapi ada syaratnya. Kau yang akan mencatat ringkasan bab 5 untukku." Alfred tersenyum licik.

Gea hanya menghela nafas dan mengangguk. Tidak ada pilihan lain selain menyetujui permintaan Alfred. Sebagai orang yang berbuat salah, pasti aku tau diri untuk menebus kesalahanku. Satu-satunya dengan menulis ringkasan bab 5 untuknya. Guru seni di sekolah kami terkenal sangat santai namun jika ada murid yang tidak masuk, hukumannya akan meringkas yang akan dipelajari berikutnya.

"Disanggupin aja neng. Kasihan pacarnya ikutan terlambat. Pasti karena setia nungguin Eneng kan." Ungkap pak satpam tersenyum jail.

Aku semakin kesal karena hari ini sudah kacau ditambah lagi harus meladeni becandaan pak satpam ini. Rasanya aku ingin melempar sesuatu ke wajahnya yang usil itu.

"Iya nih pak. Apa sekalian aku minta beliin makan siang juga ya. Satu untung bapak dan satu untuk saya. Heheheh." Ungkap Alfred mendukung perkataan satpam.

"Apaan lu!! Dasar gila! Makan aja tuh gembok lumayan nyangkut dikit. Paling nggak bisa makan selamanya." Ungkap Gea emosi.

Aku langsung pergi dari situ meninggalkan Alfred dan Pak Satpam. Mereka sedikit kaget akibat intonasi dan wajahku yang terlihat sangat marah. Seketika tawa Alfred dan pak satpam buyar. Ekspresi serius dan takut pak satpam seperti berkata, galak juga nih bocah.

Alfred mengikuti Gea yang melangkah dengan cepat. Ia berusaha menyesuaikan langkah Gea dengan berlari kecil.

"Gea! Hey! Tunggu bocah!" Alfred berhasil meraih tangan Gea.

"Apa sih!" Gea menatap wajah Alfred dengan marah.

"Eh, kok jadi kau yang marah. Seharusnya kan aku yang marah. Gara-gara kau aku jadi telat kan."

"Iya aku tahu. Tapi kau kan bisa saja berangkat duluan. Lagian kau sendiri yang memutuskan untuk menungguku."

Alfred menghela nafas panjang. Ia sadar bahwa berdebat di situasi seperti ini tidak ada gunanya.

"Baiklah... Kau jangan marah. Aku minta maaf ya."

"Kenapa jadi kau yang minta maaf sih. Seharusnya aku yang minta maaf." Gea menundukkan wajahnya.

"Lalu?"

"Maafkan aku Al... Aku salah karena bangun telat akhirnya kita berakhir seperti ini. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk menjerumuskan kau. Aku janji, tidak akan begini lagi."

"Iya tidak apa-apa. Aku maafkan kok." Ungkap Alfred sambil mengacak-acak rambut Gea.

Aku tersenyum lega karen Alfred tidak marah padaku. Sepertinya aku harus mentraktir dia makan sebagai permintaan maafku.

"Ayo ikut aku." Gea menarik tangan Alfred dan berlari.

Aku tahu betul tempat makan paling enak dekat sekolah ini. Walaupun belum lama dibuka, namun aku sudah lama mengenal pemilik warungnya.

Langkahku terhenti di depan Warung Kita, tempat makan milik pamanku. Ia sama seperti ibu, masakannya selalu jadi juara di hati. Setiap kali natal, pasti mereka berdua berlomba memasak rendang. Dan sampai sekarang aku masih bingung memutuskan siapa yang juara. Saking enaknya.

"Kau sudah gila ya bocah! Aku.. hushh  sangat capai. Kau mantan atlet lari ya?" Ungkap Alfred sambil memegang dadanya untuk menenangkan diri karena capai berlari.

"Stttsss bawel! Udah ikut aja."

Aku masuk ke dalam warung. Seketika aku terpesona dengan aksesoris dan desain interior yang sangat estetik ala anak muda jaman now. Terakhir kali aku ke sini, tempatnya masih dalam tahap pembangunan. Aku punya firasat yang sangat baik mengenai usaha paman kedepannya.

"Selamat siang, Paman Karsen ini aku, Gea."

Paman muncul dari arah dapur warung. Ia cukup terkejut dengan perubahan tinggi badanku sekarang yang hampir sama dengannya.

"Astaga keponakanku yang imut kenapa jadi begini?" Paman langsung memelukku. Ia tidak menyadari perubahan wajahku yang berubah cemberut.

"Hahahaha kocak. Maksud om dia semakin jelek ya?" Ungkap Alfred yang tidak bisa menahan tawanya.

Aku langsung mencubit lengan Alfred sekuat tenaga sampai ia berteriak dan jinjit saking sakitnya. Beberapa pelanggan yang sedang makan sedikit kaget dengan teriakan Alfred namun sedetik kemudian kembali fokus menikmati makanan masing-masing.

"Tidak dong, paman kaget kau tumbuh secepat ini. Sekarang tinggi kita hampir sama." Ungkap Paman Karsen sambil mencubit pipi Gea.

Aku dan Paman kembali berpelukan melepas rindu. Tiba-tiba Alfred berpura-pura batuk seolah memberi kode untuk segera makan. Aku yang memahaminya langsung memesan makanan.

"Em... Paman aku dan temanku mau makan. Boleh tolong buatkan kami Nasi goreng spesial?"

"Apa yang tidak untukmu cantik." Paman mengelus rambut Gea dengan lembut. Ia langsung memanggil karyawannya untuk memberitahu pesananku.

Aku dan Alfred segara duduk di meja yang dekat dengan colokkan dan jendela. Entahlah bagiku ini tempat yang sempurna. Menikmati makanan sambil melihat aktivitas pagi yang belum sepenuhnya bangun.

Dari meja kasir Paman memberi kode membentuk kamera. Aku mengerti. Ia memintaku untuk memotret warung makan yang seperti restoran mahal ini untuk mempromosikannya kepada teman-temanku. Aku mengangguk dengan semangat.

Saat itu juga aku meminta Alfred mengambil beberapa foto dan hasilnya sangat bagus dan estetik.

"Wahhh.. tolong foto aku jugaa dong."

Aku langsung mengatur rambut dan postur tubuh agar terlihat anggun dan cantik depan kamera. Alfred memotret begitu banyak gambar.

"Sekali lagi. Tapi pakai ponselku. Senyum yang lebih lebar."

Aku sedikit terkejut melihat Alfred yang ikut tersenyum. Entahlah mungkin aku salah lihat, tapi lekukan pipinya sedikit terlihat walau sebagian tertutup ponselnya.

Saat itu aku tidak menyadari ternyata suatu hal yang rumit akan terjadi.

Brummmmm

Terdengar suara tancap gas yang cukup emosional dari luar warung.

PERCAYA ITU PENJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang