Dear Gea, my only one
Kau tahu kita berada di jalan yang berbeda. Mencari cela di setiap tetesan air yang membanjir. Sambil bertanya, kapan rasa ini terapung menemukan tepi yang menahannya pergi. Gea, Aku tahu kita tidak mudah. Situasi ku sekarang seperti sedang berada di persimpangan. Memilih jalan panggilan atau mendekati mata sehangat matahari. Aku tidak pernah merasa seberat ini mengambil keputusan. Entah sejak kapan kau masuk dan menjadi bagian dari diriku. Kau harus bertanggung jawab Gea. Kau telah mengambil sebagian hatiku yang berharga. Karena itu, aku mohon jagalah bagian itu. Biarkan dia menguatkan kita saat badai menerpa.
Tersenyumlah, gadisku❤️ sudah kutitipkan rasa manis di belakang surat ini.
From yours
NathanAku memeluk erat surat ini, merasakan perasaan rindu yang hangat menyelimuti malam yang dingin. Aku sangat senang mendapatkan surat dari Frater Nathan. Saking senangnya aku berguling di tempat tidur dan menggigit bantal agar suaraku tidak terdengar oleh ayah dan ibu. Oh Tuhan, Engkau tahu aku jatuh cinta pada salah satu hambamu. Maka, tolonglah berpihak padaku sekali saja. Buatlah aku bertemu dengannya besok di hari Minggu. Selam sebulan Fr. Nathan selalu cepat keluar dari dalam gereja tanpa menyapaku lebih dahulu. Walaupun cuma berjabat tangan mengucapkan selamat hari Minggu saja sudah membuatku senang. Tolonglah Tuhan, sekali ini saja.
***
Ibu naik tangga menuju kamarku. Ia berniat membangunkan ku untuk segera bersiap ke gereja. Ibu sengaja membuka pintu dengan kasar agar aku terbangun. Namun, ia malah mendapati aku yang telah mengenakan gaun merah maroon duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut.
"Waahhh, anak ibu ternyata sudah siap. Cantik sekaliiiii kamu Geaaa... Tumben ya bangun cepat, ada angin apa nih?"
"Isshh... Ibu, kalau muji yang bener dong... Lagian aku jarang berdandan. Yaa sesekali aku mau tampil feminim ke gereja. Memangnya ibu nggak suka?"
"Ihhh siapa yang bilang nggak suka... Anak ibu cantik begini kok. Yasudah ibu dan ayah berangkat duluan yah. Awas kalau terlambat. Jangan seperti Minggu lalu, sampai di gereja saat Alleluya."
Ibu kaget melihat aku yang pagi-pagi sudah mandi, wangi, dan telah mengenakan gaun misa yang indah. Sepertinya ia tidak percaya melihat penampilanku pagi ini. Karena gaun merah maroon itu dibelikan Ibu saat natal tahun lalu. Entahlah, dulu aku tidak suka gaun ini karena model lengan panjang yang transparan dan bentuk baju di bagian dada sedikit terbuka. Apalagi panjang gaunnya selutut. Mana bisa jiwa tomboyku memakai gaun feminim begini. Tapi hari ini ketika aku melihat di cermin, seperti Gea yang berbeda dari biasanya. Lebih anggun dan cantik.
"Hehehehehehe... Iyaa iyaa."
Sejak berpacaran dengan Fr. Nathan aku berusaha menyesuaikan waktuku untuknya. Berusaha tidak melewatkan satu kesempatan pun untuk mengetahui kabarnya. Ia selalu punya waktu saat larut malam sehingga membuatku sering telat ke sekolah dan ke gereja. Walaupun begitu aku menikmati waktuku saat menjalin kisah bersamanya. Hari ini aku berharap pada Tuhan, walaupun hubungan kami adalah sesuatu yang salah, setidaknya biarkan kami bertemu. Melepas rindu yang menggunung.
***
Aku masuk ke dalam gereja, menginjakkan kaki di lantainya meninggalkan jejak dari orang-orang yang sering tersesat. Aku duduk di samping Laura yang telah menyediakan tempat untukku. Sunyi. Semua orang bergulat dengan persoalan masing-masing. Tidak tahu ke mana harus pergi dan akhirnya duduk di sini menatap salib suci. Mengadu pada sang pemberi hidup abadi.
Aku mencoba mengatur hati dan batinku untuk mulai berdoa sebelum Pater dan misdinar masuk ke dalam gereja. Memandang Tuhan Yesus yang terpaku di salib. Aku tidak pantas menghadap-Mu Tuhan. Spontan, aku berlutut dan mengatup tangan dengan erat sambil menutup mata untuk mencari kehadiran Tuhan. Aku sadar bahwa selama ini aku telah melupakan Dia. Sungguh tidak tahu terimakasih. Tuhan memberi rejeki bagi keluargaku tapi tidak ada satupun puji syukur yang aku haturkan pada-Nya. Siapakah aku ini Tuhan sampai Engkau mengizinkan aku masuk ke rumah-Mu? Selama ini yang ada dibenakku tahu hanya kebahagiaan duniawi dan cinta yang tidak pasti. Bicara tentang cinta, apakah benar aku dan Fr. Nathan telah Engkau takdirkan bersama? Jujur, aku bingung dalam kepastian yang ia ucapkan. Cinta, sayang, apakah semua ini benar?
KAMU SEDANG MEMBACA
PERCAYA ITU PENJARA
RomanceFrater, jubahmu bukanlah penghalang bagiku untuk mencintaimu. 🚫no plagiat #OriginalStory Kisah dan tokoh dalam cerita ini tidak dibuat untuk menyinggung pihak manapun. Pict From Pinterest Memori peringkat: #1 Frater #1 Katolik #1 Biara