2 tahun yang lalu
"Laura, lihat! Itu kak Bian!"
"Mana sih? Geaa kau jangan bohong ya!" Kata Laura sambil menengok sekeliling.
Tiba-tiba Kak Bian berteriak memanggil Laura.
"Laura!" Kak Bian berlari menuju kami berdua.
Laura kaget dan seketika wajahnya sangat gembira. Full senyum pokoknya.
"Kalian berdua sedang apa di sini?"
"Emm... Kami ingin memastikan bahwa kabar yang kami dengar tidak benar, kak."
"Itu benar Gea. Kalian tidak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa kok."
Aku dan Laura diberitahukan Yana bahwa Frater Bian dikeluarkan karena ia didapati sedang merokok di halaman belakang biara.
Frater Bian adalah seorang kakak dan teman yang sangat baik untuk kami. Ia sering mengunjungi keluarga ku dan Laura saat minggu pesiar, yang hanya sekali dalam sebulan. Semua kesempatan itu kami manfaatkan untuk bercanda dan bercerita tentang apapun. Kak Bian selalu diterima dengan baik oleh orang tua kami. Sederhananya, ia sudah dianggap sebagai anak laki-laki mereka.
Kadang, Ayah bercanda "Jika nanti kau tidak ingin menjadi pastor lagi, kau boleh tinggal di sini. Sebagai menantu juga boleh." Aku yang mendengar itu ikutan malu dengan kelakuan Ayahku sendiri.
Tapi, kami semua selalu mendukung perjalanan panggilannya menjadi hamba Tuhan.
Dan hari ini, orang tua kami sengaja meminta aku dan Laura untuk memastikan kebenaran kabar ini. Saat tahu bahwa itu semua benar adanya, hatiku dan Laura rasanya sakit sekali. Wajah kak Bian tidak bisa berbohong. Ia kelihatan sangat hancur dan benar-benar membutuhkan orang lain untuk menghiburnya.
"Kak Bian harus kuat ya..." Kata Laura sambil mengelus pundak Kak Bian.
Sontak, Kak Bian langsung menangis tersedu-sedu di hadapan kami. Aku dan Laura refleks memeluknya dengan hangat. Seolah berkata kakak tidak pernah sendiri. Kami selalu bersama kakak.
"Kak, ayo ke rumah. Ibu dan Ayah sedang menunggu kakak."
Kak Bian mengusap air matanya dan sedetik kemudian tersenyum kembali.
Ia mengangguk dan berjalan bersama kami menuju rumahku."Ayah, Ibu aku pulang!"
Kami bertiga masuk ke rumahku, mendapati Ayah dan Ibu Laura juga berada di sini. Wajah mereka sangat khawatir. Setelah melihat Kak Bian, mereka langsung menjemput dia dari depan pintu, dan menuntunnya untuk langsung duduk di sofa.
"Ayah, Ibu... Maafkan aku. Aku tidak taat pada semua peraturan biara. Aku sudah mengecewakan kalian. Ini semua salahku..." Sambil menangis tersedu-sedu.
"Nak, jangan menangis begitu. Ibu jadi ikutan menangis sekarang." Kata Ibu Laura sambil berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.
Kami semua memeluk Kak Bian dengan erat. Bukannya berhenti menangis, Kak Bian malah semakin sedih dan menangis dengan suara yang kencang.
Memang benar. Penyesalan selalu datang di akhir cerita. Tapi, untuk Kak Bian, ini bukanlah akhir melainkan awal dari perjalanan hidupnya yang baru. Ia akan berhadapan dengan pilihan dan rintangan yang baru nantinya.
"Gea, tolong ambilkan air hangat." Pinta Ibu dengan wajah khawatir melihat Kak Bian yang nafasnya tidak beraturan.
Aku langsung bergegas menuangkan air hangat dan memberikannya kepada Kak Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERCAYA ITU PENJARA
RomanceFrater, jubahmu bukanlah penghalang bagiku untuk mencintaimu. 🚫no plagiat #OriginalStory Kisah dan tokoh dalam cerita ini tidak dibuat untuk menyinggung pihak manapun. Pict From Pinterest Memori peringkat: #1 Frater #1 Katolik #1 Biara