Perayaan Ekaristi akan dimulai pukul 16:00. Kami memutuskan untuk mempersiapkan pakaian serta merias wajah di rumah Laura.
"Sumpahh! Apa yang harus kita pakai sebagai bawahannya. Masa cuma pakai celana legging saja. That's weird."
"Ini juga lagi pikir, Li. Kita semua pusing tau." Jawab Nindi, sambil memijat kepalanya.
Sejak satu jam yang lalu kami berusaha mencari ide. Namun ide yang kami berikan, hampir semua tidak masuk akal.
Pikiran kami buntu. Aku menarik nafas panjang dan tidak berniat melanjutkan riasan wajah yang baru sampai pada foundation.
Selama ini kami terlalu sibuk dengan kesesuaian gerakan dengan irama musik sampai menyepelekan hal yang penting juga.
Tiba-tiba terdengar teriakan Tante Grace, menggelegar menembus dinding kamar Laura.
"Laura!! Sini! Ada suster Magda!!"
Mendengar itu, kami semua bergegas keluar dari kamar dan menemui Suster Magda. Kami berharap dia membawa sesuatu yang mungkin akan mengatasi masalah ini.
Suster Magda sedang menunggu kami di ruang tamu dengan sekantong plastik besar berwarna merah.
"Eh, selamat siang Suster... Ada apa kemari?" Laura bertanya dengan sopan lalu duduk di samping Suster Magda.
"Ini suster bawa kain untuk jadi bawahannya. Kalian pasti kebingungan kan? Kebetulan kain ini juga cocok dengan warna baju kalian." Kata suster sambil mengambil sebuah kain dari dalam kantong plastik lalu menunjukkannya kepada kami.
Kami semua menghembus nafas lega dan dapat leluasa merias diri tanpa beban pikiran apapun.
"Terimakasih Suster." Kami berlima serempak menjawab sambil sedikit membungkukkan badan.
***
"Tidak ada yang kelupaan kan?" Kata Laura sambil berjalan mengecek barang-barangnya.
"Iya dongs..." Jawab Lili dengan yakin.
Kami semua telah bersiap dengan sangat cantik. Kali ini, aku menyukai dandanan kami. Make-upnya tidak terlalu tebal dan sesuai dengan warna kulit membuatku lebih percaya diri untuk tampil. Baju yang diberikan Pater Hedi juga sangat cocok dengan warna kain dari Suster Magda. Aku jadi tidak sabar untuk menampilkan pesonaku. Hehehehehe.
Sampai di Biara Susteran BT, terlihat banyak umat mulai berdatangan dan masuk ke dalam kapela.
"Sekarang baru jam 15:30. Dari pada menghalangi umat yang mau masuk, lebih baik kita ke ruang tamu saja. Lebih adem."
Kami semua mengangguk setuju dan mengikuti Nindi masuk ke dalam ruang tamu yang terletak di ujung kiri Biara. Saat ingin melangkah masuk, Bruder Sisko datang menghampiri kami.
"Wiidiihhh... Penari sudah datang toh. Kenapa cantik-cantik begini? Jadi pangling saya."
"Karena kami memang cantik. Bruder saja yang baru sadar." Kata Lili, dengan percaya diri.
Kami semua hanya tertawa melihat interaksi mereka. Bruder Sisko memang sudah akrab dengan kami. Hanya saja, ia diberi kepercayaan oleh Biara untuk menjadi tangan kanan Pater Kristo dalam mengurus acara ini. Jadi dia selalu sibuk dan jarang berinteraksi dengan kami.
"Btw, si Yana ada di ruang rekreasi loh. Kalian tidak janjian datang kemari ya?"
Mendengar itu, kami berlima saling menatap. Bingung ingin menjawab apa. Mengingat masalah kemarin siang belum juga terselesaikan.
"Ohh ya?? Kami baru mau ketemu Yana. Betul kan?" Kata Lili sambil memberikan kode kepada kami supaya mengiakan perkataannya.
Kami mengangguk dengan cepat. Untung saja Bruder tidak curiga. Tapi aku bingung pada sikap Lili. Bukannya dia yang paling kesal pada sikap Yana dibanding kami berempat?
KAMU SEDANG MEMBACA
PERCAYA ITU PENJARA
RomanceFrater, jubahmu bukanlah penghalang bagiku untuk mencintaimu. 🚫no plagiat #OriginalStory Kisah dan tokoh dalam cerita ini tidak dibuat untuk menyinggung pihak manapun. Pict From Pinterest Memori peringkat: #1 Frater #1 Katolik #1 Biara