Take 15 - A Piece of Nightmare

8.7K 896 33
                                    

"Ni, gue denger dari kakak tingkat, Kak Fabian orangnya kasar. Dulu mantannya sampai bonyok gitu."

"Ngaco, lo! Fabian orangnya baik kok. Dia nggak pernah main tangan sama gue," bela Agni.

"Iya, sih. Gue lihat Kak Fabian juga nggak kelihatan abusive, tapi kata kating, lo harus hati-hati." Freya, teman satu kelas Agni di jurusan Ilmu Komunikasi, tersenyum tipis.

"Thanks ya, buat sarannya. Tapi, kayaknya nggak perlu, deh." Agni, jelas sakit hati mendengar penuturan Freya barusan. Selama enam bulan ia bersama Fabian, tidak ada masalah. Pacarnya itu sangat peka, selalu menanyakan kabar, sering mengajaknya jalan-jalan.

Ia lalu beranjak dari kantin, menuju gerbang kampus, hendak menunggu taksi. Siang ini ada kerja kelompok di salah satu indekos temannya. Selama kuliah, Agni selalu diantar jemput supir. Sebenarnya, ia bisa saja memanggil Mang Yayan ke kampus, tapi tak enak. Jarak rumah ke kampus juga lumayan jauh, butuh sekitar lima belas menit sampai setengah jam, karena padatnya lalu lintas.

From: Fabian
Siang ini mau makan di mana?

To: Fabian
Kayaknya di kosan temen. Ada kerja kelompok.

From: Fabian
Temen? Cowok apa cewek?

To: Fabian
Mandala. Cowok. Yang kemarin anter aku pulang makrab itu loh.

Tak ada balasan lagi dari Fabian. Agni pun mengantongi ponselnya. Kesibukan tengah semester meningkat drastis. Jadwal ujian tengah semester yang tak menentu—alias sesuai keputusan dosen per mata kuliah—membuat jadwal belajar jadi berantakan. Tugas jalan, ujian pun jalan. Membuatnya sedikit sulit membagi waktu.

"Lo naik taksi, Ni?" tanya Mandala saat perempuan itu memasuki ruang tamu indekosnya.

Agni mengangguk lalu mengeluarkan notebook dari tasnya. "Iya, soalnya tadi gue makan dulu di kantin. Jadi, udah nggak ada barengan."

"Nanti pulangnya gue anter aja," balas Mandala.

"Santai lah, Man. Sama gue juga bisa," sahut Candra, anggota kelompok belajar Agni yang lain.

Agni terkekeh. "Gampang, gampang. Pikirin nanti. Kita fokus ke tugas dulu."

Pukul empat sore, Agni diantar pulang Mandala, karena lelaki itu memang mau keluar—ada acara rapat organisasi daerah. Kedua sudut bibir gadis menyungging ke atas saat mendapati sepeda motor yang sangat ia hafal terparkir di depan pintu gerbang. Fabian di sini!

"Makasih ya, Man," katanya lalu buru-buru masuk, tak sabar bertemu sang kekasih.

Ternyata lelaki itu menunggunya di pos satpam, membuat Agni mengernyitkan kening. "Kok nggak masuk ke dalam?"

"Nggak mau dia, Non. Udah Bapak suruh padahal. Maunya nunggu di sini," jawab Pak Rahmat, salah satu satpam di rumahnya, keluar dari pos satpam. Tampak Fabian mengekori Pak Rahmat.

"Yuk, masuk, Bi. Atau mau makan di luar?" Agni menarik tangan sang kekasih. Pak Rahmat masuk kembali ke pos, meninggalkan sepasang kekasih itu agar bisa mengobrol leluasa.

Fabian tak langsung menanggapi Agni. Lelaki itu menghela napas panjang, lalu menarik tangannya dari genggaman perempuan itu. "Dianter siapa kamu?" Tanpa senyum, dengan suara rendah, lelaki itu malah melontarkan pertanyaan.

Love SicktuationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang