Take 19 - Muddy Water

7.8K 1K 59
                                    

Tradisi makan malam bersama setiap bulan di kediaman Rajata kali ini terasa istimewa karena bersamaan dengan perayaan ulang tahun Agni yang tertunda. Wanita itu, disambut pelukan hangat dari Emma dan Reva. Bahkan, kakak angkatnya itu bersiul nyaring ketika melihat Audi R8 yang terparkir gagah di teras rumah.

"Finally, mobil baru!" seru Reva bertepuk tangan.

"Happy belated birthday, Agni," Galen yang awalnya berdiri di samping sang calon istri menghampirinya dan memberi pelukan singkat, lalu berbisik, "nice car. Selera laki lo cakep."

Ia mendengkus keras dan menyikut perut Galen pelan. "Berisik lo." Lelaki berkemeja biru muda dengan celana putih yang jatuh di mata kaki itu terbahak.

Reva menggandeng tangannya menuju ruang makan. "Kapan lo beli? Papi tahu ngg—" Ucapannya terjeda ketika matanya menangkap benda yang berpendar saat terkena cahaya lampu di leher jenjang Agni. "Holy fucking shit."

Agni memandangnya dengan alis bertaut. "Language, Mbak."

Reva meraih kedua bahu Agni dan menghadapkan ke arahnya. "Lo punya pacar, Ni? Don't dare to say you buy yourself that beautiful necklace, karena gue tahu lo nggak suka barang mencolok kayak gitu."

Agni langsung menangkup bandul kalungnya yang sangat mencolok itu dan menyembunyikan di balik baju. Dia lupa melepasnya hari ini. Suara cekikikan dari belakang Reva—yang tentu saja berasal dari calon kakak iparnya itu—memperburuk situasi.

"Kenapa kamu ketawa?" Reva memicingkan matanya ke arah Galen. Sepasang matanya seakan memancarkan kecurigaan yang membuat lelaki itu mengunci bibir rapat-rapat dan menggaruk kepala bagian belakang sambil menyengir.

"No, Babe. Agni adalah wanita dewasa. Wajar kalau dia punya pacar."

"Siapa yang bilang nggak wajar?" Reva mencebik, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada sang adik. "So, who is he?"

Agni melempar pandangan pada Galen, meminta pertolongan. Namun, lelaki itu hanya mengangkat bahu dan malah berjalan melewati keduanya dengan tangan di saku. "Good luck," kata sang calon kakak ipar tanpa suara, lalu mengedipkan sebelah matanya.

Agni memutar bola mata lalu menyematkan senyum kaku dan balas merangkul kakaknya. "Ini, hadiah dari temen. Murah kok, nggak sampe sejuta."

"Ah, masa?" Kerutan memenuhi kening Reva.  "It looks hella expensive."

"Imitasi. Nggak mungkin staf gue mau kasih hadiah gue mahal-mahal," sanggahnya. "Mbak, Mami masak apa? Gue laper parah." Ia mencoba mengalihkan pembicaraan dan merangkul lengan Reva menuju meja makan.

"Raki di mana, Ni?" tanya Galen yang sudah menempati kursi di meja makan bersama papi dan maminya

"Oh iya, mana kakakmu? Ada yang mau Mami obrolin sama dia," sambung Emma seraya mengambilkan sesendok salad buah ke piring kecil untuk suaminya. "Sambil nunggu Raki dateng, makan ini dulu, Pi."

Untungnya sekitar lima belas menit kemudian, Raki datang, masih lengkap dengan setelah kemeja yang ia pakai di kantor sejak pagi. Agni menyipitkan mata, bertanya-tanya kesibukan apa yang membuatnya belum sempat mandi, sebelum ke sini. Seingatnya, sedang tidak ada proyek besar yang ditangani Raki.

"Dari kantor?" Itu Emma, yang langsung berdiri dan memeluk sang sulung. Dia ibu yang luar biasa lembut dan menyayangi anak-anaknya dengan luar biasa. "Mandi dulu, gih."

Raki mengangguk. "Okay, I'll take quick shower." Lelaki itu mengecup pelipis Emma sebelum melenggang ke tangga.

Pukul setengah delapan, semua anggota Rajata plus Galen yang dalam hitungan hari akan secara resmi menjadi bagian keluarga, memanjatkan doa bersama sebelum memulai makan malam mereka. Kemudian, semua orang berdiri kecuali Agni membuat perempuan itu kebingungan. Mereka menyanyikan lagu "Happy Birthday" dan dari arah belakang Agni, muncullah Eka—salah satu asisten rumah tangga di sini—sambil membawa kue ulang tahun lengkap dengan lilin yang menyala. Emma bergegas mengambil alih kue dari tangan gadis itu dan membawanya ke depan Agni.

Love SicktuationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang