Take 14 - Nothing Feels Better

9.6K 1K 61
                                    

Seulas senyum terbentuk di bibir Raki saat membaca laporan share and rating acara terbaru 'Rock the Stage'. Pertama kali dalam sejarah, Agni akhirnya berhasil mencetak rating 3.1% dengan audience share 18%. Pencapaian yang sangat luar biasa, mengingat baru episode pertama. Tak dipungkiri, para selebriti yang jadi pengisi acara dan juga promosi jor-joran sangat membantu. Ia bahagia tentu saja, kerja keras sang kekasih berbuah manis.

Ia lalu menekan angka 2 di teleponnya yang menyambung ke meja Mahda, sang sekretaris.

"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa dibantu?"

"Tolong pesenin makan siang buat Tim Agni, ya."

"Mau pesan di mana, Pak?"

"Bebas. Kamu ada referensi nggak? No junk food, ya. Plataran boleh, Kafe Betawi boleh, Holycow boleh. Up to you. Jangan lupa sama pesan dessert dan minum juga. Minumnya smoothie aja, jangan yang aneh-aneh."

"Oke, Pak. Ada lagi?"

"Pesen juga buat kamu, dan buat saya. Menu saya bebas, ikut nanti kamu pesan di mana. Saya tambah croffle dan kopi satu. Udah itu aja."

"Siap, Pak."

"Oh, jangan lupa, bilang ke mereka, ada lunch gratis. Biar mereka nggak telanjur beli makan," pungkas Raki lalu menutup telepon.

Keberhasilan Agni, adalah salah satu mimpinya. Mungkin, banyak orang yang tak percaya, bahkan gadis itu sendiri. Raki tidak menyalahkan, apa lagi sikap lelaki itu terlihat bertolak belakang. Namun, dirinya punya alasan sendiri. Menolak proposal program acara yang Agni ajukan atau menghentikan programnya yang masih tayang, bukan kemauannya semata. Jika rating rendah, ia tak punya pilihan lain. Bagaimana pun juga, perusahaan hidup dan menggaji para pegawai berkat share rating acara yang tinggi.

Akan tetapi, meskipun tahu acara yang Agni usung bukan konsumsi favorit masyarakat, Raki selalu meloloskannya, walaupun harus meminta sang kekasih merevisi beberapa kali terlebih dahulu. Tidak sekali, dua kali ia dapat teguran dari para share holder, yang lelaki itu abaikan. Kenapa? Karena ia memiliki impian sama dengan gadisnya. Melihat tayangan berbobot, mengedukasi, yang juga menghibur juga jadi mimpinya. Hanya Agni yang mampu dan berani mendorong ide itu. Hanya Agni yang mau bersusah payah melakukannya.

Jadi, meskipun tahu ada banyak pihak di balik layar yang mengecamnya, Raki akan terus memilih program yang Agni buat. Dengan harapan, perlahan jajaran direksi sadar, tidak ada salahnya memberi tontonan edukatif, tidak ada salahnya mengajari masyarakat untuk jadi pintar. Dan juga, mereka, para masyarakat itu sedikit demi sedikit akan terbiasa dan menerima acara-acara yang Agni buat.

Ia percaya, suatu saat, hari itu akan datang. Karena sekeras apa pun batu, ia akan berlubang terkena tetesan air, yang terjatuh setiap hari.

***

Kepalanya mendongak saat mendengar suara pintu terbuka. Lelaki itu baru selesai mandi, rambutnya masih sedikit basah, karena malas memakai hair dryer. Aroma citrus dan mint menguar dari tubuhnya, wajahnya juga terlihat menyegarkan dengan bibir merekah kemerahan. Berbanding terbalik dengan sosok wanita yang baru saja masuk. Rambut hitam panjangnya nampak kusut dengan ikatan yang kendor. Kemeja biru mudanya terlipat di sana sini. Wajahnya pucat dan sedikit berminyak.

"You looked exhausted, Babe."

"I am."

Raki menyampirkan handuknya ke sofa dan menyambut sang kekasih dengan tangan terbuka. Ia lalu menarik tubuh wanita itu ke pelukan, mengesampingkan bau asam yang menyapa indera penciuman.

"Hm." Agni mendesah pelan, mengeratkan pelukan pada sang kekasih. "I need to recharge my energy."

Dada Raki bergetar karena tawa. "I'll prepare your bath, terus kita turun buat makan, or we can eat here, and I'll put you sleep. Okay?" Perempuan itu mengangguk tanpa suara.

Love SicktuationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang