"Mas! Kok pakai kaus sama celana jeans pendek, sih!" Pekikan Emma—sang mami—terdengar nyaring.
Hidup dalam keluarga multikultural, banyak budaya bercampur di rumah ini. Ganang sang kepala keluarga berasal dari Sragen, Jawa Tengah, yang membuat panggilan 'Mas' tersemat pada nama Raki. Sedangkan sang ibu, Emma yang lahir di Bandung, meskipun memiliki darah Inggris, punya aksen Sunda saat berbicara bahasa Indonesia.
Raki, yang baru menginjakkan kaki ke rumah orang tuanya setelah hampir dua minggu tidak mampir, meringis. "Kenapa, sih, Mi? Wangi kok bajuku." Lelaki itu mengendus kausnya, pura-pura tak menyadari letak kesalahannya.
Wanita yang mengenakan blouse putih gading dengan rample di bagian dada dan celana bahan berwarna olive memutar mata. "Sayang, Mami udah bilang, hari ini ada Naira sama orang tuanya, kan?"
"Tahu. Aku kan, balas chat Mami. Emangnya kenapa kalau aku pakai kaus? Di rumah sendiri lagi," jawabnya enteng.
Sebenarnya sengaja sih, untuk tidak membuat first impression yang terlalu wah. Mau bagaimana pun, ia tak akan bisa memilih wanita yang disodorkan sang mami, karena he already has girlfriend, yang sayangnya belum bisa ia kenalkan pada keluarganya.
Wanita yang masih terlihat segar, cantik dan kencang itu menepuk dada anak lelakinya, merasa gemas. "Rumah sendiri? Tapi, udah berapa minggu nggak mampir ke sini."
Mungkin, jika ada orang yang berpapasan dengan Emma di luar tak akan menyangka usia wanita itu. Wajahnya awet muda dengan mata biru cerah, rambut cokelat natural, hidung mancung, dan kerutan yang tidak tampak sama sekali kecuali di smile line ketika tersenyum.
Raki menarik tubuh ibunya ke pelukan. "Udah, ah, Mi. Jangan marah-marah." Ia lalu celingukan saat tak menemukan siapa pun di ruang makan, kecuali dua asisten rumah tangga orang tuanya yang sedang sibuk menyiapkan makanan. "Yang lain ke mana?"
"Reva masih di kamar, sebentar lagi turun. Papi juga di kamar, baru pulang," jelas Emma lalu menarik tangan si sulung ke pantri. "Cobain ayam menteganya, enak nggak." Ini adalah salah satu hidangan yang wanita itu masak sendiri.
Raki mengambil potongan kecil dari ayam mentega yang berada di mangkuk kecil, karena sebagian sudah disajikan di meja makan. "Enak, Mi. Masakan Mami selalu enak."
"Oke, Mami tadi ngerasanya kurang asin, tapi kata Mbak Eka—asisten rumah tangga yang membantu masak—udah pas," Emma manggut-manggut, "Mas, kok sendiri?" Wanita itu melongok ke belakang tubuh besar Raki dengan mata mendelik lebar.
"Kenapa, Mi?" Raki kembali mencomot ayam mentega.
"Agni mana, Mas? Ditinggal? Nggak diajakin bareng?" Suara ibunya meninggi.
Lelaki itu hanya meringis. "Udah gede lagian, Mi. Masa harus aku gendong?"
Lagi, Raki mendapatkan pukulan dari sang mami. "Jangan begitu sama adiknya!"
"Iya, nih! Ngaco Mas Raki! Agni baru otewe dari kantor, Mi. Mandi di kantor pula, soalnya lembur gara-gara Mas Raki." Terdengar suara lain ikut menyahut.
Reva Mikayla Rajata, perempuan 30 tahun itu tampak segar dan cantik dengan plain dress selutut warna beige. Rambut cokelatnya digerai, dengan ujung mengembang karena di-blow. Wajah perempuan itu tampak ayu, tidak terlalu kebule-bulean seperti sang kakak. Hidungnya mungil, tapi mancung. Alih-alih biru, warna matanya cokelat cerah. Kulit Reva kuning langsat seperti sang papi, tapi ia memiliki freckless di bawah mata seperti maminya.
"Astaga! Tahu hari ini bakal ada family dinner kok tega nyuruh Agni lembur?" semprot Emma lagi. Ia bingung sekaligus heran, kenapa Raki dan Agni tidak pernah bisa akur padahal usia mereka sudah tidak anak-anak lagi. Agni hampir kepala tiga, dan Raki berada di akhir usia tiga puluhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sicktuation
Romance[Secret Love Series | 1] Namanya Agni, baru 27 tahun tapi kisah hidupnya udah nano-nano. Julukannya cewek grumpy yang nggak pernah senyum dan hobinya marah-marah. Sebagai produser muda, cita-citanya hapus acara sampah penuh drama di televisi. Tapi s...