Agni adalah siksaan yang sengaja Raki cari. Terdengar sedikit berlebihan, tapi tidak bagi lelaki itu. Masih segar di ingatannya bagaimana pertemuan pertama mereka. Gadis lugu yang tak ia kenal sama sekali, berada di rumahnya dan menyandang status sebagai adik. Setelah bertahun-tahun hanya berdua dengan Reva, ia punya adik baru.
Gadis pendiam, kaku, yang memiliki fitur wajah tegas dengan alis tebal dan rahang tajam yang sayangnya berparas ayu itu berhasil mencuri perhatiannya sejak hari pertama. Tidak banyak interaksi yang ia dan Agni lakukan. Raki secara tegas membangun dinding di antara keduanya, karena ia tahu sekecil apa pun celah yang ada, perasaannya jadi taruhan. Tidak, dia tidak langsung jatuh cinta. Namun, perasaan tertarik yang muncul di hatinya, tak bisa ia sangkal.
Sikap dingin dan tak acuhnya, membuat Agni tak nyaman. Sampai Reva mengomelinya di suatu malam. Rupanya, Agni menceritakan keluh kesahnya pada sang adik. Ia cukup lega, karena kedua gadis itu bisa akur dan menjadi dekat.
"Lo tuh udah gede. Kalau lo segitu nggak sukanya sama Agni, minimal jangan rese," tukas Reva di halaman belakang rumah.
"Gue rese gimana, sih?" Raki memasang tampang polos, pura-pura tidak merasa bersalah.
Reva mendecih. "Lo nggak pernah ajak dia ngobrol kalau kita makan berlima. Lo nggak pernah panggil nama dia. Sampai Agni takut kalau lewat depan lo dan ngomong sama lo." Gadis itu menumpahkan amarahnya dan kemudian melayangkan tatapan tajam pada sang kakak sambil mengacungkan telunjuk ke arah wajah Raki, "lo nggak save nomor Agni! Kurang ajar banget!"
Lelaki itu mengangkat kedua tangannya dengan ekspresi geli. "Calm down, okay? First of all, gue nggak ada intention buat melakukan itu ke dia. Gue cuma nggak terbiasa aja." Omong kosong tentu saja. "Kedua, gue nggak save nomor Agni karena emang gue nggak merasa butuh. Gue nggak pernah ngehubungi dia dan nggak punya urusan sama dia."
"Nah itu, rese!" Reva bangkit dari kursi lalu mendekati Raki dan menoyor keningnya. "Mau nggak mau, suka nggak suka, Agni udah jadi bagian keluarga Rajata. Lagian, she is nice girl, cuma agak awkward aja."
Raki berusaha untuk tidak menumbuhkan empati dan rasa tertariknya pada gadis yang delapan tahun lebih muda itu. Untuk beberapa saat, ia berhasil. Apalagi ia memang tak lagi tinggal di rumah orang tuanya, yang membuat intensitas bertemu Agni semakin menipis. Kesibukannya bekerja juga cukup membantu. Oh, dan tentu saja teman-teman wanitanya yang tak kalah cantik juga berperan penting. Faktanya, dia memang menyukai wanita cantik.
Namun, untuk menjalin sebuah hubungan dengan komitmen, lain cerita. Sampai akhirnya, hari itu datang. Salah satu hari terburuknya yang membuat ia merinding dan mengepalkan tangan sampai buku-buku jarinya memutih. Masih segar di ingatannya bagaimana wajah Agni yang dipenuhi darah, suara jeritannya yang memekakkan telinga. It was hell.
Senja itu, ketika Raki dan Ghea—well, partner-nya saat itu—ingin menghabiskan malam bersama di apartemennya dengan janji Ghea akan memasakkan makan malam. Namun, karena ada beberapa bahan makanan yang harus dibeli, ia membelokkan mobilnya ke sebuah swalayan midi market, yang dekat dengan komplek hunian mewah milik Ghea.
"Mau dimasakkin apa?"
"Your infamous sup iga."
"Oke, aku udah punya iga sapi di rumah. Tapi, sayur-sayurnya belum." Ghea mengangguk dan membuka pintu mobil dengan Raki membuntuti di belakangnya.
Namun, saat baru menjejakkan kaki ke dalam, ia disambut dengan kerumunan di salah satu meja kasir. Tampak beberapa orang berlari menuju ke bagian rak-rak obat sambil meneriakkan kata "ambulan" "polisi" yang membuat Raki penasaran. Saat dirinya semakin dekat dengan meja kasir yang ramai, ia melongokkan kepalanya untuk coba mengintip, apa yang orang-orang itu kerubuti sambil berjongkok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sicktuation
Romance[Secret Love Series | 1] Namanya Agni, baru 27 tahun tapi kisah hidupnya udah nano-nano. Julukannya cewek grumpy yang nggak pernah senyum dan hobinya marah-marah. Sebagai produser muda, cita-citanya hapus acara sampah penuh drama di televisi. Tapi s...