"Udah pada lunch?"
"Udah, Pak."
"Serius?"
"Iya, Pak Raki. Kita baru dari kantin."
"Oh, ya udah. Kalau belum, mau saya ajak ke kantin atas," tukas lelaki dengan setelan jas abu-abu yang membungkus tubuh tinggi dan kekarnya itu. Ditambah senyum seribu mega watt yang jadi andalannya, sebelum masuk ke lift khusus untuk para petinggi.
Agni dan timnya kembali berjalan menuju lift pegawai—tentu saja—setelah mengisi perut di kantin. Mereka harus buru-buru, karena pukul tiga ada jadwal syuting di studio Kaivan dan Regan. Tim Agni terbagi dua tim hari ini. Agni, Amel, dan Valdo bertugas mengunjungi studio Kaivan. Sedangkan Audy, Nathan, dan There ke studio Berlin. "Rock the Stage" tidak hanya fokus pada penampilan di atas panggung, tapi juga bagaimana proses di belakang layar. Mereka ingin menunjukkan penonton bagaimana para musisi ini bekerja dan bermain.
"Kita jalan sekarang, Bang?"
Valdo mengangguk, "Takut telat. Agak macet jalanan."
"Kru yang lain udah siap?"
Valdo mengacungkan jempol. "Udah siap, tinggal berangkat. Kita pakai mobil gue aja. Biar kru yang pakai van kantor."
Prediksi Valdo benar terjadi. Perjalanan yang harusnya bisa ditempuh dalam tiga puluh sampai empat puluh lima menit, menjadi satu jam lima belas menit. Para kru langsung memasang kamera dan mic di studio pribadi Kaivan yang terhubung dengan apartemennya, termasuk beberapa kamera kecil yang akan merekam gerak-gerik Kaivan seharian, tanpa harus ada kru yang mengganggunya menggarap lagu baru.
"You don't need to do this, Kai," ujar Agni tersenyum tipis ketika melihat sepuluh cup kopi dan satu kotak pizza di meja ruang tamu. "But, thank you so much."
"My pleasure, Agni. Kalian pasti nanti laper," tukas Kaivan santai lalu duduk di sebelah Agni yang sudah terlebih dulu menempati love seat berwarna broken white tersebut.
"Lo sehari-hari tinggal di sini?" Valdo ikut bergabung setelah membantu para kru di ruang studio. Lelaki itu mendaratkan bokongnya di ottoman dekat jendela dan mengambil segelas kopi dingin. "Maaf, kalau boleh tahu ini apa?"
"Ada americano setengah, ada caramel machiato setengah. Gue takutnya ada yang nggak kuat kopi kuat, so take what you want." Valdo mengangguk, memeriksa tulisan yang ada di sisi cup plastik---tertulis caramel machiato---dan menyedot minuman itu. "Gue sering tidur di sini kalau lagi sibuk nyelesaian lagu aja."
"Nice place." Agni mengedarkan pandangan ke sudut apartemen kecil milik Kaivan. "Kalau boleh tahu, kenapa studionya nggak dibarengin sama rumah aja?"
"Gue masih tinggal sama orang tua. Ada satu studio di sana, tapi gue pakai kalau kerja sendiri. Lebih bebas di sini, kalau banyak orang datang," terang Kaivan.
Dari penuturan Kaivan barusan, sepertinya lelaki itu menjaga kehidupan pribadinya dengan cukup baik. Jika menilik karier panjang milik solois tersebut, memang tidak banyak informasi pribadinya yang tersebar ke media. Bahkan, rumor kehidupan asmaranya pun sangat terbatas. Hanya ada dua, sejauh yang Agni ingat. Itu pun tidak ada yang benar-benar dikonfirmasi atau klarifikasi Kaivan sendiri. Jangan tanya bagaimana ia tahu soal ini. Sebagai produser yang baik, tentu saja wanita itu menggali informasi mengenai talent-talent yang terlibat dalam acaranya.
"Setelah kita pulang, lo bisa interaksi ngobrol sendiri sama kamera gitu. Anggap aja lagi nge-vlog. Tapi, kalau emang nggak nyaman, nggak usah banyak," tutur Agni sebelum mencondongkan tubuh untuk mengambil satu cup americano, tapi langsung ditahan Kaivan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sicktuation
Romance[Secret Love Series | 1] Namanya Agni, baru 27 tahun tapi kisah hidupnya udah nano-nano. Julukannya cewek grumpy yang nggak pernah senyum dan hobinya marah-marah. Sebagai produser muda, cita-citanya hapus acara sampah penuh drama di televisi. Tapi s...