"Ni, jadwal tayang 'Extraordinary' bakal dicabut minggu depan."
Selembar kertas yang menampakkan deretan angka rating share program televisi berakhir kusut karena diremas seorang perempuan, yang kemudian dilemparkan ke tempat sampah. Ketegangan dan desah kecewa terasa kental di udara. Mimpi buruk produser muda 27 tahun ini, terlihat semakin nyata.
Program talk show dengan konsep mengundang bintang tamu inspiratif dan penuh prestasi, yang baru berjalan empat bulan berada di posisi terbawah di antara program dari stasiun televisi lain, pada jam yang sama.
"Padahal kontraknya satu season enam bulan, kan? Kenapa baru lima bulan, udah mau dica—"
"Jangan nangis!"
"M-maaf, Mbak Agni, T-Tere k-kecewa aja." Script writer junior, bernama lengkap Theresa, yang magang dengan timnya, sesenggukan. Perempuan berkacamata bulat, dengan rambut kepang dua di kanan kiri, memang terkenal sensitif.
Agni masih berdiri menghadap teman satu timnya, di ruangan berukuran 4x5 yang didominasi warna putih dan perabotan berwarna krem. Di sisi kiri pintu masuk ruangan terdapat kubikel-kubikel tempat kru bekerja. Sedangkan di sisi kanan, ada sebuah meja panjang yang dikelilingi kursi plastik, serta white board, yang digunakan untuk rapat tim.
Hal pertama yang menyambutnya ketika menapaki ruang kerja adalah berita tidak masuk akal ini. Perempuan berambut hitam sepunggung yang selalu diikat rendah itu, memejamkan mata, mencoba meredam segala macam umpatan yang siap meluncur dari mulutnya. Alis tebal, rahang tegas, mata tajam, dan bibir tipisnya, membuat Agni sering dinilai judes dan galak. Didukung dengan kebiasaan gadis itu yang sering mengomel dan jarang tersenyum, membuatnya memiliki nama panggilan "Grumpy Agni".
"Tadi Pak Raki ke sini?"
Audy, perempuan berambut pendek model bob dengan warna biru tosca dan memiliki tindik di hidung—asistennya selama dua tahun—yang pertama kali melaporkan berita buruk itu, menggeleng. "Sekretarisnya. Mbak Mahda yang bilang."
"Gue mau ke Pak Raki, kalian diem di sini aja!" Namun, langkah Agni tertahan. Ketika tangannya baru menarik handle pintu, suara berat terdengar memenuhi ruangan, membuat perempuan itu menoleh.
"Nggak usah protes sama Pak Raki. Kita semua tahu dia gila rating," tukas Valdo, sang script writer senior, yang memiliki rambut cepak. Hidung mancung dan bibir tipisnya, membuat dia dikagumi cukup banyak staf KBC—King Broadcast Channel—karena ketampanannya. Apalagi, didukung dengan tubuhnya yang menjulang tinggi, sekitar 180 senti, meskipun agak kerempeng. "Dan, itu juga bukan sesuatu yang salah."
Perempuan itu menggeleng. "Tapi, bukan berarti orang bisa bertindak bodoh karena rating."
Agni tahu, teman-temannya pasti menganggap ia gila. Sebagai seseorang yang bekerja di dunia pertelevisian, rating share program televisi adalah dewa. Semua orang berlomba untuk menduduki peringkat pertama. Bukan hanya untuk soal pride dan pujian, tapi juga bonus menggiurkan. Dengan rating share program televisi yang tinggi, harga per-iklan yang ditayangkan pun akan melejit naik. Pundi-pundi rupiah semakin gampang didapat para anggota tim, yang memiliki program unggulan.
Namun, bagi Agni rating bukan segalanya. Apalagi saat melihat tayangan-tayangan tak bermutu penuh drama dan setingan, dengan bintang tamu tidak kalah sampah yang hanya punya sensasi, jadi tontonan langganan masyarakat. Akan jadi apa negara ini? Jika kualitas tayangan media elektronik tidak pernah diperbaiki. Perempuan itu mengabaikan pendapat teman satu timnya, dan bergegas menuju ruang eksekutif produser, bos paling menjengkelkan yang pernah ia temui.
Dinding kaca lengkap dengan pintu berbahan sama, menyambutnya begitu Agni berbelok ke lorong menuju ruangan Raki. Ia membuka pintu tersebut, hendak langsung menuju pintu besar hitam pekat dengan motif ulir kayu, yang berada tiga meter di depannya, tapi dihentikan Mahda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sicktuation
Romance[Secret Love Series | 1] Namanya Agni, baru 27 tahun tapi kisah hidupnya udah nano-nano. Julukannya cewek grumpy yang nggak pernah senyum dan hobinya marah-marah. Sebagai produser muda, cita-citanya hapus acara sampah penuh drama di televisi. Tapi s...