22 Februari 2022
•••
"Papah sudah ngasih tahu alasannya, jadi kenapa enggak?" Ayahnya menjawab santai.
"Pah, Papah seyakin itu kami saling suka? Kami baru ketemu ... belum tentu banget, Pah. Lagi, usia kami juga jauh, mustahil sekali." Brendon menyela, ia masih meragukan perasaan Laila terhadapnya.
"Lho, kamu suka kan dengan Laila?" Brendon diam, ah ia sudah memberitahukan hal ini. "Saat dia nganter bolu, Papah sudah ngasih tahu juga ke dia, dan sepertinya dia mengiyakan itu."
Brendon terkejut. "Papah apa?" Pantas saja saat bertemu Laila ada roman-roman berbeda, sangat berbeda, karena ayahnya yang omongannya kadang asal jeblak ini ternyata sebabnya. Brendon menepuk kening, haduh ... kasihan Laila, pasti dia kepikiran.
"Tunggu apa lagi kalian, lebih baik saling terbuka soal perasaan, daripada diam-diam dan saling malu-malu kucing." Brendon agak ragu, memang bisa secepat itu? "Umur kamu udah kepala tiga, Papah dan Mamah bersama bahkan lebih muda dari itu, yah Papah tahu ini kesalahan Papah terlalu mengekang kamu."
Meski masih merasa terlalu cepat, Brendon yang merasa umurnya matang jadi termotivasi. Jika menikah nanti, ia akan memastikan Laila tetap menempuh pendidikan dan menggapai cita-citanya, setidaknya itulah ekspektasi Brendon yang ia harap bisa jadi kenyataan. Ia harap ... Laila juga merasakan hal sama. Usia Laila termasuk sudah dewasa sih.
"Nanti kucoba, Pah." Brendon tersenyum kecut. "Mungkin setelah urusan Papah sama Kakak beres." Ia berusaha mengulur waktu.
Meski sadar anaknya pasti tengah mengulur waktu, ayahnya paham soal perasaan Brendon saat ini. Perlu lebih banyak waktu PDKT, karena ini bukan zamannya lagi, terlebih Laila termasuk muda meski mereka dulu seumur dia saat menikah.
"Kalau hubungan Papah gak cepat membaik dan kamu sudah memantapkan hati, kamu duluan saja menikahnya, Brendon." Ayahnya memutuskan.
Brendon mengangguk. "Aku yakin hubungan Papah dan Kakak membaik, aku percaya hal itu."
Keduanya saling melemparkan senyum penuh arti.
"Aku mau masak buat makan malam, Papah suka pare jagung oseng?'
"Kamu belajar memasak?" Ayahnya malah bertanya balik.
"Dari dia." Brendon tersenyum seraya berdiri, bersama belanjaan ia menuju dapur dan ayahnya mengekori. Pria itu mulai memasak, meski agak kewalahan, tetapi hasilnya bisa terlihat.
Cukup baik.
Ayahnya yang mencicipi mengangguk. "Oke," komentarnya.
Dan malam itu, mereka makan dengan lahap berdua. Berbincang hangat tanpa halangan apa pun seakan segala beban terangkat, dan setelahnya bisa tidur dengan tenang tanpa mimpi buruk berarti.
Pagi hari sekali, ayah dan anak itu beranjak dari rumah, Brendon dengan jas kasualnya dan ayahnya dengan pakaian biasa tetapi rapi. Keduanya menuju ke warung nasi kuning Acil Laila, suasana masih sepi dan Laila sudah ada di sana seraya agak beres-beres dan memberi makan kucing oren di sana.
"Pagi, Lai!" sapa Brendon hangat.
Laila menatap dua pelanggan pertamanya itu, awalnya ia terkejut karena melihat wajah ayah Brendon dan membuatnya teringat soal salah dengarnya tempo hari. Namun, Laila segera berusaha normal seraya mewanti itu hanya halusinasi.
"Eh, Pak, Om, pagi!" sapa Laila pada keduanya hangat.
"Pesen ya, Lai. Nasi kuning satu lauknya haruan. Papah mau pesen apa?" tanya Brendon pada sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DADDY KUCING [Brendon Series - M]
Romance18+ Om-om cogan kalem, murah senyum, ditambah dia penyayang kucing ... damage-nya gak ngotak!