Part 28

1.7K 304 32
                                    

20 Februari 2022

•••

Brendon dan Kimberly berbincang sederhana, hanya sekadar basa-basi tanpa menyinggung personal, kebanyakan topik yang mereka bahas adalah pekerjaan tetapi terlihat Kimberly menikmatinya dan Brendon sendiri santai soal itu. Kimberly sangat bahagia karena ia begitu nyambung bercakap dengan Brendon.

Komunikasi adalah kunci, katanya.

Tak lama, ia sampai di rumah Kimberly, seperti biasa Kimberly menawari Brendon untuk mampir, berharap sekali Brendon mau.

Namun, belum menjawab, Brendon menerima panggilan dari seseorang, yang kala ia lihat tak lain dan tak bukan adalah ayahnya. Segera, Brendon mengangkatnya.

"Iya, Pah. Aku udah ... pulang. Iya, aku akan pulang." Dan setelahnya panggilan tertutup, Brendon menatap Kimberly dengan senyum kecut. "Lain kali, ya, Kim. Ayah saya ada di rumah. Dah."

Wajah Kimberly sendu, tetapi berusaha tersenyum. "Iya, Pak. Gak papa, hati-hati di jalan! Makasih banyak ya, Pak."

"Ya, bukan masalah." Brendon memutar kemudi dan pergi dari hadapan Kimberly yang semakin sedih karena kepergian pria itu.

Sementara Brendon memikirkan ungkapan ayahnya di telepon, ayahnya bilang, "Ada hal yang ingin Papah bicarakan. Empat mata."

Sepertinya, itu penting, jadi Brendon segera tancap gas untuk pulang ke rumah. Namun di pertengahan jalan, Brendon melihat sosok wanita berpenampilan bak anak kuliahan berjalan di tepi, Brendon berusaha meneliti gestur itu sejenak dan benar, kala ia sudah di depannya serta melihat wajah, Brendon segera menghentikan mobil dengan hati-hati. Suasana agak sepi jadi rasanya aman.

Brendon menurunkan jendela mobil, dan menyorongkan kepala keluar, agar gadis itu menyadari kehadirannya.

"Laila!" panggil Brendon, Laila yang terpanggil mendongak, dan langsung syok melihat kepala pria itu ada di mobil depan tak jauh dari dia berdiri.

Pintu mobil terbuka, Brendon akhirnya menapakkan kaki keluar dengan senang hati. "Laila, mau pulang kan? Ayo ikut!" ajak Brendon tersenyum.

Laila membuang wajah, kedua pipinya memerah bukan main, teringat sekali ia soal adegan salah dengar memalukan itu, tapi hei sadar Laila, itu kan hanya salah dengar. Memejam selama beberapa saat, Laila menghela napas menenangkan diri, tetapi melihat wajah Brendon ia kesulitan.

Kenapa dia lebih tampan dari sebelumnya?

Brendon agak terheran dengan sikap Laila, ia terlihat ... malu-malu. Padahal pagi tadi biasa saja. Namun gaya Laila saat ini, begitu imut, membuat Brendon berdebar tak keruan. Apa Laila merasakan hal sama, ia ingat salah satu ciri cinta malu-malu kucing ... kan?

"Ah, Ba-Bapak duluan aja, saya ada urusan bentar," kata Laila terbata, ia berusaha normal dan menatap Brendon sambil mewanti salah dengar, salah dengar. "Saya mau beli sesuatu dulu."

"Kalau gitu, saya antar beli sesuatunya, mau?" Laila semakin dag dig dug, kenapa pria ini seperhatian ini? Apa karena dia terlalu baik atau apa? Laila tak mau baper karena sikapnya yang seakan memang suka terhadapnya.

Apa Brendon suka padanya?

Enggak mungkin, ah.

Laila berusaha menatap, tersenyum kikuk. "Gak usah, Pak. Saya ada urusan lain juga, Bapak duluan aja ...." Nada Laila cepat dan terkesan mengusir, gadis dalam diri Laila merutuki diri sambil memukul mulutnya sendiri.

"Oh begitu ...." Brendon agak menyesal karena Laila tak mau diantar, tetapi di satu sisi ia baru ingat ayahnya menunggu pulang.

Namun lagi, ia khawatir, hari mulai gelap begini Laila sendirian? Apa tak apa-apa?

DADDY KUCING [Brendon Series - M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang