Part 18

1.7K 277 28
                                    

9 Februari 2022

•••

Karena besok hari libur, Brendon merasa tak masalah berlama-lama di sini bersama para pemuda, ia merasa muda lagi terlebih ia tak pernah mengalami masa muda begini. Rasanya ada memori yang seharusnya dari lama terisi, terisi akhirnya. Bersama Laila dan teman-temannya benar-benar menambah charger.

Rasanya mantap.

Kini setelah asyik makan bersama, salah seorang teman lelaki Laila mengeluarkan ukulele kecil di tangan, ia pun mulai bernyanyi meski suaranya ... yah agak buruk. Padahal nada ukulelenya melodis dan enak didengar.

"Woi, suara lo astaga, jelek banget!" ejek salah satu dari cewek, yang disahuti tawa oleh mereka.

"Enak aja, jelekan suara lo kali! Sini lo nyanyi sendiri sini!" Mereka pun mulai adu vokal, Brendon dibuat tertawa oleh tingkah berkelahi main-main keduanya.

"Woi udah udah, sopan kalian ada orang tua di sini!" Salah satu dari mereka menengahi.

"Waduh, saya tua?" tanya Brendon, tertawa geli.

"Eh, maaf, Bang. Bukan gitu maksudnya ... umurnya di atas dikit." Brendon hanya tertawa lagi, ia tak marah sama sekali dan mereka juga tertawa balik.

"Aduh, dasar kalian semua." Laila pusing menanggapi mereka dan mereka hanya tertawa.

"Laila, orang tua kamu mana?" tanya Brendon, ia baru sadar kedua insan itu tak ada di sini.

"Biasalah, Pak. Malam sabtuan ala-ala pasangan pacaran." Laila tertawa geli, karena orang tuanya kencan sementara Laila di sini bersama teman-temannya menjaga rumah.

"Oh, begitu." Brendon tertawa pelan. "Saya penasaran sama yang namanya kencan, gimana rasanya? Apa sama kayak dinner sama kucing?" tanya Brendon dengan polosnya, membuat semua yang mendengar pertanyaan itu termasuk Laila melongo.

Brendon tak pernah?

Sungguh?

Kalau begitu wanita yang bersama Brendon, yang kerja dan cemburu itu, bukan?

"Bapak ... gak pernah kencan gitu? Punya pacar? Punya orang yang disuka?" tanya salah seorang teman Laila penasaran.

Brendon menggeleng tanpa ragu.

"Kalau gitu, Bapak mau praktek gitu sama saya?"

"Woi, sadar sadar! Halu!" Brendon tertawa saja melihat cewek itu diejek teman-temannya. "Gak usah didengerin, Pak. Dia emang rada-rada."

Yah, Brendon sadar saja, siapa yang mau dengan orang sepertinya? Brendon tak pernah mendapatkan memori romantis oleh siapa pun, dan ia masih punya banyak hal yang harus diurus terlebih dahulu. Anggap saja semua ini candaan dan Brendon harus menuntaskan banyak misi dalam hidupnya.

Kadang ia penasaran, bagaimana rasanya?

Apakah sama seperti kasih sayangnya anak pada ibu? Majikan dan peliharaan? Ia rasa berbeda karena kapasitasnya. Ah sudahlah, Brendon harus fokus ke perintah ayahnya.

Sepertinya kakaknya benar, dia memang babu pria itu, tetapi mau bagaimanapun Brendon tak bisa mundur ....

Tadi sempat ceria, dan kini sendu kembali, tetapi Brendon menyembunyikannya dengan baik seraya bercengkerama dengan mereka, tetapi Laila nyatanya bisa menangkap wajah sendu itu. Apa Brendon sedih karena dia tak pernah mendapatkan pengalaman romantis atau apa? Laila bertanya-tanya.

Brendon terus saja memakai topeng itu, dan bahkan ia mulai unjuk gigi. Semuanya tak menyangka di balik pembawaan ala pria kantoran itu tersimpan suara emas yang mengagumkan, meski Brendon tak bisa bermain ukulele. Semua dibuat takjub akan suara itu, kesempurnaan tiada duanya. Tampan, bersuara emas, dan cinta pada kucing.

Damage yang gila. Mereka semakin dibuat memuja-mujanya.

"Pak, suara Bapak gila bagus banget!" puji salah satu dari mereka.

"Bisa jadi anggota boyband ini sih!" Brendon hanya tertawa akan tanggapan itu.

Ini bakat yang tak akan pernah ia ungkapkan ke dunia, ya sudahlah tanda itu bukan takdirnya.

Kini malam semakin larut, akhirnya teman-temannya memutuskan pulang termasuk Brendon, tetapi orang tua Laila belum juga pulang ke rumah. Kini ia berpamitan dengan mereka semua, teman-teman ceweknya terlihat agak ngebet dengan Brendon yang seakan tak tahu menahu hanya menganggap mereka teman saja.

Lalu, semuanya pergi, tetapi Brendon nyatanya menetap di samping Laila.

Laila yang ingin beranjak jadi tak melakukannya, ia menatap Brendon yang kini mendongak menatap langit-langit, apa pria ini baik-baik saja? Masih memikirkan soal tadi kah?

"Pak, maafin soal temen-temen saya, ya. Mereka kadang suka asal jeblak."

"Eh, saya gak papa kok." Brendon menatap Laila yang kini balik menatapnya, Brendon kenapa lebih tinggi saat ini? "Keknya muka saya gak terlalu pinter nyembuyiin ya? Saya cuman ... yah kena masalah kecil hari ini, tapi bukan karena hal tadi, kamu gak perlu merasa bersalah. Saya soalnya harus berterima kasih sama kamu, mood saya udah membaik karena kamu."

Laila menatap jeli-jeli pria itu, memang sekarang siratan kesenduan itu pergi, syukurlah, tapi Brendon agaknya sulit sekali terbaca.

"Oh ya Laila, apa kamu pernah ... jatuh cinta?" Waduh, pertanyaan Brendon mengagetkan Laila, spontan gadis itu membuang wajah.

Apa Brendon berusaha membuat pernyataan baper atau memang pria ini terlalu polos seperti yang dikatakannya tadi? Oh, Laila rasa yang kedua. Ia tak ingin terlalu PD.

Laila menggedikan bahu. "Mm ... pernah sih keknya, Pak. Tapi karena saya masih begini, yah saya anggap cinta monyet sesaat, ala remaja, lagian saya mau fokus ke masa depan dulu sebelum nyari jodoh." Laila jujur saja, ia menjawabnya agak terbata, tetapi syukurlah agak lancar.

Pertanyaan Brendon, meski dengan wajah lugu begitu, sangatlah mendadak dan bisa saja membuat seseorang tersedak karena berpikir pria ini kesannya ingin menembak cewek!

"Ouh, begitu. Saya sendiri gak ingat pernah jatuh cinta, apa kekaguman sama lawan jenis bisa dikatakan demikian?" Brendon menatap Laila intens, gadis itu agak membawa bola matanya ke sana kemari agar tak terlalu terpaku pada wajah tampan bikin salting itu.

"Entahlah, Pak. Sepertinya jatuh cinta tuh abstrak banget konsepnya." Brendon mengangguk paham, pria itu seperti ingin sekali memahami soal cinta sekarang.

Astaga, kesambet apa dia?

"Saya kagum sama kamu, Lai. Kamu pinter masak, kamu cewek mandiri pekerja keras dan bahkan mencintai kucing tanpa pandang bulu. Kerja, sekolah, baik pada semuanya. Apa itu tandanya saya jatuh cinta sama kamu?"

Pertanyaan macam apa itu?!

Laila yang sedari tadi berusaha biasa saja langsung dag dig dug tak keruan, Brendon kesambet apa malam ini, kenapa dia bertingkah begini? Benar-benar pria unik yang sulit diprediksi. Laila berusaha tak baper, ia berusaha menganggap ini bagian dari keluguan Brendon saja, tetapi kenapa susah?!

Kenapa susah?!

Laila mau pingsan, ya Tuhan.

Gadis di dalam diri Laila menampar diri sendiri, hati baperan ini tak bisa dibiarkan, Laila tak bisa mempercayai pria ini yang dari awal sebenarnya sangat Laila ingin katakan, kelakuannya sangat absurd!

"Mm ... mungkin bukan gitu deh, Pak, konsepnya. Maksud saya abstrak itu, bukan asal juga, kayak ... susah dijelasin."

Brendon tertawa kecil, ia mengangguk paham. "Ah, saya ngerti, saya ngerti. Jatuh cinta itu kayak ... orang tua kamu. Bukan kayak saya ke kucing, atau saya ke orang terdekat saya, konsepnya beda. Meski memakai satu hal. Kasih sayang."

Laila hanya tersenyum kikuk, Brendon si tampan memang unik. Ia rasa ia harus bisa menjaga hatinya agar kuat diperlakukan jadi objek keluguan pria ini.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

DADDY KUCING [Brendon Series - M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang