Part 31

1.8K 321 25
                                    

"Papah yakin soal itu?" tanya Brendon, ia bukan tidak mempercayai ayahnya hanya saja ia agak khawatir pria ini kenapa-kenapa.

"Ya, percayalah sama Papah, secepatnya hal ini bakalan Papah urus dan kamu serta Laila juga bisa secepatnya ke pelaminan." Brendon tercengang dengan ungkapannya, ayahnya ngegas juga soal hal ini.

"Um ... oke. Aku pergi dulu, Pah." Brendon hanya tersenyum kikuk.

"Hati-hati, Brendon." Brendon pun menjalankan mobilnya meninggalkan sang ayah dengan perasaan tak rela sekaligus bertanya-tanya, apa yang akan ayahnya lakukan?

Ayahnya mungkin bisa dengan cepat menemui sang kakak, tetapi apa bisa sendirian saja dengan perasaan seperti itu? Ah, Brendon harus percaya saja pada pria itu, ia pria terunik yang pernah Brendon temui. Pastilah, ia bisa mengatasi ini.

Semoga saja.

Perasaan Brendon lebih tenang, setidaknya. Kini ia sampai di kantor, masih dengan perasaan bahagia, dan Kimberly sang sekretaris merasa bahagia juga melihat Brendon sangat berseri, ia terus memberikan yang terbaik pada atasannya itu dengan penuh harapan perasaan tumbuh. Kini istirahat pun, Kimberly siap dengan senang hati membuatkan makanan untuk Brendon, tetapi pria itu menahannya.

"Saya mau masak hari ini." Pria itu ingin belajar memasak biar lihai tak kalah dengan calonnya nanti.

"Gak masalah, Pak. Biar saya aja yang masakin." Kimberly bersikeras.

"Enggak, saya aja." Brendon tak mau kalah, ia ingin belajar.

"Kalau begitu, saya bantu aja Pak, biar cepat." Brendon tersenyum dan mengangguk.

Kimberly rasanya sangat bahagia karena memasak bersama Brendon, terbayang nanti ketika mereka berkeluarga. Wah ....

"Saya mau belajar masak nanti, buat calon istri saya nanti," kata Brendon, Kimberly deg-degan mendengarnya, apa untuknya atau untuk anak kuliahan itu?

"Wah hebat, Pak," puji Kimberly hangat.

"Ini dia yang ngajarin beberapa resep kecil, kalau kamu nanti nyoba jawab saja dengan jujur apa yang kurang, ya." Dan senyum Kimberly memudar.

Apa memang sudah sejauh itu hubungan mereka, bahkan calon istri-calon suami? Tapi mereka kan hanya calon, apa harus Kimberly menyerah padahal belum benar-benar bersatu?

Tidak, Kimberly harus berusaha lebih keras, kan?

Kan?

Kenapa Kimberly merasa sangat ragu, ia tak mau jadi penghancur hubungan orang jika memang ada hubungan terikat di sana. Ia dilema sekarang.

"Oh, Laila itu ya, Pak?" tanya Kimberly, berpura-pura antusias.

"Yah, dia, Papah saya pun setuju dengan hubungan itu, tinggal menunggu waktu saya dan dia bersama dan saling mengenalkan orang tua."

Dan Kimberly sadar, jika sudah sejauh itu, ia rasa ia tak bisa lagi. Terlebih, Pak Manggala, sang bos besar sendiri yang memberikan pernyataan. Ya sudahlah, Kimberly hanya sekretaris, tugasnya jelas menjadi pendamping profesional yang membantu atasannya bekerja, tak lebih.

Tapi kalau diingat-ingat, Brendon punya kakak, artis besar David--Dave, yang notabenenya single selama ini. Kimberly sih tak masalah dengan usia yang lebih tua, apa dia punya kesempatan untuk itu. Entahlah, Kimberly tak tahu, ia malas ambil pusing sekarang.

Tak banyak terjadi setelahnya, makan bersama dan perbincangan kecil, sebelum akhirnya kembali bekerja hingga sore hari. Brendon pun pulang ke rumah dan terlihat Kimberly masih tak membawa mobilnya.

Brendon seperti biasa, menawari.

Namun kali ini, Kimberly menolak. "Enggak usah, Pak. Saya sudah mesan taksi online."

"Oh kalau begitu, hati-hati, ya, Kim." Brendon tersenyum hangat.

Kimberly balik tersenyum. "Bapak juga hati-hati!"

Dan Brendon menjalankan mobilnya pergi, dan entah mengapa Brendon bertanya-tanya ada yang terasa beda dengan Kimberly hari ini. Ia lebih banyak diam berbeda dari biasanya ....

Kimberly kini menunggu taksi online yang dipesannya, ia duduk di dekat pos jaga yang dijaga seorang sekuriti di sana. Sekuriti yang bertampang muda dan segar itu terlihat tengah makan dan menyadari kehadiran seseorang ia menyapa.

"Bu," sapanya hangat.

Kimberly menoleh sekilas.

"Makan, Bu." Ia tersenyum kikuk pada Kimberly, dan Kimberly hanya menatap dengan wajah kusut tak membalasnya. Ugh ia jadi merasa bersalah.

"Gimana sih rasanya, udah berjuang berusaha buat dapetin seseorang, dan ternyata kalah sama yang lain, cinta bertepuk sebelah tangan?" tanya Kimberly.

Pria yang tengah makan itu menatap bingung, apa Kimberly tengah curhat padanya? Tampaknya atasannya ini tengah patah hati entah pada siapa, dan perlu didengarkan.

Didengarkan atau disahutin, ya?

"Sakit banget, iya kan?" tanya Kimberly lagi, nadanya menyendu.

Meski dilema mau menyahut atau tidak takut salah cakap, akhirnya berkata, "Sakit, iya Bu, kalau jodoh, gak akan ke mana, kalau bukan ya gak bisa gimana-gimana. Tapi percayalah, Bu, ada banyak manusia di dunia ini ... jodoh gak bakal tertuker, bahkan tuker tambah, eh kok tuker tambah kek HP aja." Pria itu segera memukul mulutnya yang asal berkata.

Kimberly yang mendengarnya merasa aneh, hingga si wanita tertawa, ia menoleh ke sekuriti muda itu yang ternyata juga tertawa melihat si wanita. Namun, Kimberly seketika menampakkan wajah dongkolnya. "Sok ngelucu, dasar!" Hingga sang sekuriti ciut karenanya.

Di sisi lain, Brendon sampai di rumahnya, dan anehnya suara rumahnya terasa sepi. Mobil ayahnya tak ada di sana, apa pria itu masih pergi mencari sang kakak? Saat masuk, Brendon hanya menemukan kesunyian sampai bertemu Veronica yang asyik berguling di sofa. Brendon mengecek segala keadaan rumah, tak ada kehidupan lain di sana, ayahnya memang pergi.

Bahkan saat mengecek keadaan dapur, ada dua kue bolu yang masih utuh tak tersentuh ....

Brendon pun mencoba menghubungi ayahnya tetapi nyatanya nomor teleponnya tak aktif. Pria itu hanya bisa menghela napas, berdoa ayahnya baik-baik saja, sebelum akhirya melakukan kegiatan seperti biasa membersihkan diri, membuat makan malam, dan kembali berusaha menghubungi pria itu.

Masih saja tidak aktif.

Di saat-saat khawatirnya, Brendon mendengar suara mobil di luar menuju rumahnya, pria itu segera berjalan keluar untuk melihat siapa di sana dan memang benar, itu mobil ayahnya. Pria tua itu keluar dari mobil, kemudian diam di samping mobilnya sambil tersenyum hangat menatap Brendon.

Apa maksud tatapan itu ....

Dan tak lama, seseorang membuka pintu belakang, Brendon merasa senyuman itu maksudnya ... mata Brendon membulat sempurna, ia terpana melihat seorang pria berpakaian ala rockstar dengan tas gitar di punggung hadir di sana. Tersenyum sambil memberikan salam khas pada Brendon.

Brendon tak percaya apa yang dilihatnya, benar-benar sang kakak kah? Brendon berjalan lebih dekat, terus dekat.

"Lo natap gue kek liat hantu aja," kata David, tertawa geli akan tingkah adiknya.

"Kakak ... Papah ...." Brendon menatap keduanya bergantian.

David menghela napas, sekilas ia menatap sang ayah yang terlihat menatap penuh harap padanya. "Ya, kita baikan, Pak Tua itu udah nyadar dia banyak salah."

Brendon masih tergagap, ia tak tahu cara mendeskripsikan kebahagiaannya, kini sang ayah mendekat ke arah dua putranya itu.

Kemudian, menarik keduanya dalam pelukan.

"Keluarga Manggala sudah lengkap ...." Ayahnya berkata dengan lirih.

Dan kedua anaknya balik memeluk sang ayah, pria tua yang kini terisak pelan, sebelum akhirnya mereka masuk ke rumah. Memulai kisah baru dalam keluarga mereka.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

DADDY KUCING [Brendon Series - M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang