Sejak makan malam bersama dua hari yang lalu, masing-masing orang tua Sheva dan Jonathan secara gencar berusaha dan menyusun rencana agar anak-anak mereka mulai pendekatan atau bahkan jalan berdua.
Contohnya saja seperti sekarang ini.
Ini Minggu pagi. Cuaca cerah dengan sinar matahari yang masih hangat menyapu udara di sekitar rumah Sheva. Bau khas tanah karena hujan semalam masih bisa dihirup jelas. Suasana yang menyenangkan.
Tapi tidak untuk Sheva. Sudah dari setengah jam yang lalu mamanya menggedor-gedor pintu kamarnya. Bahkan sepuluh menit terakhir mamanya terus bolak-balik masuk ke kamarnya untuk membangunkan gadis itu dengan berbagai alasan.
Seperti membohonginya dengan mengatakan "Sheva cepat bangun udah mau jam 7 nanti gerbang sekolah kamu ditutup"
Dibalas pula oleh Sheva. "Hari ini hari Minggu ma. Mama kalo boong pinteran dikit napa." Dan ya gadis itu melanjutkan tidurnya.
Kasian om Arven, istri sama anaknya teriak-teriak mulu.
Sebagai antisipasi Sheva lebih dulu mengunci pintunya agar sang mama tidak bisa masuk ke kamarnya dan mengganggu tidur cantiknya. Pintar sekali anak pak Arven ini.
Kunci pintu? Sudah. Ganjal pakai kursi? Sudah. Ganjal pakai meja? Sudah. Ganjal pakai guci? Sudah. Pakai selimut? Sudah.
Perlengkapan untuk memerangi mamanya sudah siap. Ini membuktikan bahwa ia juga sudah siap tidur.
Rasanya baru beberapa menit matanya terpejam. Tapi sudah ada suara-suara lagi yang membangunkannya. Kali ini suaranya berbeda. Seperti bukan mamanya. Terdengar lebih berat dan ahh.. apa ya. Intinya menggoda.
Jonathan's POV :
Hari Minggu ini, tepatnya Minggu pagi, saya diminta untuk ke rumah Sheva. Gadis yang rencananya akan dijodohkan dengan saya.
Saya manggut-manggut saja itung-itung mengisi waktu di hari libur. Mumpung hari ini saya tidak ada pekerjaan juga.
Tante Lita—ibu Sheva—meminta saya ke rumahnya sekitar jam 7 pagi. Agar bisa sarapan bersama. Tentu saja mama saya tidak menolak. Bahkan beliau menyuruh saya berangkat lebih awal. Hadeh dasar ibu-ibu.
Dengan pakaian seadanya. Hanya memakai kemeja lengan pendek berwarna hitam dengan celana panjang berwarna moca, saya berangkat ke rumah calon istri saya. Haha.
Saya membawa beberapa buah tangan titipan orang tua saya. Beberapa juga saya beli hingga saat sampai di sana kedua tangan saya kesusahan membawanya masuk ke dalam rumah Sheva.
"Assalamualaikum!" Baru saya mau mengetuk pintu, pintu depan rumah Sheva sudah terbuka. Memperlihatkan tante Lita yang masih memakai celemek menyambut saya.
"Eh nak Jonathan, silakan masuk nak."
Saya tersenyum hormat kemudian mengikuti langkah tante Lita dan duduk di ruang tamu.
"Kamu janjian sama Sheva keluarnya jam berapa?"
"Sebenarnya belum ada janji Tan. Kan tante sama mama yang suruh saya ke sini."
Lita tersenyum malu sambil menggaruk belakang kepalanya. "Oh iya ya, tante lupa,"
"Yaudah gih kamu bangunin Sheva sana, anaknya masih tidur. Emang kebo banget tuh anak kayak papanya."
"Papa denger ya ma." sahut om Arven dari ruang tengah.
Jonathan's POV end.
Jonathan hanya terkekeh kecil. Kemudian berdiri bertanya di mana letak kamar Sheva. Setelah ditunjukkan, laki-laki itu izin untuk naik ke lantai dua menuju kamar Sheva.
Pintu kamar nomor dua dari ujung. Sedikit ke kanan dari tangga. Sesuai arahan Lita laki-laki itu dapat melihat ada pintu berwarna putih dengan tulisan di bagian luarnya.
Jonathan membaca tulisan itu dan tanpa sadar tersenyum.
'Kalo mau masuk minimal ketok dulu. Maksimalnya bisa langsung transfer atau ngga cash'.
Kira-kira seperti itulah tulisan di daun pintu kamar Sheva.
Jonathan mengikuti instruksi itu. Mengetuk pintu kamar Sheva beberapa kali. Semula perlahan dan jarang hingga cepat. Tapi tidak terlihat akan dibukakan.
Laki-laki itu merogoh sakunya. Mengamati kunci yang tadi diberikan Lita. Kunci cadangan kamar Sheva.
"Jo ini kamu bawa kunci. Pasti pintu kamarnya udah dikunci sama tuh anak." ucap Lita menahan langkah Jonathan yang akan menaiki tangga.
Jonathan berbalik dan menerima kunci dari calon mertuanya itu.
Dengan ragu, Jonathan memasukkan ujung kunci ke lubangnya. Menusuknya sampai mentok dan memutarnya perlahan.
Pintu kamar Sheva sudah terbuka. Jonathan memutar kenopnya dan mendorong daun pintu itu perlahan. Terasa berat. Seperti ada yang menahan dari dalam sana.
Dengan sekuat tenaga Jonathan mendorong dari luar. Menyingkirkan benda apa saja yang menghalangi langkahnya di dalam sana.
Tenaga yang dikeluarkan Jonathan tidak sia-sia. Buktinya pintu bercat putih itu sudah bergeser. Kepalanya bisa masuk untuk mengintip apa yang mengganjal di dalam.
Saat melongokkan kepalanya, Jonathan dibuat terkejut. Bagaimana tidak? Tumpukan kursi, meja bahkan guci tersusun di balik pintu. Seperti sengaja untuk mencegah seseorang masuk.
Laki-laki itu menghela nafas. Ditambah tiga kali beristighfar sambil mengusap dada.
Pasti ulah Sheva. Batin Jonathan.
Jonathan menyingkirkan satu per satu barang yang menghalangi pintu. Menggesernya sehingga badan besarnya itu bisa masuk.
Butuh lumayan banyak tenaga untuk melakukan itu. Tapi sekarang tubuhnya sudah seratus persen berada di dalam kamar Sheva.
Kamar anak perempuan.
Yang pertama kali ia datangi. Dan hanya berdua.
Tidak ada waktu untuk mendeskripsikan kamar Sheva, jadi langsung saja pada agenda membangunkan gadis itu.
"Sheva," Jonathan menyentuh bahu Sheva dengan ujung jarinya. Menusuk nusuknya pelan.
"Sheva bangun. Sudah pagi."
Hanya geliatan yang Jonathan dapatkan. Laki-laki itu menghela nafas. Sepertinya benar ucapan Lita, Sheva sangat kebo alias suka tidur. Susah dibangunkan juga.
"Sheva Sheva bangun!" Jonathan kini lebih berani. Laki-laki itu menggoyangkan bahu Sheva. Mengguncangkan badan gadis itu.
"Apaan sih ma!" Sheva menepis tangan Jonathan dari bahunya.
Jonathan kembali menghela nafas. "Bangun Sheva!" Tangan besar Jonathan menepuk nepuk lembut pipi Sheva.
"Suara mama kok jadi berat sih? Kebanyakan makan kerupuk ya hoamm.." Gadis itu mengucek matanya. Mengidentifikasi manusia di hadapannya.
"Lah mama kumisan? Tapi tipis banget sih." Sheva mendekatkan wajahnya pada wajah Jonathan memperjelas penglihatannya pada kumis di atas bibir Jonathan.
"Ini juga ngapain mama pake kemeja begini," Gadis itu menarik dan membolak-balik ujung kemeja Jonathan. Masih mengira laki-laki itu mamanya.
"Saya Jonathan, Sheva."
Sheva terperanjat. Gadis itu terjatuh mundur. Tapi sayangnya Jonathan mengikuti gerak gadis itu. Tangan Sheva yang tadi memegang kemeja Jonathan belum terlepas. Dan brak. Jonathan jatuh tepat di atas tubuh Sheva. Menindih tubuh Sheva.
Mereka terdiam sejenak. Saling menatap dengan ekspresi terkejut.
"P-pak," Sheva menahan dada Jonathan agar tidak terlalu jatuh ke atas tubuhnya. Ia tidak mau laki-laki itu merasakan sesuatu yang tidak seharusnya dirasakan. Seperti—
"Kamu tidak pakai dalaman ya di bagian atas?" DAMN. Pertanyaan konyol macam apa itu Jonathan?!?
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Om om [ END|SUDAH TERSEDIA S2 ]
Romance[CERITA INI HANYA UNTUK YANG UDAH PERNAH BACA DAN MAU BACA ULANG. BUAT PEMBACA BARU DISARANKAN GA USAH BACA. AKU MALES NGASIH WARNING MULU] Kisah klasik tentang perjodohan. ⚠️ ADA BEBERAPA PART YANG MENGANDUNG KONTEN DEWASA ⚠️ Gimana pendapat kalian...