MWO | 43

40.8K 977 7
                                    

votmen dulu 👹

—————

Tak terasa sudah dua Minggu mereka berdua menginap di rumah nenek Jonathan. Dan hari ini adalah hari terakhir di Amerika. Jonathan dan Sheva sudah bersiap sejak pagi untuk ke bandara. Keduanya diantar pak Herry bersama Oma yang turut serta.

Pesawat yang ditumpangi pasangan suami-istri itu sebentar lagi akan take off. Jonathan melirik istrinya yang sudah terlelap sejak menyentuh kursi pesawat.

Laki-laki itu menarik kepala istrinya, agar menyandar pada bahu lebar miliknya. Tangannya secara teratur mengusap pipi dan kepala Sheva. Meninabobokan istrinya itu.

Penerbangan Amerika-Indonesia selama 21 jam berhasil membuat Jonathan bosan. Membaca majalah, koran dan melihat ponsel sudah ia lakukan. Tapi tidak ada yang bisa mengusir kebosanan.

Pramugari mendatanginya. Bertanya apakah ia butuh sesuatu. Laki-laki itu menggeleng sebagai jawaban.

Tetapi sepertinya pramugari itu tidak mengerti bahasa manusia. Beberapa kali pramugara itu bolak-balik bertanya macam-macam kepada Jonathan. Apakah laki-laki itu butuh makanan lah, minuman lah atau yang lain.

Lama-kelamaan Jonathan jengah. Pasalnya saat menengok ke penumpang lain, tidak ada yang ditanyai seperti dirinya ini. Padahal mereka membayar harga tiket yang sama dengannya.

Laki-laki itu tidak menggubris pramugari cantik itu. Hanya menjawab singkat karena ia tahu maksud pramugari ini. Berniat mencari perhatiannya.

Jonathan dengan acuh tak acuh tetap menyibukkan diri dengan koran di depan matanya. Membukanya selebar mungkin hingga menutupi seluruh wajahnya.

"Sir, apakah ada yang bisa dibantu?" Pramugari itu kembali lagi. Dan masih menanyakan hal yang sama.

Pertanyaan kesekian kalinya itu dibalas gelengan kepala oleh Jonathan. Bertanya satu dua kali masih bisa ia jawab ramah. Tapi ini udah ke sepuluh kalinya. Bagaimana ia tidak kesal?

"Baik, Sir. Nanti saya akan kembali." ucap pramugara itu sambil menundukkan tubuhnya.

"Tidak perlu." Jonathan berucap dengan nada dinginnya. "Tidak perlu kembali lagi. Jika saya perlu bantuan, saya yang akan memanggil."

"Tidak apa, Sir. Saya yang akan ke sini setiap sepuluh menit." Pramugari itu tersenyum semanis-manisnya. Tapi malah membuat Jonathan geli.

"Saya bilang tidak perlu. Jangan ke sini lagi. Tanyai saja penumpang lain." Nada bicara Jonathan mulai meninggi. Mengusik Sheva yang sedang tertidur nyenyak.

"Kenapa, mas?" tanya Sheva sambil mengucek matanya yang terasa lengket. Ia mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali menyesuaikan penglihatan.

Seorang pramugari cantik tengah berdiri di dekat suaminya. Tidak ada yang mengganggu penglihatannya kecuali tubuh pramugari itu yang sengaja dibungkukkan untuk menunjukkan belahan dadanya yang sengaja dipamerkan. Sheva bisa mengerti kalau pramugari itu sedang menggoda suaminya.

"Pramugari ini, daritadi bolak-balik nanyain mas. Udah mas bilangin ga butuh apa-apa masih aja balik ke sini. Tapi cuma mas yang ditanyain. Yang lain engga." Jonathan menjelaskan kepada Sheva. Istrinya itu mengangguk-angguk. Benar kan dugaannya? Pramugari ini sedang cari perhatian dan menggoda Jonathan.

Sheva menarik koran Jonathan yang turut menutupi wajahnya. Ia menegakkan duduknya, kemudian berpindah duduk di pangkuan Jonathan dengan menghadap laki-laki itu.

Untung saja, Jonathan dengan sigap menahan tubuh istrinya agar tidak jatuh. Tangannya ia lingkarkan di pinggang ramping Sheva.

Kelakuan Sheva tak lepas dari pandangan si pramugari. Dengan santainya, istri Jonathan itu malah mengalungkan kedua tangannya di leher sang suami.

"Eumhhh mass aku pengen," Sheva menggigit bibir bawahnya dengan tatapan menggoda Jonathan. "Pengen eumhh dianu lagi. Disinihh yahh mhhh" Wanita muda itu mengedipkan sebelah matanya beberapa kali dan bergelayut manja di bahu Jonathan.

Jonathan tak menyia-nyiakan kesempatan. Segera ia daratkan kecupan di bibir istrinya. Kecupan singkat tapi berkali-kali.

Pramugari yang melihat keduanya mendecak. Lalu pergi meninggalkan pasangan suami-istri itu.

Sebelum pramugari itu pergi, Sheva sempatkan memutar kepalanya untuk sekedar menjulurkan lidahnya mengejek si pramugari. Wanita muda itu tersenyum puas melihat wajah masam pramugari berseragam navy itu.

"Nakal ya istri mas." Jonathan tertawa kecil sambil mencubit pipi gembul Sheva.

Ekspresi Sheva yang mulanya tersenyum puas, dalam hitungan detik berganti menjadi ekspresi datar yang mengintimidasi. Menatap Jonathan tajam.

"Kenapa? Mas ada salah?" Rupanya Jonathan menyadari perbedaan dari istrinya itu.

"Itu tadi kenapa ditanggepin? Harusnya kalo udah tau mau godain mas tuh diemin aja. Jangan dijawab. Udah jelas itu mau buat mas tergoda. Mana ada pramugari yang pamer dada begitu. Huuuhh..." Sheva melipat kedua tangannya di dada. Tak peduli dengan tatapan orang-orang yang mengarah kepadanya.

"Mas udah diemin dia, loh. Cuma dia aja yang ngejar-ngejar mas." ucap Jonathan menjelaskan sesuai kenyataan. "Lagian mas suka yang ini, walaupun masih kecil. Tapi enak." Jonathan menyambung ucapannya dengan tangan yang meremas kecil payudara Sheva. Membuat istrinya itu memekik dan memukul tangannya.

Sheva langsung berpindah ke tempat duduknya sendiri. "Dasar om-om! Ga tau tempat banget. Kalo ada yang liat gimana?!"

Jonathan seperti tak peduli dengan peringatan istrinya itu. Justru ia menikmati wajah lucu Sheva saat marah-marah. Menggemaskan, katanya.

"Kalo ada yang liat tinggal mas colok matanya." ucap Jonathan santai.

"Nanti mas dipenjara. Aku nikah lagi." Sheva sepertinya sengaja memancing suaminya itu. Bahkan lidahnya terjulur mengolok-olok Jonathan.

"Mas, bisa kabur lah. Terus robohin tenda nikahan kamu."

"Aku nikahnya di gedung, jadi ga pake tenda."

"Ya udah tinggal mas beli gedungnya. Gampang kan?" Jonathan berucap sombong. Bibirnya terangkat sebelah.

"Kan ga boleh gitu. Uangnya disita polisi." Sheva masih belum mau kalah dari suaminya.

"Mas kan punya asisten."

Sheva mendengus kesal. Kapan ia bisa menang soal perdebatan tentang uang dan kekuasaan melawan Jonathan?!

"Yaudah sana beli aja. Aku ga jadi nikah." Istri Jonathan itu memutar tubuhnya sembilan puluh derajat sehingga seratus persen menghadap ke depan. Tangannya masih terlipat di depan dada.

"Emang kamu tuh takdir nikahnya sama mas. Jadi jangan sok sokan mau nikah sama yang lain."

"Yeeeeee." Sheva menjawab dengan nada kesal ucapan menyebalkan suaminya itu. Jonathan justru tertawa dengan tanpa dosanya.

"Lagian ada yang adeknya lebih enak dari punya mas? Adek mas udah yang paling jempolan. Gede, panjang trus bisa buat kam—"

"Diem deh!! Sebelum aku timpuk mas pake troli." Sheva tidak sanggup mendengar ucapan Jonathan selanjutnya. Pipinya sudah memanas. Bagian bawahnya juga terasa lain.

"Iya iya sayang. Mas diem nih." Jonathan memang menutup mulutnya. Tapi kemudian laki-laki itu mendekatkan dirinya pada tubuh sang istri.

"Nanti kayak kemarin lagi ya, mas mau coba gaya baru." Senyuman lebar Jonathan pamerkan setelah mengatakan itu. Sheva bergidik membayangkan apa yang akan dilakukan Jonathan padanya. Semoga masih dalam batas wajar mengingat suaminya itu om-om berkekuatan melebihi kuda.

—————
gaya apa tuh pak Jon😳😲

klo ada yg salah kasih tau aja yaa, soalnya belum sempet direvisi 😭

makasih banyak buat yg udah ingetin 😙💓💋

Married with Om om [ END|SUDAH TERSEDIA S2 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang