MWO | 1

170K 3.2K 76
                                    

"Ma, aku masih 17 tahun. Belum waktunya nikah." ucap seorang gadis menolak permintaan orang tuanya yang disampaikan beberapa menit lalu.

"17 tahun itu udah dewasa sayang. Kamu perlu seseorang untuk jagain kamu." Sang mama membalas argumen putrinya. Mencoba menjelaskan.

"No. 17 tahun itu masih remaja." balas sang gadis.

"Sheva, dengerin mama. Perjodohan ini udah disetujui oleh kedua belah pihak. Gaakan bisa diganggu gugat."

Sheva memandang mamanya sinis. "Disetujui kalian lebih tepatnya." ucapnya dengan nada kesal.

"Calon suami kamu udah setuju." Lita-mama Sheva-menjawab. Sheva memutar bola matanya malas.

"Sudahlah Sheva menurut ya." bujuk Arven pada putrinya.

"Terserah deh." Sheva memilih meninggalkan ruang tamu dan beranjak naik ke kamarnya di lantai dua.

•••

Di lain tempat dengan topik yang sama dan posisi yang sama. Tetapi objek kali ini seorang pria.

"Dia masih terlalu kecil untuk menikah ma, pa."

"Cuma fotonya aja yang keliatan masih kecil aslinya cantik kok."

"Joe ga bilang dia jelek ma. Umur dia terlalu kecil untuk membina rumah tangga. Masih belum saatnya."

"Ayolah Jo, keluarga calon istri kamu udah setuju. Bahkan Sheva nya sendiri juga udah mau." Delvin—papa Joe—meyakinkan putranya itu.

Sebentar, sepertinya ada yang salah? Bukankah tadi orang tua Sheva juga mengatakan hal yang sama? Hemm mencurigakan.

"Gabisa pa ma. Dia terlalu muda. Sedangkan aku udah dua puluh tujuh. Nanti orang-orang pada ngira aku pedofil lagi." Jonathan masih keras pada pendiriannya.

Yang benar saja, dia sudah hampir kepala tiga dan oleh orang tuanya dijodohkan dengan gadis yang masih SMA. Beda sepuluh tahun dengannya.

Otak Jonathan masih bisa berpikir waras untuk menolak itu semua. Walaupun ia akui gadis yang ia lihat fotonya tadi terlihat cantik.

"Arghhh.." Laki-laki itu menggeram menghilangkan pikiran buruknya. Ia masih waras. Ingatkan itu.

Tapi apakah orang tuanya mau mendengar pendapatnya? Bahkan argumen yang sangat masuk akal sekalipun?

Tentu tidak. Para orang tua itu kukuh pada pendiriannya. Perjodohan sudah disetujui dan harus dilakukan. Menyebalkan memang.

Seperti saat ini. Jonathan sudah berhenti memikirkan soal perjodohan itu sejak tadi pagi. Tapi yang ada apa? Orang tuanya justru mengabarinya kalau akan diadakan makan malam bersama keluarga Sheva nanti malam. Membahas rencana pernikahan mereka. Dan ia harus ikut.

Jonathan hanya mengangguk sekenanya mengiyakan.

Sesuai jam yang sudah ditentukan, keluarga Sheva dan orang tua Jonathan sudah berangkat lebih dulu dan bertemu di restoran. Sedangkan sang bintang utama pria masih terjebak macet.

Makanan sudah dipesan tapi belum tersentuh sedikitpun. Mereka masih menunggu Jonathan.

"Maaf semuanya, sudah membuat kalian menunggu lama." Seorang pria tinggi besar yang tak lain adalah Jonathan menunduk ke arah semua orang yang ada di meja itu. Senyum maklum ia dapatkan sebagai jawaban.

Saat mengangkat kepalanya, pandangan Jonathan terpaku pada seorang gadis yang duduk diapit kedua orang tuanya.

Gadis manis berbalut dress panjang berwarna biru pastel. Rambutnya dicepol dengan beberapa anak rambut terjatuh di leher jenjangnya.

Walaupun dandanannya terlihat seperti wanita dewasa tetapi dapat dilihat jelas bahwa gadis itu masih remaja.

Menyadari tatapan Jonathan yang masih terpaku pada Sheva—yap gadis itu adalah Sheva—Delvin berdehem keras.

"Ekhem. Cukup kali mandanginnya." Gelak tawa membahana di meja tersebut. Sedangkan Sheva hanya tersenyum kecil.

Jonathan menggaruk belakang kepalanya lantas duduk di hadapan Sheva sambil menormalkan ekspresinya. Memasang ekspresi datar seperti biasanya.

"Udah yuk kita makan dulu baru bahas soal pernikahan anak-anak." ajak Lita yang diangguki semua orang.

Married with Om om [ END|SUDAH TERSEDIA S2 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang