Sugeng enjing, Para Pamiarsa!
Kayaknya baru kemarin aku mampir, eh ternyata lumayan lama juga. Maturnuwun semuanya yang sudah ingetin, entah di komen atau dm akun secara langsung. Ga lupa dong untuk mengingatkan bahwa partisipasi kalian dalam proses panjang ini membantu Ratri menapaki langkah lebih jauh lagi. Masih banyak kekurangan terutama di awal bab, oleh karenanya aku minta maaf.
Anw, aku seneng banget sama antusias kalian semua, terimakasih ya. Salam sehat teruntuk fisik dan psikis kita bersama.Dah itu dulu deh,
Have enjoy!
***
"Raden, apa yang terjadi dengan tangan Anda?" Suganda setengah terkejut mendapati 'Pangeran Lembut dari Rindusiwi' terluka untuk pertama kalinya setelah dua bulan dikirim menemani kakandanya, Raden Pandji, pemuda cakap nan mulia yang berjuluk Sang Kresna karena kecakapannya dalam segala hal sebagaimana Prabu Kresna.
"Apakah terasa tidak nyaman?" Tanyanya takut, "t-tunggu sebentar, pelayan ini akan panggilkan bala bantuan!"
"Harap tunggu sebentaarr!" Katanya lagi dari kejauhan sambil membenahi letak tombak dan pelindung kepala yang tumben saja terasa kelonggaran, aduh! Mungkin tertukar lagi dengan milik Wajik sewaktu buang air tadi, kepala Wajik, kan, yang paling besar!
Suganda berlari tak tentu arah, sebisa mungkin meminimalisir waktu terbuang demi mencapai markas di Tenggara padang ilalang ini, agar kepalanya juga bisa tetap selamat bersama nyawa Pangeran Bungsu Rindusiwi di belakang sana.
Saat pikirannya panik, sementara tubuh kurus bergetar, Suganda kebetulan menemukan seorang pemuda berpakaian prajurit beberapa meter di depannya, ia lantas dengan senang hati menabrakkan diri guna mencengkram kerah sederhana lawan bicaranya,
Brug
Keduanya terjungkal
"Hah. Hah. K-kau! Syukurlah aku bertemu denganmu, Penjaga Kuda!" Suganda tersengal-sengal
Si Penjaga Kuda mengernyit, "Senior Suganda, ada apa sampai Senior gemetar begini?"
Perhatian ini membuat Suganda menangis haru, Si Penjaga Kuda selalu baik, "K-kau, adikku, ngger, Cah Bagus! Tulungana kakangamu iki!"
"Tolong atas apa, Senior?"
"Pangeran Lembut yang selalu menarik perhatian itu kini dalam masalah. Tangannya dipenuhi darah dari pinggangnya yang berlubang! Cepat pergilah lurus ke Tenggara sana! Benar, arahku pergi sebelumnya, temani dia sementara aku memanggil bala bantuan dan Raden Pandji. Tolongg!"
"S-saya? Tapi bagaimana dengan kuda yang saya jaga ini? Mereka kuda milik tentara kami, salah satunya bahkan milik Raden Pandji sendiri?"
"Aku percaya kau tidak sepenuhnya bodoh sebagaimana rumor, Ngger. Tolonglah seniormu ini sekali saja, datang ke sana dan layani keperluannya. Hah? Mengerti?" Pungkasnya final menepuk pipi juniornya sebelum berlari tunggang langgang. Semakin lama Anda mengobrol, semakin singkat sisa hidupmu!
Ayo berlari lagi!
***
Pemuda Penjaga Kuda memandang punggung seniornya yang kian mengecil dalam bayangan konyol. Dia kembali ke tempat semula, mengawasi lima kuda yang dijaganya merumputi tumbuhan setengah kering. Pandangannya tercuri pada kuda sehitam jelaga di pojok kiri dan menepuk punggungnya beraturan, "gaweanku ya mung angon jaran, ta? Ngadusi, makani, ngguwak tlepong sisan. Ngapa ndadak nglarani awake dhewe?" Dia tengah mengalihkan diri dari suara-suara aneh yang menariknya pergi ke Tenggara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden
Historical FictionDia adalah keturunan biru yang membaur dengan rakyat jelata. Wajah menawan, otak cemerlang, jiwa yang kuat, dan rendah hati siapa pria yang mampu menolaknya! Tutur kata begitu lembut namun tegas dan garang memimpin pasukan. Sungguh Jagad Dewa teng...