Ukhuk
Ukhuk
Leluhur berkata ada yang tengah membicarakanmu jika Anda sampai tersedak tiba-tiba
"Diajeng!" Sarti tergopoh menggosok punggung tuannya. Mata gadis itu memerah dengan airmata sementara tenggorokannya menjadi terasa perih dan mengganjal.
Lusa Tabib baru saja menyatakan kesembuhannya tetapi sekarang Ratri justru sudah menyelinap di dalam pasar, ah Jagad Dewa Bathara! Betapa resahnya Sarti saat ini
"Diajeng, patroli hari ini harus dicukupkan. Kami telah berkeliling pasar sejak pagi dan tidak menemukan hal janggal?" katanya membujuk
"Begitukah? Tetapi Saya seperti melihat pergerakan aneh di perbatasan
.. . Simbok pulanglah terlebih dahulu diantarkan Djiman, saya masih hendak berkeliling sedikit lebih lama."
Sarti melotot, "apa yang Anda maksudkan, Diajeng? Kami sudah sepakat pergi bersama."
"Diajeng," Djiman menyela, "adalah benar yang dikatakan Nyonya. Kami mempertimbangkan kesehatan Anda, masalah patroli saya akan mengurusnya seperti biasa"
Suara tapak kaki kuda bergemuruh memenuhi hingga ke sudut pasar tempat Ratri berdiri. Di dorong perasaan ingin tahu, Ratri berjalan mendekat di sela-sela kosong.
Kereta Cendana?!
Kereta Cendana!
"Diajeng! Itu adalah Cendana Wungu milik Sancang, pasti ada sesuatu. Mari bergegas kembali sebelum Gusti Prabu mengetahui penyelinapan Anda ini, Diajeng?"
Ratri mengunci mulutnya tetapi terus berjalan ke arah istana menggunakan jalan pintas yang ia kembangkan sendiri bersama pelayan pribadinya
Pemikirannya tetap tenang tanpa gejolak berarti sehingga hanya para pelayannyalah yang memiliki perasaan cemas tingkat tinggi
"Siapkan kebaya baru untuk Diajeng!" Sarti setengah tersengal menginstruksikan tiga bawahannya untuk bergegas
"Mbok, perlahan. Ampun kesusu. Mungkin ini hanya diplomasi antara kerajaan saja."
"Palango menika sangune tiyang gesang. Kemarin ketika Sancang mengirim perwakilannya untuk mengecek kondisi Anda juga terjadi sangat cepat, kemudian hari berikutnya Ratu Bandagiri, permaisuri raja Sancang terdahulu mengirimkan Anda puluhan peti herbal setelah mendengar kabar kejatuhan fisik Anda.
.. . Kami tidak bisa kecolongan terus menerus, ini akan berdampak kepada Anda dan istana." Sarti mengangsurkan kebaya baru, memasangkannya dengan setelan jarit Batik Kawung sutra sebagai setelan kerajaan
Ratri hanya mengikuti saja, toh dia hanya bisa menerima perlakuan ini.
"Diajeng, Gusti Ratu meminta kehadiran Anda di aula harem." Djiman menunduk ketika Ratri ke luar dari kediamannya
"Pergi," katanya diikuti rombongan kecil pelayan di sisinya. Melihat jumlah yang sangat tidak layak, semua orang pasti akan menertawakan Ratri, tetapi ia tidak peduli dan tetap melangkah maju
Ketika langkahnya melewati aula utama, peti-peti berharga tertangkap oleh matanya, selain itu dia juga dapat melihat ibunya dan ..
.. . Selir kedua, Narmi?
Apakah dia melewatkan diri pada aturan bahwa Selir dilarang menampakkan diri dengan memasuki Singgasana raja dan aula harem?
Menutupi keterkejutannya, Ratri menunduk, "salam kepada Selir Narmi." Kemudian dengan nada yang sama berucap, "Putri Anda menghadap, Ibunda" Busurnya seolah menunjukkan kerukunan di antara mereka bertiga
"Duduklah," Gusti Ratu menerima dan menekan diri, bertindak seolah Narmi tidak ada dan tidak ada sesuatu yang terjadi
"Anda pasti bertanya mengapa untuk menerima peti seperti sebelumnya saya harus meminta presensi Anda,
.. . Ini merupakan masalah harem di tangan saya, hari ini telah hadir utusan Sancang dengan hadiah dua kali lebih banyak dari peti bulan lainnya."
Seorang pelayan tingkat tinggi dengan kebaya hijau tua muncul dari sudut ruangan
Ratu mengenalkan, "biarkan seseorang menjelaskan. Nyonya ini merupakan dayang dari harem Sancang milik Ratu Bandagiri, mertua Anda, silakan, Nyonya,"
"Mugi Gusti paring kasembadan ing ngarsanipun Gusti Kanjeng Ratu Rindu Siwi. Pelayan tua ini adalah Wunari, pelayan pribadi Gusti Ratu Bandagiri. Mengikuti perkembangan kabar Anda, Gusti sangat bahagia dan mengirimkan nafkah berlebih bulan ini sebagai hadiah karena Anda memenangkan hatinya melalui teh melati buatan Raden Ajeng Ratri sekaligus ucapan syukurnya karena kesehatan terbaik Anda.
.. .Gusti Bandagiri menantikan kehadiran Anda di kerajaan Sancang kami untuk mulai belajar tentang harem yang akan Raden Ajeng Ratri pimpin sebagai Permaisuri. Sebagai kepala harem, beliau merasa kurang bersemangat belakangan ini."
Ratri mengepalkan buku jari dan menunduk
Narmi melihat tontonan yang dinantikannya sehingga tersenyum terang. Menurut rumor, harem Sancang Ratu Bandagiri sama kuatnya dengan negara sehingga dapat disimpulkan bahwa Ratri pasti memikiki fase hidup yang berat. Hatinya menjadi puas, "berikan Selir ini tambahan gula di teh." Dia berkata lirih kepada pelayan setianya
Sarti menjadi pias, sudah bukan rahasia apabila Ratri berkonfrontasi dengan kebijakan harem mana pun
"Apa keputusan Raja mengenai ini?" Ratri menyinggung suaminya
"Harem dan negara adalah satu, tetapi ketika memutuskan ini haremlah yang paling berhak," Wunari memantik senyumnya
Sementara Ratri kini tersadarkan bahwa ia terjebak oleh bidak catur lawan yang menginginkan bidak kudanya
"Raja tidak mengambil jalur tetapi memperkuat pasukannya untuk menjaga perbatasan? Lalu bagaimana dengan persyaratan yang saya berikan tempo hari padanya?"
Wunari menunduk hormat, "syarat yang ada di antara Raja dan Permaisuri merupakan acara pribadi, sementara harem adalah acara negara sehingga Permaisuri diharapkan dapat mengambil langkah bijaksana."
Ratri menyeringai, tempo hari ketika dia mengirim teh melati ke Sancang itu adalah murni ucapan terimakasih karena kiriman herbal yang diterimanya
Sayang sekali teh itu justru berbalik menjerat kedua lengannya, dengan sedikit corak memerah di mata, Ratri bertanya, "dua kali nafkah dan peti maskawin. Adakah Sancang meminta saya untuk damai dan mengikuti atau menolak dengan kekacauan perang karena Perceraian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden
Historical FictionDia adalah keturunan biru yang membaur dengan rakyat jelata. Wajah menawan, otak cemerlang, jiwa yang kuat, dan rendah hati siapa pria yang mampu menolaknya! Tutur kata begitu lembut namun tegas dan garang memimpin pasukan. Sungguh Jagad Dewa teng...