Raden #19

596 61 8
                                    

Kula nuwun,
Puasa pertama apa kabar?
Semoga tercapai segala goals di bulan suci ini ya, Para Pamiarsa~
Belakangan notifikasiku lagi rame banget, jadi terimakasih sudah meramaikan 😍
Oh, anw, aku cuma mau ingatkan lagi, kalau aku sedang berusaha lebih produktif, setiap partisipasi dari teman-teman berperan krusial loh. Kita jalan bareng nih ceritanya.

Selamat datang di kediaman Ratri ya, Pembaca Baru.
Teruntuk Pembaca yang setia dari awal juga aku ucapkan maturnuwun untuk dukungannya. Terimakasih sudah bertahan sejauh ini, terimakasih sudah berpartisipasi aktif, semoga Ratri cepat selesai biar cepet dirombak habis-habisan ya, aamiin.

Have enjoy!

***

Pagi hari di Istana Utara terasa mencekam. Ratu Bandagiri yang terbiasa bangun sebelum subuh telah mengeluarkan kemarahannya dengan membuang cangkir ke sisi ruangan hingga suara pecah menjerit menciptakan sakit sekaligus ngeri di depan petugas yang melayani.

Mbok Wunari yang sudah sepuh tidak banyak menunjukkan ekspresi berarti, seolah terbiasa dan bukan menjadi hal luar biasa. Berbeda dengan pelayan muda yang datang dari dapur, mereka bergetar meremasi rok-roknya.

"Yang Mulia, pikirkan kesehatan Anda," kata Mbok Wunari

Ratu Bandagiri mulai tenang meski dilihat dari nafasnya yang tidak beraturan itu menunjukkan seberapa marah beliau sebenarnya, "Anak Tidak Berbakti itu ingin melawanku lagi?"

"Yang Mulia," panggil Mbok Wunari lagi, mencoba menenangkan

"Katakan, wanita mana lagi yang diincarnya kali ini?"

Kasim kecil berkata, "belum ada spesifikasi, Yang Mulia. Tetapi Raja berulangkali menyebutkan kediaman pejabat partai selatan,"

"Ki Wiluyo." Kata Ibu Suri, "untuk melawan Fraksi Utara ku, maka menghimpun dukungan dari Partai Selatan yang bersengketa adalah jalan terbaik. Anda tentu tidak lupa, sebulan lalu Raja membawa kemenakan Ki Sukar, petinggi partai selatan."

"Yang Mulia, apakah kami perlu memanggil Ki Barep? Kebijakan Tiga Perempat Bulan justru membuat Raja semakin bebas membawa pulang wanita?"

Ratu Bandagiri menarik nafas, "melibatkan kakakku saat ini, adalah tindakan gegabah. Biarkan saja sementara."

".. . Karena Raja menujuk Permaisuri langsung untuk menjalankan tugas pertama kalinya, maka katakan titahku, 'aku mendengar dan membimbing. Biarkan seseorang membawa catatan sehingga Permaisuri dapat mencontoh pelaksanaan Jamuan Rutin sebelumnya.'"

Mbok Wunari berlutut, "hamba tua mendengar, Yang Mulia. Gadis Pelayan Timur, bawakan salinan perjamuan dan bawa pembimbing etiket ke Puri Bulan untuk bertugas."

Pelayan yang dipanggil menunduk, "junior mengerti, Mbok. Yang Mulia, kami segera bertugas."

***

Puri Bulan penuh sesak.

Sejak pagi tadi, penata rias yang dikirim raja secara khusus mulai menjalankan perannya menata Permaisuri Baru.

Ratri melihat pantulannya di cermin tembaga bundar, diam merasakan olesan minyak zaitun di rambut panjangnya, begitu perlahan sampai kantuk menyerang lagi. Atau ketika menerima sapuan rias di seluruh wajah yang mengeluarkan semerbak khas wangi mawar, tidak lupa varian baru dari setelan jarit dengan kebaya hitam kesukaannya terpasang apik tanpa cela. Mata Ratri gagal berair ketika tusukan terakhir mendarat di kepala bagian belakang, telinganya terpasangi anting-anting kecil, sementara saat dia berdiri mengecek lekukan jaritnya, seorang gadis pelayan datang memasangkan hiasan emas di tengah kekosongan jarit.

RadenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang