Ketika jago berkokok dan surya mengintip dari celah perbukitan. Ini akan menjadi bagian lesu seperti dua perayaan sebelumnya
Beberapa pelayan yang hadir pagi ini pun enggan menengadahkan tatap pada tuannya. Takut-takut ketika salah satu dari panca indra miliknya tertangkap oleh gadis itu dan menambah setidaknya beban baru pada hari ini
Pun dengan penjaga yang biasanya tampak garang seketika memiliki raut kehalusan di mata. Ini adalah bukti seberapa besar gadis bernama Ratri teramat dicintai oleh orang-orang ini
"Diajeng? Sarapan sudah siap"
Sarti berusaha tegar meskipun dalam benaknya menjerit menyaksikan kemalangan putri ini
"Tidakkah kalian tahu? Bahwasanya Raden Ajeng Ratri itu ditolak oleh suaminya lagi!"
Ia baru saja ke luar dapur istana bersama bawahannya ketika pelayan lain mengucapkan kata-kata kotor tentang gadis itu
Seandainya martabat putri tidak tercoreng sudah barang tentu Sarti menyilakan beberapa pelayan di belakang melampiaskan hasrat mereka untuk mengikat tangan dan kaki pelayan tidak terhormat tadi
"Sudah? Mari semuanya kita makan"
Ratri tersenyum teramat indah membuat wanita-wanita di ruangan itu menatap tidak percaya! Sebenarnya hati putri mereka terbuat dari logam semacam apa?
Tidak ada yang bergerak selain Sarti yang menyiapkan menu putri ini. Ratri hendak menyuapkan diri sebelum suara isak terdengar dari pojok
Kemudian pojok setelahnya kemudian setelahnya lagi hingga semua yang ada tertunduk dengan bahu bergetar. Pun dengan penjaga yang tertunduk berusaha menahan wibawa
Ratri terenyuh tetapi tetap tersenyum seperti biasa
"Usah risaukan semua, itu yang akan pertama kali aku katakan"
Hening
"Allah sungguh luar biasa karena telah memberkahi aku dengan karunia luar biasa seperti kalian. Jangan tangisi aku, itu akan lebih menyakitkan dari sebuah penolakan"
"Diajeng?" Kor suara lemah memenuhi telinga Ratri. Gadis itu tersenyum untuk selanjutnya membagikan hidangan miliknya
Sebuah kebiasaan yang hanya berlaku di paviliun miliknya, makan bersama.
"Gosip penolakan atas diri Raden Ratri tengah heboh sekarang ini, Gusti"
Seorang pelayan menyampaikan dengan gemulai
Sedang tuannya tersenyum semringah menghirup aroma jahe yang begitu mendominasi ruang ini
Seakan tak berkepedulian wanita dengan konde di atas kepalanya itu menatap penuh kepuasan
"Sebarkan. Jangan biarkan berita bahagia semacam ini terkenang dalam satu hari saja"
Semua pelayan yang ada tersenyum paham dan bergegas pergi melaksanakan perintah
Narmi sudah barang tentu takkan membiarkan kemalangan berlalu begitu saja untuk anak tirinya! Tidak akan!
Semilir kecil meniup anakan rambut yang terlepas dari konde di belakang kepala. Ratri menikmati itu, setiap gesekan daun dan goyangan tumbuhan tanam miliknya di dalam paviliun ini.
Mengabaikan obrolan tidak bertanggung jawab yang tersebar mengikat nama miliknya
"Diajeng, apa perlu kami berkunjung menuju kediaman Gusti Ratu?"
"Tidak diperlukan, Mbok."
Sarti menurunkan tatapannya
"Tapi-tapi-"
"Aku hanya akan menunggu dekrit Ayahanda mengenai penguncian diri lagi, kan? Semuanya baik. Tidak ada masalah"
Lagi, Sarti semakin dalam menunduk
"Aku sedang menikmati ini, Mbok. Tidak perlu meminta Ibunda untuk andil. Itu hanya akan menambah luka hati beliau semata"
Ujarnya kemudian merapikan diri menunggu dekrit yang akan segera tiba
Dekrit Maharaja!
Benar saja. Perdana Mentri berdiri kokoh dengan punggawa di belakang menggunakan beskap juga pakaian besi di bagian lain
Ratri tersenyum, duduk beralas kaki di lantai dengan posisi anggun, menanti dekrit itu benar-benar nyata dibacakan
Gulungan besar daun lontar dibuka penuh. Ratri tampak terbiasa untuk waktu yang lama
"Dengan ini Prabu Maharaja Sostroadji Hardijayakusuma Jaya Danandiningrat Penguasa Tanah Rindu Siwi Yang Disegani memberi titah, perintah, dan peraturan yang harus ditaati oleh Putri Kerajaan Rindu Siwi Raden Ajeng Kusuma Ratri Kartika Sasmi dan juga seluruh bumi agar pada Senin Pon pada hari ini hingga satu minggu mendatang tidak diperkenankan meninggalkan paviliun tanah selatan, pun mendapat kunjungan dari seorang lain kepadanya."
Pelayan setia Ratri berusaha menahan tangis. Entah untuk putri itu atau sekadar untuk diri sendiri, karena sesungguhnya nasib seorang pelayan tergantung dengan tuannya
Dekrit kembali digulung
Beberapa pelayan ratu mendekat, mengambil sejumput rambut dari kepala Ratri untuk kemudian dipotong sebagai bukti penerimaan dekrit juga adat atas kemalangan istri yang tidak dijumpai suami seperti dirinya
Sarti sesak menyaksikan itu, ia membungkam isakkan di ujung hatinya,
Putri Yang Malang
Bagaimana bisa malaikat seperti tuannya mendapat ganjaran menyakitkan yang bahkan tidak diperbuat oleh diri wanita itu sendiri?! Sarti sungguh heran menelan kepahitan.
Tetapi bisa apa dirinya? Ia hanya pelayan yang tak memiliki hak secuilpun untuk berpendapat!
Rombongan dekrit menjauh, Ratri dengan gaun resmi tengah dibantu berdiri setelah terdiam cukup lama.
Ya, dia memang tidak tahu apa yang akan dirinya lakukan ketika sekolah bahkan ditutup. Tujuannya seakan memburai!
Ketika dulu mendapat mandat memimpin pertempuran sudah barang pasti otaknya akan berjalan lancar dan itu sangat Ratri gandrungi tetapi sekarang dengan statusnya yang melekat mau tak mau gadis itu harus menyesuaikan
Tetap bersyukur
Setidaknya dengan adanya titah ini tanaman palawija di kebun paviliun bisa mendapat perhatian lagi
Ia tidak tahu kemungkinan seperti apa yang akan datang kelak di kemudian hari. Tetapi menyimpan harap dan percaya wajib dimiliki oleh tiap insan beragama, bukan?
Dan Ratri, dengan sepenuh hati membiarkan hati dan pikirannya di sana
Tenggelam dengan harap dan percaya
Hingga tiada batasnya, karena Tuhan selalu menyiapkan jalan penerang untuk sesuatu yang dipilih makhluk-Nya. Entah itu baik maupun buruk
Karena Dia, adalah yang terbaik
*
Hello! Room's here!
Aku berpikir tidak akan muncul untuk waktu yang cukup lama
Tapi begitu sadar sudah membawa kalian andil dalam tulisan amatir ini, tentu tidak mudah melakukannya
Terima kasih sudah bersedia mampir dan memberi kelegaan
Room,
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden
Historical FictionDia adalah keturunan biru yang membaur dengan rakyat jelata. Wajah menawan, otak cemerlang, jiwa yang kuat, dan rendah hati siapa pria yang mampu menolaknya! Tutur kata begitu lembut namun tegas dan garang memimpin pasukan. Sungguh Jagad Dewa teng...