Raden #26

395 39 4
                                    

Wilujeng sonten, Pamiarsa!

***

Ratri semakin kesal dengan suaminya.

Sanu, raja muda itu bertingkah begitu acak dan tidak masuk akal. Bukan hanya kehebohan akibat ia yang membubarkan Biro Pengawas, kini ia juga membuat Ratri bertambah pusing lantaran seluruh tugas Biro Dapur dijatuhkan kepadanya.

Ratri masih memiliki tugas mangkrak terkait Jamuan Rutin yang tanggal pelaksanaannya terus menerus ditunda oleh Biro Astronomi. Perempuan itu tak mungkin merencanakan konsep tak berjangka karena bahan serta pernik perayaan butuh kepastian agar tidak berakhir sia-sia. Nama-nama tamu undangan semua siap cetak saat Durmadi datang membatalkan tanggal di kali ketiga. Ratri lantas menghela napas, urusan kerajaan memang dibagi dua bersama Ibu Suri dengan 70% milik Ratu Bandagiri sedangkan sisanya untuk Sanu. Semua akan berjalan sesuai kehendak ibu mertua Ratri andai saja suaminya tidak secerdas itu untuk memanfaatkan 30% bagiannya dengan amat sangat baik.

Sejak datang pertama kali, telah terjadi gejolak nasional yang besar di Kerajaan. Protes kaum cendikiawan di ujung gerbang selama berhari-hari dan para Pejabat Partai Kanan yang juga menentang klan Ratu Bandagiri, terlalu tidak setuju bahwa musuh justru dijadikan permaisuri. Itu sama saja dengan trubuse musuh, suatu istilah yang menjelaskan perihal pemeliharaan musuh di dalam selimut atau memberikan ruang bagi musuh agar mudah menyerang. Betapa sia-sia!

Tapi itulah keuntungan 70%. Tidak sampai tiga hari dan semua gejolak teredam. Tidak ada lagi protes terbuka berkat kecakapan Ki Barep, Perdana Menteri sekaligus kakak kandung Ibu Suri sendiri. Paman dari sisi ibu tiri Sanu.

Ratri berniat menjalani kehidupan baru ini tanpa andil yang kuat dan tidak terlalu menampilkan dirinya, tetapi baik Ki Barep, Ratu Bandagiri, maupun Sanu terlalu asyik menarik tali di tubuh Ratri, ia merasa tak jauh berbeda dari boneka penghibur bagi semua orang. Mungkin saja nasibnya memang tak jauh dari sapu ijuk istana. Entah Rindusiwi atau Sancang sama saja. Ratri hanya wayang. Ia menatap iri kepada guci berbentuk wanita di depan sana, untuk tetap diam seperti itu saja Ratri tak berkuasa.

Jadilah ia berada di sini. Melihat satu persatu hidangan di atas meja, "bisa kita mulai sekarang?" Katanya pada Mbok Daryu

"Yang Mulia, apakah Anda yakin atau haruskah kami menemui Ibu Suri?"

"Tenanglah, Mbok. Ini baru hari pertama, akan sangat sedikit kemungkinan ada racun di atasnya."

Perkataan Ratri membuat pelayan dapur dan juru masak istana bergetar. Mereka memang mendengar rumor mengenai permaisuri yang begitu luar biasa tetapi begitu melihat langsung, mereka nyaris kehilangan napas tersedot karisma perempuan cantik ini.

"Saya sudah membacanya singkat di jurnal kerajaan, mencicipi hidangan merupakan adat bagi Sancang?"

Juru masak menunduk, "benar, Yang Mulia. Ini merupakan bentuk kebaktian bagi junior terhadap senior di istana. Anggota kerajaan lah yang bertugas sebagai penguji, putra mahkota yang paling berhak memastikan semuanya aman dikonsumsi tetua keluarga kerajaan."

"Bagaimana dengan pangeran?" Tanya Ratri mendapatkan perangkat makan dari Mbok Daryu

"Menjawab, Yang Mulia. Putra mahkota dan pangeran ini berbeda. Garis keturunan akan diteruskan oleh putra mahkota sehingga pangeran tidak berkesempatan. Sedari kecil, perasaan dan pikiran adalah hal yang harus diasah oleh penerus kerajaan yaitu putra mahkota maka tugas ini juga sekaligus pelajaran bagi seorang putra mahkota agar dapat melindungi negaranya, dimulai dari lingkup keluarga."

Ratri tiba di sampel kedua, rasanya lumayan dan lidahnya belum merasa kebas sebagaimana efek dari racun. Memang ada untungnya juga Ratri ditugaskan di sini, meski kanuragan hilang nyaris 60%, tetapi wanita ini masih begitu peka terhadap racun seolah ia memang dilahirkan untuk bakat ini. Selain itu, ia bisa perlahan-lahan meningkatkan kembali bakat-bakat yang telah hilang.

RadenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang