15. Rencana

3.2K 371 34
                                    

Happy Reading.

Jemima menatap sendu dan menggenggam tangan Draco yang hangat, wajah yang masih pucat tetapi tidak separah waktu pertama ia dibawa ke kerajaan. Draco masih belum sadar semenjak dua hari yang lalu setelah dokter mengobatinya, Jemima mengusap air matanya sendiri, dari awal masuk dan melihat tubuh lemah Draco, Jemima hanya bisa menangis dan sesekali mengecup tangan Draco. Ia menempelkan punggung tangan Draco ke pipinya.

"Kapan kau bangun?" Suara serak Jemima terdengar pelan. "Aku tidak suka melihatmu seperti ini." Jemima kembali menangis.

"Kenapa kau diam?" Hanya keheningan yang menjawab pertanyaan Jemima. Ia cemas setelah mendapat kabar kalau Draco terluka dan tidak sadarkan diri, pantas saja semenjak Draco pergi perasaan Jemima terus gelisah.

Lily juga merasa sedih dengan apa yang ia lihat, bahkan Dimitri mematung di dekat pintu melihat ini semua, Dimitri tidak menyangka kalau ia akan mendapati pemandangan ini. Lily terkesiap kaget dan hendak memberi salam, namun Dimitri menyuruh Lily untuk diam. Sejak kapan Pangeran Dimitri masuk?

Jemima mengerjap pelan, kenapa ia merasa Draco membalas genggam tangannya. Jemima menepuk pelan pipi Draco. "Pangeran!" panggilnya pelan. Jemima meneliti alis Draco yang sedikit bergerak diiringi dengan desisan kecil.

Draco meringis dan keningnya berkerut, kepalanya terasa pusing, ia membuka pelan kelopak matanya dan melihat wajah Jemima yang menatap cemas. Ia kembali memejamkan matanya karena merasa silau dan penglihatannya sedikit buram.

"Pangeran!" Suara Jemima terdengar senang, ia juga memegang kedua bahu Draco sehingga wajah Draco dan Jemima menjadi berdekatan.

"Haus," bisik Draco. Jemima segera mengambil secangkir gelas dari atas nakas, ia menyanggah pundak Draco dengan lengan kirinya untuk sedikit lebih tinggi agar Draco bisa minum dan memberikan air itu dengan perlahan.

Jemima kembali merebahkan tubuh Draco dengan perlahan dan memperbaiki selimut pria yang ia cintai itu. Draco kembali melihat Jemima dan tersenyum kecil, Draco menangkup wajah Jemima dan ia mengusap air mata Jemima yang kembali jatuh ke pipinya. "Kenapa menangis?" gumam Draco pelan dan serak.

Jemima menggenggam tangan Draco dan membalas senyuman Draco. "Akhirnya kau sadar."

Draco menatap Jemima, hatinya terasa sakit saat melihat Jemima menangis, dan yang membuat perempuannya ini menangis adalah dirinya. "Jangan menangis lagi, aku sudah sadar." Draco menggenggam tangan Jemima dan sedikit memberi remasan lembut.

Jemima mengangguk senang, ia mengusap pipi Draco. "Aku merindukanmu," ucap Jemima.

"Aku juga merindukanmu."

Dimitri memalingkan wajahnya, ia menatap ke atas menahan air mata yang ingin turun. Apa dia salah dengar? Atau ini hanya ilusi? Jemima dan Draco mereka seperti sepasang kekasih. Dimitri menghela napas pelan lalu ia berdeham, membuat kedua insan itu mematung. Lily berdeham canggung dan keluar diam-diam dari kamar Draco. Jemima dan Draco saling pandang, Draco mengode Jemima untuk melihat siapa orang yang berdeham tadi.

Jemima menolehkan wajahnya dengan pelan dan melotot kaget saat melihat wajah datar dan dingin Dimitri. "Pangeran Dimitri," panggilnya pelan. Ia sontak berdiri dan matanya mencari keberadaan Lily, tetapi ia tidak menemukan pelayan setianya itu. Setia? Bahkan Lily meninggalkannya tanpa memberitahu kalau ada Dimitri di sini!

Dimitri mendekat dan menatap datar wajah Draco, saat ini keadaan Draco yang menjadi utamanya. "Bagaimana dengan keadaanmu? Yang mana terasa sakit?"

Draco mencoba untuk duduk sontak Dimitri langsung membantunya, Dimitri memberi satu bantal untuk sandaran Draco. "Tidur saja," sahut Dimitri tegas.

Princess Jemima Of Bloomsytch [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang