Princess Jemima Of Bloomsytch.
"Jadi, setelah Pangeran kedua itu terluka parah dia tidak sadarkan diri selama empat bulan lamanya. Musuhnya yang juga Pangeran kedua itu meninggal setelah ia sampai di kerajaannya sendiri."
Seorang anak laki-laki tampan berumur lima tahun menatap lawan bicaranya dengan kepala memiring. "Bagaimana dengan keadaan anggota yang lain?" tanyanya dengan suara terdengar lucu.
Pria dewasa itu menghela napas pelan lalu ia tersenyum kecil. "Sang Ibunda Ratu meninggal setelah si Pangeran Kedua bangun, kondisi tubuhnya menurun karena selalu meratapi kepergian anak perempuannya. Pangeran terakhir dari kerajaan itu juga berubah setelah kepergian Kakaknya, ia berlatih dengan keras sehingga membuat dia menjadi kuat dan kemampuannya bertarungnya sudah melampaui kehebatan Pangeran kedua itu."
"Wow," ujar bocah kecil itu dengan ekspresi takjub. "Aku ingin menjadi seperti Pangeran terakhir," lanjutnya dengan nada senang.
Pria dewasa berumur tiga puluh tiga tahun itu tersenyum kecut. "Tetapi, bukan hanya kemampuannya yang berubah. Sifat ceria, murah tersenyum dan cerobohnya juga berubah, sekarang ia jarang tersenyum, selalu melihat seseorang dengan datar, dan juga berbicara jika ada perlunya."
Kening bocah itu berkerut samar, ia meletakkan jari telunjuknya di dagu dan mengetuk pelan. "Kenapa aku teringat seseorang," gumamnya seraya berpikir.
Pria itu tersenyum kecil dan menatap teduh bocah kecil yang memiliki rambut cokelat terang dan bola mata berwarna keabu-abuan, hidung mancung dan bibir persis seperti Ibunya. "Bagaimana dengan sang Raja?" tanyanya lagi.
"Sekarang sang Raja yang memimpin kerajaan saat itu sudah menemukan kebahagiaannya sendiri, dan sang Raja sudah memiliki anak laki-laki yang berusia hampir empat tahun. Ia juga sudah merelakan kematian istri pertamanya dan membuka lembaran baru dengan istrinya yang sekarang," jawabnya dengan tersenyum lebar.
Suasana teduh dengan angin bertiup pelan, kicauan burung juga bersahutan, kedua orang itu duduk di halaman belakang rumah mereka, sebuah paviliun dengan berbagai macam bunga yang mempercantik halaman itu dan bunga yang paling banyak tumbuh adalah bunga lili.
Atensi mereka beralih melihat dua orang lagi datang, seorang wanita dewasa dengan menggendong bayi kecil berumur sepuluh bulan, bayi cantik yang berambut hitam bergelombang dan mata abu-abu persis kedua laki-laki itu. Langkah wanita itu semakin dekat mendekati paviliun.
"Apa kau menceritakan lagi tentang kerajaan itu, Sayang?" tanya wanita itu dengan suara lembut. Ia mengambil duduk di sebelah anak laki-lakinya, sedangkan anak bayinya sudah berada digendongan suaminya.
"Iya, kejadian itu sungguh membekas diingatanku, Sayang."
Tentu saja membekas, batinnya.
Wanita itu menghela napas pelan lalu ia tersenyum kecil melihat anak bayinya menggigit jari telunjuk suaminya, dan membuat suaminya tersentak kaget.
"Ibu, kenapa Daisy selalu menggigit?" imbuhnya dengan nada kesal. Ia kesal jika mengingat kalau Daisy pernah menggigit lengannya dengan keras, padahal gigi bayi itu masih dua yang tumbuh di gusi bawah.
Ibunya terkekeh gemas lalu ia mengusap pelan puncak kepala anaknya. "Mungkin Daisy merasa gemas dengan apa yang ia lihat, Javier," jawabnya dengan geli.
"Huh!" Javier mendengus sebal menatap Adiknya yang tersenyum lebar dengan liur di sudut bibirnya.
"Draco, apa kuenya enak?"
Draco mengangguk dan menatap istrinya dengan tatapan lembut. "Apa pun yang kau buat selalu enak, Jemi."
Jemima tersenyum malu, pipinya merona. Draco tertawa kecil dibuatnya, matanya melihat satu-persatu keluarganya. Ia merasa inilah tempat pulangnya, kehadiran istri dan kedua anaknya membuat lelah di tubuhnya pergi entah ke mana setelah melakukan pekerjaan entah itu masalah kerajaan ataupun melatih para kesatria.
Kejadian beberapa tahun lalu memang membekas diingatannya, apa lagi saat menghadapi Peter. Setelah Peter menusuk perutnya yang berhasil membuat dirinya tidak bangun selama empat bulan, lalu kabar Miranda yang meninggal dan Kylie yang kemungkinan besar melakukan bunuh diri cukup membuat dirinya terguncang. Seminggu setelah ia sadar, Ratu Marlyn meninggal dengan kondisi cukup parah, tubuh kurus dan selalu berbicara sendiri seolah ia sedang berbicara dengan Miranda.
Dia juga mencari tahu kabar Jemima, tetapi setelah mendapatkan kabar ia tidak berani menjemput Jemima karena kondisi tubuhnya sangat lemah, butuh waktu lama untuk membuat kondisinya seperti semula. Ia juga membantu Dimitri menata ulang rumah rakyat Bloomsytch, dan juga istana yang harus mereka bangun kembali.
Sebelum ia menjemput Jemima hidupnya terasa mencengkam, ia juga berusaha untuk memberikan surat kepada Jemima, tetapi Amber menolak karena kondisi Jemima cukup menyedihkan pada saat itu.
"Memperbaiki diri adalah jalan terbaik untuk kembali ke hadapan Jemima," ucap Zach pada saat itu.
Draco mengikuti ucapan Zach, lalu menjemput pujaan hatinya. Sekarang tujuh tahun berlalu, mereka sudah mendapatkan kebahagiaan masing-masing. Draco masih memikirkan Martius, perasaan bersalah sangat terasa di hatinya, karena itu ia berlatih keras untuk melindungi dirinya dan orang lain, ia tidak mau ada Miranda kedua yang melindunginya lagi. Martius juga bertekad kelak akan melindungi keluarganya jika ada penyerangan lagi, ia tidak akan bersikap lemah seperti penyerangan itu.
Sekarang umur Martius hampir dua puluh lima tahun, sampai saat ini ia belum melirik perempuan untuk menjadi pendamping hidupnya. Pernah Draco bergurau dengan mencarikan Martius pasangan, tetapi ditolak dan malah menyuruh Draco untuk menikahi gadis yang akan dijodohkan kepada Martius. Hal itu sontak membuat Jemima merajuk selama seminggu kepada Draco, semenjak itu Draco tidak berani menganggu Martius tentang perjodohan.
Draco dan Jemima saling pandang dan memperhatikan Javier yang bermain dengan pengasuhnya yang sedang menggendong Daisy, cuaca senja menambah keindahan hari itu, Draco merangkul pundak Jemima. Ia mencium puncak kepala Jemima dengan kasih sayang.
"Penyerangan itu adalah akhir dari segalanya, sekarang kita sudah menemukan kebahagiaan. Aku berharap kalau kebahagiaan ini berlangsung sampai anak-cucu kita," ungkap Draco dengan pelan.
Jemima mengangguk dan matanya berkaca-kaca, ia mengeratkan pelukkannya pada pinggang Draco.
"Benar dan sampai saat ini aku sangat mencintaimu, Draco."
Draco mengecup bibir Jemima dan mengelus surai panjang Jemima. "Aku juga sangat mencintaimu, Jemi. Dan selalu begitu, tidak akan berubah."
Princess Jemima Of Bloomsytch.
Oke, kayaknya ini akhir dari segalanya :) cerita Jemima dan Draco telah selesai sampai di sini. Terimakasih atasan dukungan dari teman-teman semua.
Aku sedang membuat cerita tentang Martius, nanti pas aku publish akan aku kasih tahu di sini :) jadi jangan hapus dulu PJOB dari perpustakaan kalian 😆
Salam cinta dari Uti ❤
THE END OF DRACO AND JEMIMA'S LOVE STORY.
Kamis, 21 Juli 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Jemima Of Bloomsytch [END]
FantasyJemima Hildegard anak dari mendiang Perdana Mentri yang meninggal karena melindungi Raja Darren De Voulos dari kerajaan Bloomsytch. Tepat diumur dia yang kesepuluh tahun, ia diberi gelar Tuan Putri dan tinggal di istana, itu semua bentuk penghormata...