.
__________________________________________
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa Vote & Komen
.
.
.
.
.
.
.
.
.
__________________________________________
~ Selamat Membaca ^^ ~
__________________________________________.
.
.
"Papa pernah bilang kalo dia bersyukur atas kehadiran lo di D'Choize kak, siapa tahu kalau kita berusaha ngomong baik-baik, dia bakal paham" Bujuk Jaemin.
Sesaat, Wendy terdiam mendengar ajakan itu. Jujur, pernah pula ide itu terbesit di otaknya. Tapi Wendy tak yakin, mengingat Pak Choi cukup ambisius dan tegas jika itu berhubungan dengan masa depan D'Choize. Dan jelas sekali, Wendy jauh dari kriteria 'masa depan' yang diharapkan sang direktur.
"Gue.. ga yakin Jaem, Papa lo tuh strict banget kalo udah berhubungan sama bisnis, dan kita juga baru pacaran beberapa bulan..."
"Bener juga sih, tapi mungkin Papa bakal lebih luluh kalau kita ngomongnya waktu dia lagi sama tante Irene"
Wendy kembali terdiam. Mungkin akan lebih baik jika mereka tidak melibatkan Irene untuk masalah ini. Mengingat beberapa bulan lagi wanita itu akan menikah. Pernikahan yang sudah bertahun-tahun ia impikan.
"Lo... masih ragu ya kak?" Ternyata Jaemin menyadari diamnya gadis itu.
"Jujur... gue takut Jaem, gue ragu, gue juga bimbang" jawab Wendy lirih.
Jaemin terdiam sesaat. Jujur, dia pun merasakan hal serupa. Semakin hari berganti, semakin gelisah dia akan nasib perjodohannya dengan Karina. Semakin takut pula Jaemin pada bayangan ketika dia terpaksa harus merelakan Wendy sebagai masa depannya.
Tapi tentu saja, Jaemin tak berani memaksa. Dia paham pada ketakutan yang Wendy rasakan. Gadis itu adalah tulang punggung keluarga, dan pekerjaan sebagai sekretaris lah yang berhasil membuat keadaan keluarganya menjadi lebih baik.
"Kita pikirin pelan-pelan ya Jaem, kalau kita emang jodoh, gue yakin pasti ada Jalan"
Jaemin tersenyum dan membelai rambut Wendy lembut. "Iya sayang"