.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vote & komen
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
_____________________________________________
_____________________________________________Selamat Membaca
_____________________________________________
_____________________________________________.
.
.
.
.
_____________________________________________
Jeno menatap Wendy dengan ekspresi tak percaya. "Kak.. lo sadar kan lo ngomong apa barusan?"
Wendy membuang napas lalu menundukan wajahnya. "Lo tahu? gue ga nangis waktu gue dihadang sama tiga anak motor, gue ga nangis pas Lei ngehina gue di depan banyak orang, gue ga nangis pas fans-fans lo ngebully gue di base ataupun DM, gue juga ga nangis waktu mobil kesayangan gue dirusakin Changbin sampe akhirnya ga bisa dipake, tapi... Gue bisa setakut itu waktu lo mau disamperin geng motor tadi, gue bisa sesedih itu ngebayangin lo dihajar sampe babak belur lagi" gadis itu menatap Jeno dengan mata berkaca-kaca.
"Dan setelah gue ngerasain gimana leganya hati gue ketika ngeliat lo, gimana tenangnya hati gue setelah gue meluk lo, gue bener-bener sadar... kalo gue juga sayang sama lo, Jen. Gue juga paham kenapa setiap malem lo nanyain gimana gue pulang, karena kita ngerasain ketakutan yang sama"
Dan pengakuan itu benar-benar membuat Jeno terdiam seribu bahasa. Bibirnya bahkan terlalu kelu untuk sekedar mengucapkan terima kasih. Kini perasaannya benar-benar campur aduk. Di satu sisi dia merasa bahagia karena Wendy merasakan hal yang sama, tapi di sisi lain dia merasa takut juga gadis itu akan semakin terluka karenanya.
"Sekarang gue harus gimana Jen? gue sendiri tahu kalo ini semua bakalan sulit, tapi gue udah terlanjur sayang sama lo"
Perasaan membuncah yang tak bisa Jeno ungkapkan dengan kata-kata, menuntun pria itu untuk membungkukkan tubuhnya, lalu ia dekatkan wajahnya pada Wendy hingga bibir mereka bertemu.