- Prolog

850 52 1
                                    

19 juni 2013

"Ga, kamu beneran mau mondok?" tanya anak lelaki yang berumur sekitar 12 tahun itu. Yang ditanya hanya tersenyum sambil mengangguk mengiyakan pertanyaan si anak lelaki.

"Gamau sama aku aja?" tanya anak itu lagi.

Yang ditanya masih memancarkan senyumnya, namun ia menggeleng, "engga Jen."

Si anak lelaki yang dipanggil 'Jen' itu hanya mengangguk lemah, tidak terima jika ia akan berpisah dengan sang saudara.

"Udah yuk Jen, kasian itu adenya keberatan gendong tas mulu" sang bunda berbicara.

"Bun, Erga beneran mau mondok?" kini anak yang dipanggil Jen itu kembali bertanya kepada sang ibunda.

"Iya Jendral, kenapa? kamu takut kalo Erga mondok trus kamu gaada temennya?" ucap sang bunda.

Jendral mengangguk, iya hanya takut rindu pada saudara nya itu.

Menggenggam tangan sang adik bermaksud agar dia tidak pergi. yang digenggaman mengelus lembut pucuk kepala sang kakak.

"Gapapa Jen, kan ada Bang Mahen, nanti maennya sama Bang Mahen aja" ucap sang adik.

Lalu Erga mendekatkan bibir nya di telinga sang kakak dan kembali berucap "Bang Mahen uang nya banyak" lanjut sang adik disertai kekehan.

Mendengar itu tak membuat si pemilik telinga melepaskan genggaman nya pada tangan sang adik.

Ia kembali menggeleng, kali ini disertai dengan tatapan memohon nya "engga mau" ucap nya lirih.

Erga menghela nafas, menatap sang bunda bingung "bundaa."

"Udah Jen, lepasin aja Erga nya, toh kalo dia mondok disini juga gaakan nyari kembaran baru" kali ini sang ayah yang berbicara.

setelah menyelesaikan urusan nya dikamar mandi, ia langsung melihat acara genggam tangan tersebut, Menghampiri sang anak dan sang istri yang menunggu drama sikembar selesai.

"Ayah apaan sih, Jendral tu cuma gamau kangen, ngerepotin" ucap sang anak ketus.

Ayah sedikit terkekeh mendengar perkataan sang anak. Mulai melangkah mendekati Jendral, Jendral yang merasa didekati pun langsung menarik sang adik ke dekapan nya, menggeleng ribut.

Ayah berjongkok didepan Jendral, mengusap surai hitam legam sang anak dengan tatapan lembut nya, melepas Erga dari dekapan Jendral dan mulai membisikkan sesuatu ke telinga jendral.

Setelah bisikan selesai, ayah kembali menatap mata bulat sang anak. Seperti memberi nya isyarat, Jendral lalu mengangguk pasrah seakan mengerti maksud dari tatapan tersebut. Menutupi jika Jendral marah kepada sang ayah begitu juga kepada sang adik.

"Dah, ayo pulang" ucap sang ayah.

Kali ini Jendral menganggukan kepalanya "ayoo" jawab nya dengan wajah yang terlihat kesal.

Sang ibunda tersenyum, karna akhirnya sang anak mau diajak pulang, walaupun ia tau jika sang anak tengah marah. Berbeda dengan ibunda yang tersenyum, Erga justru penasaran tentang apa yang ayah bisikan kepada jendral.

"Ayah bilang apa?" tanya Erga kepada yang lebih tua.

Jendral melirik sedikit guna melihat sang adik "kepo" jawab nya ketus lalu langsung berjalan kearah mobil meninggalkan Erga serta sang ayah dan bunda.

Erga hanya tersenyum, maklum dengan sifat Jendral ketika sedang marah.

Masih dengan keadaan berjongkok, kini ayah mengusap lembut rambut sibungsu.

Dua Bulan Zafari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang