- Untuk semuanya

114 8 0
                                    



Sedari tadi, yang Samudra lihat hanya berita tentang penembakan dan pengeboman yang terjadi di pondok pesantrennya.

Entah di televisi atau di notifikasi ponselnya.

Samudra tau betul siapa yang tengah dibicarakan oleh media tersebut.

Erga.

Ingin untuk sekadar tak percaya tapi bukti terlalu nyata.

Samudra menghela nafasnya gusar, sudah menghubungi temannya yang lain tapi masing-masing dari mereka tak ada yang aktif.

Matanya melihat kesana-kemari menandakan ia panik.

Entah kenapa, disetiap situasi panik seperti ini perutnya selalu sakit.

Ia kesal, ingin memukul perut ini tapi ia bukan orang bodoh yang memukul anggota tubuh sendiri.

Berakhirlah ia yang terbaring dikasur sembari memeluk gulingnya.

•°•°•°

"Shaka, korban penembakan dipesantren kamu ada yang meninggal"

"Itu temen kamu kan?"

Shaka yang tengah asik bermain dengan Alif menolehkan diri pada kakak perempuan nya.

"Siapa mba?" paniknya disertai rasa penasaran.

Sang anak kedua atau yang biasa dipanggil Mba Fatim menunjukkan berita hangat yang tengah menjadi perbincangan publik.

Lewat berita layar ponsel yang Shaka liat, ia terkejut bukan main.

Itu Erga.

Lelaki yang ada difoto itu Erga.

Walau blur tapi Shaka mengenalinya dengan sangat.

Ia menatap sang kakak perempuan dengan nanar.

Fatim memeluk adik lelakinya itu dengan hangat, diikuti dengan Alif yang ikut bergabung.

"Innalillahi wainnailaihi raji'un"

Shaka juga Fatim bergumam dengan perlahan, usapan kecil dari sang adik bungsu shaka rasakan.

"Mas jangan nangis, nanti diliat mba-mba santrinya" tuturnya.

Shaka juga Fatim terkekeh pelan mendengar penuturan si bungsu.

"Mas ga nangis" elak Shaka.

"Bohong"

Shaka memilih untuk tak mengindahkan perkataan sang bungsu, ia hanya memperlihatkan senyum hangatnya pada Alif yang mendapat timbal-balik dari yang disenyumi.

"Kamu ke depan aja ya? sekalian kenalan sama santri putra seumuran kamu, mereka belum tau kamu loh" titah Fatim dengan lembut.

Shaka sebenarnya tak mau, tapi untuk menambah lingkup pertemanan ia akan coba.

"Ga usah dipikirin, besok insyaallah kita ketempat temen kamu. Biar mba siapin bajunya"

Shaka mengangguk dengan pelan. Ditemani dengan Alif, ia berkeliling diarea pondok pesantren milik Abi nya ini.

Sesekali menyapa akrab para santri, dan juga tatapan santri yang seakan asing dengan Shaka.

Shaka hanya bisa memaklumi.

Sampai ia pada asrama putra. Melihat asrama putra ini, ia jadi teringat asramanya disana. Terlebih lagi pada kamar 09.

Shaka menghela nafasnya pelan, mulai menaiki tangga asrama untuk lebih mengenal para penghuninya.

Dua Bulan Zafari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang