- Timah yang bersarang

150 10 0
                                    

Warning!! chap ini mengandung ketidakjelasan yang sangat amat tidak jelas, sama kaya aku.

Keduanya terdiam setelah tawa Erga tak terdengar lagi.

Jina memasang kalung yang Erga belikan di lehernya yang tertutup dengan kerudung berwarna coklat.

Erga diam-diam memperhatikan, entah kenapa perutnya tergelitik.

Setelah seperkian detik tak ada percakapan, suara ricuh terdengar.

Dorr!

Erga menolehkan tubuhnya mencari sumber suara itu, tapi hanya gelap yang ia temukan.

"Suara tembakan kak.." Ucap Jina terdengar panik.

"Masuk kantin Na!" perintahnya yang disegerakan oleh Jina.

Diikuti dengan Erga. Sebelum benar-benar menghampiri Jina yang sudah berada di dekat meja kasir, Erga menyempatkan diri untuk mengunci pintu kantin lalu menutup jendela dengan hordeng.

Lalu menarik beberapa meja dan kursi untuk menghalangi pintu itu.

"Kak.." bisik Jina takut ditengah gelapnya kantin.

Erga mendekati Jina dengan perlahan agar ia tak menabrak barang lainnya.

Menggenggam tangan kecil Jina yang terasa olehnya jika tangan itu gemetar.

Dorr!

Dor dorr!

Suara tembakan kembali terdengar, kali ini lebih banyak.

Erga menarik jina untuk mengikuti nya, Berjalan dengan perlahan mencapai lemari kayu yang tak terpakai dipaling pojok ruangan.

Lemari gantung dengan satu pintu.

Erga melepas kayu panjang yang menghalangi, lalu menarik Jina untuk masuk ke lemari tersebut.

Keduanya masuk ke lemari yang terlihat kokoh itu, yang hanya selebar kira-kira 60 cm.

Suara tembakan semakin banyak terdengar, suara ricuh diluar juga semakin ramai.

Erga menutup pintu lemari tersebut, walau tak bisa dikunci dari dalam tapi pintu ini terlalu rapat jika dibuka dengan satu tangan.

Erga juga masih bisa untuk menahannya.

Prang!

Kaca jendela kantin pecah dengan timah yang menembus kaca tersebut.

Jina menutup telinganya membuat Erga segera memeluk tubuh gemetar itu. Di ruang yang sungguh sempit ini, benar-benar membuat keduanya sulit bergerak.

Setelah pecahan kaca, suara dobrakan pintu terdengar berkali-kali. Seperti benar-benar memaksa untuk membuka pintu putih tersebut.

"Kak, takut.."

Isak tangis pelan Jina benar-benar terdengar jelas ditelinga Erga, walaupun hanya ia yang bisa mendengar itu.

"Sstt, jangan nangis. Ga usah takut, kamu ga bakal kenapa-kenapa, ada aku" bisik Erga menenangkan.

Mengusap pelan air mata yang jatuh mengalir dipipi sang wanita.

"Jangan nangis Na.."

Dobrakan pintu tiba-tiba berhenti, tapi tidak dengan suara tembakan yang lainnya.

Suara itu benar-benar memekakkan telinga bagi siapapun yang mendengar.

Erga menggantikan tangan Jina yang menutup telinganya, sedangkan Jina mengalihkan tangannya ke lengan Erga yang hanya terbalut lengan baju sebatas siku.

Dua Bulan Zafari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang