- Bangku tepi danau

194 25 0
                                    


Setelah keluar dari area pondok pesantren erga, jendral melaju dengan cepat menuju gerbang utama. Tak peduli dengan jalan yang sedikit berlubang.

Cukup lama ia mengendarai motor nya melewati jalanan yang tak terlalu padat hingga sampai di satu rumah berwarna abu-abu. Ia berhenti sedikit lebih jauh dari rumah itu, tak berniat untuk menghampiri si pemilik rumah atau turun dari motornya.

Jendral memperhatikan rumah itu sampai salah satu penghuni nya keluar rumah sembari membawa pakaian basah.

Ia berperang dengan batin nya, ia ingin melakukan itu tapi ia tak tau resiko apa yang akan dia dapat setelah mengatakan kesalahan fatal nya.

Ia terdiam masih di atas motor sembari terus memperhatikan orang itu, tak peduli dengan tatap curiga orang-orang yang melewati nya. Haruskah ia melakukan nya? tidak, tidak sekarang. Ia masih terlalu takut.

Pikiran nya terus berperang hingga rasa takut nya memenangkan perdebatan dirinya sendiri itu.

Ia menghela nafas nya pelan,

Akhirnya ia memilih pergi membawa motor nya menuju kediaman si pemuda yang jaraknya lumayan jauh dari rumah tersebut.

Membawa motor nya dengan santai, sesekali meringis ketika luka lebam nya terkena angin. Ia sudah yakin jika akan dimarahin karena luka lebam itu.

Ia memasuki motor nya ke dalam batas pagar yang sudah dibuka, meletakkan motor nya di garasi yang hanya ada motor sang kakak. Bersyukur karna kedua orang tuanya belum pulang.

Memasuki rumah, berjalan cepat ketika melihat tak ada siapapun di ruang tengah. Menaiki tangga menuju kamar nya lalu masuk kedalam bilik tersebut.

Ia meletakkan helm nya di sofa, Pergi ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri dan meminta tolong sang kakak untuk mengobati luka nya.

Setelah selesai dengan urusan mandi nya, jendral segera pergi menuju kamar sang kakak sembari membawa baskom berisikan air es dengan satu handuk kecil. Memasuki kamar tanpa permisi kepada si pemilik kamar.

"Bang tolong kompresin gua dong"

Mahen mengalihkan pandangannya dari handphone, "lo jenguk erga apa tauran dah" balas nya acuh.

"Tadi ada yang mukulin gua di pondok"

"Siapa?" tanya mahen penasaran.

Jendral menggeleng, "ga kenal gua" jawabnya bohong.

"Ayo bang bantu kompresin" pinta jendral berjalan mendekati sang kakak yang tengah berbaring diatas kasur empuknya.

Yang lebih tua bangun untuk menuruti permintaan sang adik, duduk bersila didepan jendral yang juga duduk bersila sembari meletakkan baskom di lipatan kakinya. Mulai mengompres dengan telaten pada luka lebam sang adik.

"Emang lo punya salah apaan sampe muka lo jelek gini" tanya mahen ditengah aktivitas nya.

"Bangsat, sejelek-jeleknya gua masih ada lo yang lebih jelek" kesal jendral karena dikatai jelek itu, atau sedikit mengalihkan pembicaraan?

Mahen memutar bola matanya malas, "Jawab yang bener babik, lo punya salah apa sampe-sampe bisa dipukulin orang ga dikenal" tanya nya sekali lagi.

Jendral terdiam tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang kakak, ia tak mungkin memberitahu nya kan? yah mungkin.

Jendral yang terdiam membuat yang lebih tua kesal lalu menekankan handuk nya pada salah satu luka lebam jendral membuat nya meringis perih.

"Sakit" ucapnya memelas.

Dua Bulan Zafari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang