- Denting kehidupan

95 18 0
                                    

"ASSALAMU'ALAIKUM YA AHLI KUBUR!" teriak jendral memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam ya ahli neraka" jawab sang ayah dan mahendra dari ruang tengah.

"Bedua mulu, pacaran ya?" ledek jendral melihat ayah dan anak yang tengah menonton bersama ini.

"Sendiri mulu, jomblo ya?" balas ayah sama meledek nya.

"Padahal yang disamping ayah tu yang jomblo"

"Dih? lo juga jomblo kali" timpal mahen tak santai.

"Gua mah walaupun jomblo banyak yang suka ya njir, ga kaya lo. Jomblo karena ga laku" jendral memancing emosi mahen.

"Sutt, apasih sesama jomblo kok saling ejek" ayah menengahi sebelum terjadi acara gelut diantara keduanya.

"Iya deh yang udah punya istri mah" akhir jendral dan mahen bersamaan.

Jendral pergi meninggalkan kedua orang itu, tak mau mengganggu nya lagi.

Menaiki tangga rumah nya, tapi baru setengah anak tangga ia lewati jendral kembali turun.

"Bunda mana yah?" tanya nya kembali pada tempat dua orang yang lebih tua dari nya itu.

"Di dapur kali" balas ayah tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.

Jendral meletakkan tas nya di sofa kosong, lalu pergi untuk menghampiri sang bunda.

"JENDRAL TAS NYA LO TARO DULU!" teriak mahen.

"IYA NANTI!"

"Jendral jangan teriak-teriak" peringat sang bunda dari dapur.

"Hehe iya bun" kekeh nya.

Jendral menarik kursi dimeja makan, duduk berhadapan dengan sang wanita yang tengah memakan buah. Menatap intens wanita yang ada di depannya ini.

"Kenapa jen?" ucap bunda akhirnya.

"Minggu depan jendral mau ke tempat erga" tutur jendral dengan ekspresi serius.

Bunda tak mengindahkan itu, ia masih asik dengan buahnya. Bukannya tidak mendengar, ia mendengar kok. Hanya saja terlalu tanggung untuk menjawab padahal buahnya hanya tinggal satu gigitan lagi.

Melihat tak ada respon dari sang bunda membuat jendral mendengus.

"Bundaa" panggil nya sekali lagi.

"Iya jen, bunda udah tau kok" jawab nya.

"Loh bunda tau dari mana? kan jendral baru bila tadi" heran jendral.

"Tadi rico telpon bunda, minta izin katanya. Yaudah bunda bolehin" jelas bunda pada anak tengah nya ini.

Punggung jendral menurun, kepalanya ia letakkan diatas meja dengan lipatan tangan sebagai bantalan.

"Yah bun, kok dibolehin? padahal jendral ga mau" lesu nya.

"Kenapa ga mau? kan mau ketemu erga bukan mau ngelamar anak orang"

"Tetep aja gamau bun, takut" bisik jendral pelan diakhir kalimat.

"kenapa takut? emang ada yang mukulin anak bunda ini? trus katanya senja juga ikut kan? yaudah kamu juga ikut dong, emang mau senja nya diambil ade sendiri?"

Jendral menggeleng ribut "gamau" lirih nya.

"Yaudah ikut, tu pake mobil ayah biar enak"

Jendral langsung menegakkan tubuh nya semangat "Boleh bun pake mobil ayah?" tanyanya antusias.

Bunda hanya mengangguk sebagai jawaban. Walaupun hanya anggukan, tapi itu bisa membuat jendral melompat kegirangan.

Beranjak dari kursinya untuk menghampiri tempat ayah.

Dua Bulan Zafari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang